KUPANG, PK -- Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kupang memvonis mantan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Propinsi NTT, Drs. IN Conterius, satu tahun penjara dipotong masa tahanan yang sudah dijalani. Conterius, saat ditanya majelis hakim, menyatakan, menerima putusan ini. Namun, karena penuntut umum masih mempertimbangkan vonis ini, putusan satu tahun penjara ini belum inkrah (berkekuatan hukum tetap).
Sidang putusan terdakwa Conterius ini dibacakan secara bergantian oleh majelis hakim, FX Sugiharto, S.H selaku ketua dan dua hakim anggota, Frederik Daniel, S.H, dan Yuswardi, S.H, (menggantikan Asiadi Sembiring, S.H). Bertindak sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU), Marthen Suluh, S.H, dan Tejo Sunarno, S.H. Terdakwa Conterius didampingi penasehat hukumnya, Lorens Mega Man, S.H, dan John Rihi, S.H.
Selain putusan satu tahun penjara, majelis hakim juga menghukum Conterius membayar denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan. Berdasarkan fakta persidangan, majelis hakim berkeyakinan, Conterius terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan kedua penuntut umum (melanggar pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999) sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Walaupun dalam nota pembelaannya, terdakwa mengatakan, tidak pernah mengeluarkan instruksi dan arahan dalam rapat-rapat pimpinan tentang kebijakan perjalanan dinas (SPPD) fiktif, majelis hakim berpendapat, Conterius minimal mengetahui dan membiarkan kasus ini terjadi berulang-ulang selama periode Januari- Juli 2007.
"Dari fakta persidangan terbukti, di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi selama periode Januari hingga Juli 2007, terdapat 251 kali perjalanan dinas yang tidak sah atau fiktif yang dilakukan oleh 83 PNS di dinas tersebut. Majelis hakim berkesimpulan, terdakwa pada dasarnya mengetahui adanya kebijakan tersebut yang peruntukannya antara lain membiayai kebutuhan-kebutuhan yang tidak dianggarkan. Walaupun terdakwa mengatakan itu kebijakan staf, yakni para Kasubdin dan Kasubag Keuangan, majelis hakim berpendapat, terdakwa setidaknya bertanggung jawab karena kapasitasnya sebagai kepala dinas maupun sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) dana dekonsentrasi," tegas Frederik Daniel.
Mengutip keterangan saksi ahli dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTT, Damang Wismadi, majelis hakim menegaskan, Conterius seharusnya dapat mencegah terjadinya SPPD fiktif bila dia memantau dan mengevaluasi perjalanan dinas yang dilakukan bawahannya.
Namun yang terjadi, SPPD yang dilakukan tidak sesuai dengan prosedur, yakni blangko perjalanan dinas disengajakan kosong dan nama-nama pegawai yang melakukan perjalanan dinas baru ditulis oleh Kasubag Keuangan, Yeni Emilia. Kebijakan ini, demikian majelis hakim, dilakukan berdasarkan arahan dari terdakwa yang disampaikan dalam rapat pimpinan.
Berdasarkan keterangan para saksi dalam persidangan sebelumnya, majelis membeberkan, dari 251 kali SPPD fiktif, ditemukan kerugian keuangan negara lebih dari Rp 713 juta. Sebagian dana ini digunakan untuk membiayai sejumlah program dan bantuan yang tidak dialokasikan dalam anggaran resmi, misalnya biaya pembuatan papan nama narkoba, biaya pemasangan telepon flexi, pembuatan taman, biaya operasional pemeriksaan Banwasda dan bantuan lainnya.
Usai membacakan amar putusan, Sugiharto menanyakan Conterius tanggapannya. Setelah berkonsultasi dengan penasehat hukumnya, Lorens Mega Man, dan John Rihi, kepada majelis hakim, Conterius mengatakan menerima putusan ini. Sedangkan JPU, Tejo Sunarno menyatakan akan mempertimbangkan putusan ini dalam kurun waktu 14 hari sejak putusan dibacakan.
Untuk diketahui, sebelumnya JPU menuntut Conterius 18 bulan penjara, denda sebesar Rp 50 juta subsider 3 (tiga) bulan kurungan. Terhadap tuntutan ini, dalam nota pembelaannya, Conterius meminta keringanan hukuman kepada majelis hakim. (dar)
Pos Kupang edisi Kamis, 12 Maret 2009 halaman 1