Manajer itu prosa.
Pemimpin itu puisi.
Tuan pilih yang mana?
INGAT baik-baik angka ini. Satu, Dua dan Tiga. Bisa juga Tiga, Dua dan Satu. Formasinya masih boleh diobok-obok lagi. Misalnya, Satu, Tiga, Dua; Tiga, Satu, Dua; Dua, Satu, Tiga. Pokoknya terserah. Asal jangan sebut salah Dua, Tiga dan Empat atau Lima, Enam dan Tujuh.
Sekali lagi ingat 1, 2 dan 3 saja. Dan, pilih salah satu! Boleh pilih 1, pilih 2 atau pilih 3. Pilih semua tidak dianjurkan karena itu merupakan pilihan yang sia-sia. Nah, pusing kan mengutak-atik angka seperti di atas? Mau bilang apa, demokrasi pada akhirnya toh berurusan dengan angka dan jumlah.
Setelah jedah hampir delapan pekan, tuan dan puan kembali berurusan dengan angka. Setelah hampir dua bulan larut dalam hingar-bingar janji, kenyang mengecapi paparan visi dan misi, debat dan diskusi, perang kata-kata dan perang urat syaraf, sudah hampir tiba waktunya kita mencentang angka.
Tapi baik kiranya tuan dan puan hening sejenak dulu. Luangkan waktu untuk silentium magnum guna menimbang-nimbang angka mana yang hendak dicentang pada hari H pilpres, 8 Juli 2009. Sekadar saran, keheningan mesti dikelola dengan bijak. Jangan sekali-kali membiarkan diri hanyut dalam imajinasi yang melalang liar tiada batas. Hening yang sehat tak mesti pasif. Hening bukan berarti tanpa aktivitas budi dan hati dalam mencermati angka-angka tadi.
Dalam keheningan itu semoga tuan dan puan menemukan angka yang tepat. Toh angka Satu, Dua dan Tiga itu sarat makna. Itulah puncak pesta demokrasi memilih pemimpin. Tinggal dalam hitungan jam saja, kita anak-anak Ibu Pertiwi yang telah berhak memilih akan memilih pemimpin negeri untuk masa lima tahun ke depan.
Di bilik suara keberadaan kita tak lebih dari lima menit, tetapi hal itu sangat menentukan perahu Indonesia Raya berlayar pada hari-hari mendatang.
Salah pilih nakhoda perahu Indonesia bakal remuk redam dihempas gelombang zaman yang makin tak karuan. Keliru mencentang angka, menyesal kemudian tiada guna karena perahu Indonesia tak bergerak menuju dermaga tujuan.
Lalu siapakah pemimpin yang tuan cari? Ada banyak definisi. Sangat beragam pandangan dan teori. Para akademisi tentu lebih mahir dan ahli dalam hal ini. Buat beta, lagi-lagi ingin mengulang warisan Kanis Pari, salah seorang politikus terkemuka yang pada zamannya sangat menggairahkan demokrasi di beranda rumah Flobamora. Warisannya itu agaknya masih relevan hingga detik ini.
Kanis Pari atau lebih tersohor disapa Bung Kanis itu melukiskan pemimpin dan kepemimpinan sebagai Puisi dan Manajer adalah Prosa. Prosa dan Puisi tentu tak sama bukan? Bung Kanis lebih jauh menjelaskan maksudnya itu dalam buku suntingan sobatku, Jannes Eudes Wawa: Jangan Takut Berpolitik (Penerbit Bank Naskah Gramedia bekerja sama dengan Pakem, Jakarta 2004, hal 131).
Menurut Bung Kanis, tujuan seorang manajer adalah melaksanakan tugas dengan baik. Tujuan pemimpin melaksanakan sesuatu dengan tepat! Baik belum tentu tepat! Pemimpin menentukan arah yang tepat, menentukan kebijakan yang tepat. Meyakinkan secara tepat dan menggerakkan secara tepat ke arah sasaran.
Manajer berpikir tentang hari ini, esok dan lusa. Pemimpin berpikir sampai dengan hari sesudah lusa itu. Tugas pemimpin meyakinkan dan menggerakkan. Persuasi guna mobilisasi. Meyakinkan secara mantap dan mengarahkan (yang dipimpin) secara tepat arah.
Maka pemimpin mesti punya gambaran tentang sesuatu itu dan punya kapasitas untuk menghasilkan suatu tindakan. Ia menggaji para manajer untuk membantunya bekerja tetapi cuma dia yang cakap menentukan arah dan mengobarkan motivasi.
Sekarang silakan tuan dan puan periksa, siapa di antara ketiga pasangan calon presiden dan wakil presiden RI yang mendekati gambaran ideal tentang pemimpin itu? Yang mana puisi, yang mana prosa. Siapa yang sudah terbukti mampu, siapa yang sekadar omong-omong doang, dan siapa yang tidak begitu jelas?
Sebagai anak bangsa Indonesia beta bangga akan perkembangan demokrasi di ini negeri. Banyak kekurangan tetapi perkembangan hari ini sungguh luar biasa bila dibandingkan sepuluh tahun atau limabelas tahun silam. Dulu kita beli kucing dalam karung. Bahkan tuan dan puan yang empunya kedaulatan tidak diberi tempat nan elok dalam memilih pemimpin. Tuan dan puan cuma diwakili!
Kini sungguh menyenangkan karena puan pilih sendiri sesuai selera. Dan, selera tak boleh diperdebatkan. Kucing yang kita mau beli pun jelas warna bulunya, kita sudah tahu cara dia mengeong, menerjang, mencakar dan menggigit.
Tuan tentunya sudah kenal kira-kira kucing mana bergaya total football alias serangan total atas lawan-lawannya. Mana kucing berwatak jinak-jinak merpati. Murah senyum, kaya tawa tapi diam-diam mencakar dari belakang. Mana kucing yang otaknya berisi. Dapat diandalkan meski agak malu-malu kucing!
Sekarang berkat liputan media massa yang sangat terbuka serta kemajuan teknologi informasi nyaris tiada lagi yang ditutup-tutupi. Konstituen tahu siapa pemimpin, siapa manajer, siapa sekadar kepala yang diangkat dengan SK (Surat Keputusan). Pemimpin sejati tanpa SK pun aura kepemimpinannya tetap bening. Jadi ingat saudara-saudariku sekampung dan sehalaman, pilih Satu, pilih Dua atau Tiga. Golput tidak kuanjurkan. Selamat mencontreng! (dionbata@yahoo.com)
Pos Kupang edisi Senin, 6 Juli 2009