TIDAK henti-hentinya kita mengetuk hati dan melecut kesadaran tentang perlunya aksi konkret demi menyelamatkan lingkungan hidup dari kerusakan yang semakin parah. Toh dampak kerusakan lingkungan hidup sudah kita alami hampir setiap detik. Jika Anda menyimak laporan media massa hari-hari ini, berita yang tersaji hampir sama dan sebangun. Bencana banjir dan tanah longsor terjadi di mana-mana.
Korbannya pun tidak sedikit. Mulai dari harta benda hingga nyawa manusia. Puluhan ribu orang kehilangan tempat tinggal dalam sekejap. Mereka terpaksa mengungsi, hidup dalam lingkungan baru yang jauh dari rasa nyaman, aman dan sehat. Di Indonesia, pengungsian karena bencana terjadi hampir setiap tahun. Frekwensinya terus meningkat dalam sepuluh tahun terakhir.
Bencana alam yang mengakibatkan kehilangan harta benda serta anggota keluarga memunculkan masalah baru. Mereka umumnya sakit secara psikis dalam jangka waktu lama. Dengan kata lain mau diingatkan lagi bahwa persoalan lingkungan hidup itu tidak sederhana. Dampaknya bertalian satu sama lain. Kerusakan lingkungan menyentuh masalah kemanusiaan yang rumit dan pelik.
Banjir dan tanah longsor yang belakangan semakin kerap terjadi merupakan akibat lanjut dari perubahan iklim yang sangat ekstrem. Musim hujan sekarang jauh lebih lama dengan curah hujan di atas rata-rata. Bumi kita sungguh kelebihan air, sementara kulit bumi sudah jenuh. Tak sanggup lagi meresapkan air secara alamiah. Air yang berlebihan itu meluap dan menerjang apa saja yang menghalanginya.
Masyarakat dunia sesungguhnya telah menyadari kebijakan yang salah di masa lalu. Praktek di banyak negara menunjukkan, eksploitasi sumber daya alam berlangsung secara berlebihan. Over dosis! Sumber daya alam dikuras habis untuk memenuhi kebutuhan manusia tanpa mempertimbangkan cadangan bagi generasi mendatang. Eksploitasi berlebih menimbulkan ketidakseimbangan ekosistem lingkungan.
Perubahan kebijakan pemerintah yang pro lingkungan saja tidaklah cukup. Untuk jangka panjang harus ada upaya sadar menanamkan nilai cinta lingkungan kepada generasi baru. Oleh karena itu kita memberi apresiasi positif terhadapkegiatan lomba menggambar bertema "cinta lingkungan" yang melibatkan sekitar 200 anak dari berbagai taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar (SD) di Kota Kupang hari Sabtu lalu. Kegiatan yang diselenggarakan manajemen Radio Suara Timor itu merupakan upaya sadar menanamkan cinta bumi kepada anak- anak kita sejak usia dini. Dukungan dari Walikota Kupang, Drs. Daniel Adoe terhadap kegiatan tersebut menunjukkan kepedulian pimpinan pemerintahan daerah tidak sebatas slogan.
Nilai cinta lingkungan yang ditanamkan sejak usia dini akan membentuk kepribadian seseorang yang peduli dengan bumi. Akan lahir individu-individu yang tidak serakah mengeruk seluruh kekayaan perut bumi. Harapan kita semakin banyak orang tergerak hatinya untuk tujuan mulia itu mengingat ampanye global menyelamatkan bumi harus nyata lewat aksi. Tidak sekadar omong!
Pendidikan budi pekerti anak yang cinta bumi juga harus dimulai dari lembaga terkecil yaitu keluarga. Orangtua hendaknya menjadi contoh bagi anak-anak mereka. Mendidik anak mencintai lingkungan bisa dimulai dari hal-hal kecil. Seperti merawat bunga, menanam aneka tanaman dan pohon di pekarangan rumah atau tidak menebang pohon sembarangan, membunuh binatang tanpa tujuan jelas.
Di sekolah pun demikian. Harus sungguh digencarkan kampanye menyelamatkan bumi dari kerusakan yang semakin parah. Pelajaran tentang lingkungan hidup hendaknya menjadi perhatian guru di sekolah mulai dari tingkat taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Kita butuh kurikulum pendidikan yang pro lingkungan hidup. Hanya dengan kampanye terus-menerus dan aksi yang sungguh, suatu saat nanti anak cucu kita masih bisa menghirup udara segar. Masih dapat melihat hutan dan gunung-gunung. Masih dapat menikmati indahnya air sungai yang jernih mengalir dan kicauan burung-burung. *
Pos Kupang edisi Selasa, 3 Maret 2009 halaman 14