Tempat mumi Kaki More (Kompas) |
Selama hidupnya, Kaki More tidak pernah mengonsumsi air putih. Kaki More lebih sering mengonsumsi tuak, yang dalam bahasa Suku Lio disebut moke dengan jenis jengi jila (bakar nyala). Apabila Anda ingin melihat langsung Mumi Kaki More, maka perlu disiapkan sebuah ritual khusus yang dilakukan oleh seorang Kepala Suku di Kampung tersebut. Dalam budaya masyarakat Lio disebut Rera Pati Ka.
Makam mumi |
Konon, keberadaan mumi sang mosalaki bernama Kaki More di Kampung Wolondopo mulai tersiar di Kampung Wolondopo dan sekitarnya sejak tahun 1953, sesaat setelah bencana puting beliung menimpa kampung tersebut yang sekaligus merobohkan pohon beringin tua tempat disemayamkan jenazah sang Mosalaki bernama Kaki More.
Jenazahnya ditemukan warga tetap utuh diatas batang pohon beringin tua yang rebah. Akhirnya warga setempat serta para penerus dan keturunan Mosalaki Kaki More pun membuat sebuah tempat khusus untuk semayamkan jeanazah tersebut dalam sebuah peti yang ditempatkan pada rumah khusus disamping Hanga (pusat ritual gawi/tarian adat).
Kabar yang tersiar dari mulut ke mulut akhirnya menimbulkan keingintahuan seorang pejabat Dinas Pariwisata Kabupaten Ende untuk datang melihat secara langsung keberadaan mumi Kaki More tersebut pada tahun 1973.
Setelah melalui ritual khusus dan peti dibuka, masyarakat semakin dikejutkan karena jenazah yang sejak tahun 1953 diketahui telah menjadi mumi tetap utuh dan tidak rusak. Hal tersebut membuat masyarakat Kampung Wolondopo semakin meyakini bahwa Sang Mosalaki yang mereka cintai bukan merupakan orang sembarangan, melainkan orang yang semasa hidupnya sangat jujur, berwibawa dan juga sakti.
Dengan membuktikannya sendiri, akhirnya sang pejabat tersebut akhirnya membantu untuk menyiarkan keberadaan mumi tersebut, hingga dikenal sampai saat ini. Mumi Kaki More, kini disemayamkan khusus dalam sebuah rumah kecil yang selalu terkunci dan hanya dapat dibuka oleh penerusnya.
Sumber: - Kompas.Com
- Sumber Lain