Kecolongan adalah dosa besar wartawan

Oleh Ferry Jahang

OM Valens Doy di mata saya adalah seorang yang mampu melihat apa yang tidak dilihat seorang wartawan dan mampu mendeskripsikan implikasi dari suatu berita yang diangkat seorang wartawan. Pikiran-pikirannya tajam dan jauh ke depan.

Pada tanggal 12 Desember 1992 siang hari, sejumlah wartawan Pos Kupang berkumpul di bawah sebatang pohon Jati yang tumbuh di jalan Soeharto 53 Kupang (kantor lama). Udara panas adalah santapan sehari-hari bagi warga Kupang yang dikenal sebagai kota karang itu. Secara tiba-tiba, bumi Kupang bergoyang pelan. Sontak sejumlah teman di bagian bisnis berlarian keluar kantor seraya berujar "gempa.. gempa..!"


Tak ketinggalan Om Valens yang mengenakan baju kaus berkerah dan bergaris putih pun keluar ruangan. Sambil bercakak pinggang, Om Valens sembari tersenyum berujar, "Busyet ... Flores hancur". Om Valens menerawang jauh dan beberapa saat kemudian masuk kembali ke dalam kantor. Sejumlah wartawan pemula yang sedari tadi asyik bercengkrama akhirnya larut dalam pembicaraan tentang gempa yang baru berlalu beberapa detik.
 

Sedang asyiknya para wartawan bercengkrama, Om Valens mendatangi kerumunan wartawan. "Lho, kok kalian nggak bergerak. Kalian tahu nggak bahwa gempa ini juga berita. Tahu nggak kalian, Flores hancur karena gempa yang barusan terjadi." Semua wartawan tertegun tanpa mengeluarkan satu kata pun.
 

Malihat wartawan masih tertegun, Om Valens kembali berujar, "You ke BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika), you ke Satkorlak (PB) Penanggulangan Bencana, Kantor Gubernur, Telkom, PLN dan you..you..you keliling kota melihat akibat dari gempa yang barusan terjadi di Kupang ini." Para wartawan pun terpencar ke lokasi yang ditugaskan sang maestro tersebut.
 

Dari penugasan masalah gempa sangat jelas kematangan seorang Om Valens dalam melihat persoalan dan implikasinya dan kecepatan memberikan penugasan nyaris tanpa cacat. Memberi motivasi kepada wartawan pun untuk selalu bekerja lebih baik sangat luar biasa dilakukannya, sehingga wartawan tidak merasakan penugasan tersebut sebagai beban. Cara memberi penugasannya membuat wartawan atau siapa saja yang disuruhnya tidak kuasa menolak, bahkan semangat yang dipompanya dalam mencari dan menembus narasumber terus mengelora.
 

Namun, di balik kepiawaiannya memberi motivasi dan penugasan, ternyata seorang Om Valens bias juga marah. Hal ini saya alami ketika Harian Surya Surabaya menulis berita tentang skandal salah seorang pejabat di Pemprop NTT. Sementara di Harian Pos Kupang, berita tersebut tidak ada. "Masa Pos Kupang yang menjadi tuan rumah, bisa kecolongan berita dengan media dari Surabaya. Ini nggak benar," kata Om Valens dengan nada tinggi sembari menunjukkan berita Harian Surya tersebut.
 

Saya hanya tertegun melihat berita di Harian Surya tersebut. "Pokoknya saya nggak mau tahu. Apapun caramu, besok pagi Pos Kupang harus sudah memberitakan kasus ini. Datangi lokasinya dan wawancara oknum pelakunya karena Surya belum mengkonfirmasinya" sambung Om Valens lagi.
 

Usai mendengar perintah dan petuahnya, saya pun keluar dari ruangannya dengan berbagai macam perasaan. Ternyata Om Valens mengikuti saya dari belakang. "Fer--begitu beliau memanggil saya-kecolongan berita bagi seorang wartawan itu adalah dosa besar. Tapi saya yakin, kau bisa mendapatkan oknum pelakunya," sambungnya lagi.
 

Pada saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 19.30 Wita. Saya bingung, mau cari kemana alamat oknum pelakunya. Alamat rumahnya tidak saya ketahui. Cukup lama saya termenung sendirian memikirkan cara mendapatkan alamat rumah oknum tersebut. Tetapi saya dikejutkan dengan suara Om Valens yang kembali terdengar. "Buka dong blok notemu. Masa nggak ada nomor teleponnya yang kamu catat. Di sinilah pentingnya kamu mencatat setiap nomor telepon kantor dan rumah narasumber yang kamu temui. Jangan malu minta nomor telepon kantor dan rumah mereka," kata Om Valdo-begitu di kalangan wartawan menyebutnya.
 

Saya pun tergopoh-gopoh membuka blok note saya dan ternyata ada nomor telepon beberapa narasumber. Setelah dikontak salah satunya mengetahui rumah dari oknum pelaku tersebut dan setelah mendapat kepastian, saya bersama rekan Benny Dasman meluncur ke rumahnya dan kami pun berhasil mewawancarainya. Keesokan harinya Pos Kupang memberitakan kasus tersebut dan diblow-up selama beberapa hari.
 

Saat beliau dikabarkan meninggal, semua penugasan, petuah, marah dan motivasi yang diberikannya beberapa tahun lalu seakan hadir di depan mata. Banyak hal yang telah saya peroleh dari beliau dan pada saat menjalankan tugas jurnalistik sehari-hari, barulah disadari bahwa apa yang disampaikan beliau dulu manfaatnya sangat besar. Selamat jalan Om Valens, doa kami menyertaimu. *

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes