Kembalikan Ende Sebagai Kota Sejarah

Oleh Romualdus Pius

KOTA Ende sebagai ibukota kabupaten menyandang beberapa julukan pemberi identitas dan citra diri. Kota Pancasila, Kota Pelajar dan Kota Sejarah. Julukan-julukan tersebut mengisyaratkan keunikan yang memang tidak ada duanya di NTT. Julukan sebagai kota Pancasila bukan sekadar julukan. Fakta sejarah, Presiden pertama RI, Ir. Soekarno, pernah dibuang di sana dan menemukan nilai-nilai Pancasila yang pada akhirnya dijadikan dasar negara RI.

Soekarno dibuang oleh pemerintah kolonial Belanda ke Ende pada tanggal 13 Januari 1934. Dalam masa pengasingan tersebut Bung Karno berkesempatan melakukan meditasi di bawah sebuah pohon sukun. Dalam permenungan tersebut, Bung Karno menemukan nilai-nilai Pancasila.

"Di Pulau Bunga yang sepi tidak berkawan aku telah menghabiskan waktu berdjam-jam lamanya merenung di bawah pohon kayu. Ketika itulah datang ilham yang diturunkan oleh Tuhan mengenai lima dasar falsafah hidup yang sekarang dikenal dengan Pancasila. Aku tidak mengatakan bahwa aku mentjiptakan Pancasila. Apa jang kukerjakan hanjalah menggali tradisi kami djauh sampai ke dasarnya dan keluarlah aku dengan lima butir mutiara jang indahö (Cidy Adams, 1966-300).

Seperti yang dikatakan oleh FX Soenaryo dkk dalam bukunya tentang sejarah Kota Ende mengatakan bahwa perenungan butir-butir Pancasila yang diperoleh Bung Karno di bawah pohon Sukun di Kota Ende ternyata memiliki dampak yang besar bukan saja bagi masyarakat di Kota Ende melainkan bagi kehidupan Bangsa Indonesia. Butir-butir Pancasila itu sampai saat ini telah dijadikan dasar Negara Republik Indonesia yang rumusanya diformulasikan dan disampaikan pada rapat BPUKI di Jakarta pada 1 Juni 1945. Dengan demikian tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

Walaupun susunan butir-butir Pancasila waktu diusulkan tidak sama persis dengan yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, butir-butir dari sila-sila itu jauh sebelum kemerdekaan -- pada waktu dalam pembuangan ke Ende -- telah direnungkan dan ditemukan. Citra Kota Ende sebagai kota lahirnya Pancasila memang tidak terbantahkan karena Ir. Seokarno mengatakannya sendiri.

Lalu bagaimana dengan citra Kota Ende sebagai Kota Pelajar, Kota Sejarah maupun Kota Pariwisata. Agaknya ketiga citra tersebut patut dipertanyakan lagi meskipun perjalanan waktu pernah membuktikan bahwa Kota Ende terkenal dengan nama kota pelajar, kota bersejarah maupun kota pariwisata.

Sebutan sebagai kota pelajar pernah identik dengan kota Ende karena pada masa jayanya mulai tahun 1970-an hingga awal tahun 2000, Kota Ende selalu didatangi pelajar dari luar daerah. Namun kini, jangankan mendatangkan pelajar dari luar daerah, untuk mengurus diri sendiri saja sudah sulit. Lihat saja persentase kelulusan sekolah-sekolah di Kota Ende dalam lima tahun terakhir.

Data yang didapatkan Pos Kupang dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ende menjelaskan bahwa untuk lulusan SLTP tahun 2003-2004 persentase kelulusan mencapai 86,70 persen. Tahun 2004-2005 tingkat kelulusan anjlok menjadi 58,87 persen. Tahun 2005-2006 tingkat kelulusan hanya mencapai 36,90 persen. Tahun 2006-2007 tingkat kelulusan mencapai 58,86 persen, dan pada tahun 2007-2008 tingkat kelulusan mencapai 48,25 persen.

Tingkat kelulusan untuk tingkat SLTA setali tiga uang. Pada tahun 2003-2004 kelulusan mencapai 82 persen. Tahun 2004-2005 tingkat kelulusan mencapai 88 persen. Tahun 2005-2006 tingkat kelulusan 56 persen. Tahun 2006-2007 tingkat kelulusan mencapai 59 persen serta tahun 2007-2008 tingkat kelulusan mencapai 61 persen.

Sedangkan untuk tingkat kelulusan SMK, tahun 2003-2004 mencapai 99 persen. Tahun 2004-2005 mencapai 71 persen. Tahun 2005-2006 mencapai 32 persen. Tahun 2006-2007 mencapai 95 persen serta tahun 2007-2008 tingkat kelulusan mencapai 85 persen.

Dari data yang dipaparkan tersebut, jelas Kota Ende sebagai ikon pendidikan di Flores tinggal cerita. Jangankan untuk menjadi ikon pendidikan di Flores, untuk mengurus dirinya sendiri saja sudah sulit.

Lalu bagaimana dengan Kota Ende sebagai Kota sejarah. Setali tiga uang dengan citra Kota Ende sebagai kota pelajar. Semuanya tinggal kenangan manis. Padahal sejarah membuktikan bahwa pada masa lalu Kota Ende adalah ibukota daerah Flores mulai tahun 1950-1958 dengan Bupati, LE Montero.

Bahkan jauh sebelum itu pada masa pemerintahan Belanda, Kota Ende dijadikan sebagai adfeeling Flores yang meliputi Maumere, Larantuka, Ngada, Ruteng dan Ende sendiri.
Kini Ende justru tertinggal dalam hal sejarah dibandingkan dengan kabupaten lain di Flores.

Hal yang paling sederhana adalah hingga kini tidak ada yang tahu persis kapan Kabupaten Ende lahir. Hal ini karena tidak pernah ada acara peringatan hari kelahiran Kabupaten Ende.
Hal lain, jika di daerah lain para mantan pimpinan mereka dipajang di Kantor Bupati sebagai bukti bahwa yang bersangkutan pernah memimpin, namun hingga kini di Kabupaten Ende tidak pernah terlihat foto seorang Bupati atau mantan pemimpin yang dipajang di kantor Bupati. Padahal Bung Karno sendiri pernah mengatakan bahwa jangan sekali-kali melupakan sejarah. Bagaimanapun para mantan pemimpin tersebut telah membuat sejarah bagi Kabupaten Ende terlepas dari sisi minus maupun plusnya.

Citra Kota Ende sebagai kota sejarah seakan mulai hilang ditelan zaman. Maka tidak mengherankan kalau generasi muda tidak pernah tahu siapa mantan pemimpin mereka. Toh, tidak pernah ada upacara peringatan baik hari lahir Kabupaten Ende maupun peringatan hari besar daerah.

Berbagai keunikan dan julukan tersebut tinggal kenangan manis yang sangatlah sayang kalau dibuang. Julukan sebagai Kota Pancasila mungkin akan pudar kalau tidak digalakkan lagi oleh pemerintah dan masyarakat Kabupaten Ende.


Bukankah Megawati Soekarnoputri pernah mencoba menggalakannya pada 1 Juni 2007 lalu. Saat itu, Megawati secara lantang mengajak semua komponen bangsa untuk memperingati hari lahir Pancasila secara resmi yang dimulai dari Ende.

Lalu bagaimana aksi selanjutnya? Faktanya, hingga kini sepi-sepi saja. Bahkan saat itu Megawati entah sengaja atau tidak pernah menamakan Lapangan Perse dengan Lapangan Pancasila. Namun sayang hal ini disambut dingin oleh pemerintah setempat. Tidak ada respons positif dari pernyataan tersebut.

Dengan momentum kebangkitan 50 tahun NTT, Kota Ende sebagai salah satu bagian yang tidak terlepas dari NTT harus berusaha mengembalikan citranya sebagai Kota Pancasila, Kota Pelajar dan Kota Sejarah yang kini mulai pudar. Bukankah suatu daerah bisa terkenal hanya karena memiliki keunikan. Pancasila, Sejarah dan pendidikan adalah nilai intergral dari perjalanan Kabupaten Ende secara khusus dan Propinsi NTT pada umumnya.*

Pos Kupang edisi Minggu, 16 November 2008 halaman 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes