LEWOLEBA, PK -- Dugaan pembentukan 41 kelompok nelayan fiktif di Lembata untuk menerima dana bantuan Departemen Kelautan dan Perikanan pusat semakin terkuak kebenarannya. Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Lembata bakan tidak memiliki dan menyimpan data-data keberadaan kelompok nelayan yang menerima bantuan dana Rp 2,9 miliar itu.
Sesuai audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTT, kerugian negara dalam pengelolaan proyek tersebut mencapai Rp 2 miliar.
Informasi yang dihimpun Pos Kupang di Lembata, kelompok nelayan dadakan alias fiktif itu dimanipulasi pejabat dan oknum tertentu di DKP Lembata untuk kepentingan pencairan dana bantuan proyek tahun 2007 (bukan 2008) itu.
Kepala DKP Lembata, Kedang Paulus, S.Pi, M.Si mengatakan, DKP Lembata tidak memiliki data apa pun mengenai kelompok nelayan dalam proyek tersebut. Dia mengatakan sudah berulangkali meminta data itu kepada mantan Kepala DKP, Ir. Edy Sanyoto maupun staf di DKP yang terlibat dalam pengelolaan proyek itu, namun sampai setahun dia menjabat kepala DKP, data itu belum juga diberikan.
"Sampai hari ini tidak ada laporan tentang data itu kepada saya. Awal tahun 2009 bertugas di dinas ini, saya sudah minta berulang-ulang, di rapat staf dan apel, tetapi tidak pernah diberikan. Saya minta kepada Pak Edy, juga tak dikasih. Staf yang terlibat urus pembentukan kelompok nelayan, saya sudah minta, dia bilang ada di Pak Edy," tandas Paulus menjawab Pos Kupang di kantornya, Rabu (20/1/2010).
Karena itu, apakah kelompok nelayan yang dibentuk itu masih melakukan budidaya rumput laut sebagaimana sasaran kucuran dana bantuan dalam proyek dimaksud, DKP Lembata juga tidak mengetahuinya. "Kami sama sekali tidak tahu. Mau cari tahu kemana, kami tidak punya data apa pun," kata Paulus.
Dikatakannya, kelompok nelayan rumput laut yang dimiliki DKP hanya kelompok penerima bantuan dana yang bersumber dari DAK (dana alokasi khusus) dan kelompok usaha swadaya. DKP tahu betul keberadaannya dan aktivitasnya, tetapi data kelompok nelayan bentukan tahun 2007 itu sama sekali tidak dimiliki dinas. "Kelompok yang terima DAK dan swadaya itu kami bina terus," katanya.
Paul menambahkan pada12 November 2009, beberapa waktu setelah dia dilantik menjabat Kadis DKP, dia didatangi Yohanes Ganu Maran, pimpinan PT Mitra Timor Raya menawarkan pembentukan kelompok baru untuk menerima bantuan, namun tawaran itu ditolaknya. Dia menyarankan kepada Ganu Maran supaya menyelesaikan masalah pokdakan (kelompok dadakan) sebelumnya.
Demikian halnya ketika pemeriksaan dari Irjen DKP Jakarta tahun 2009, dinas tidak mampu memperlihatkan jumlah dan keberadaan kelompok nelayan penerima bantuan dana dari pusat itu. Dinas minta bantuan pada mitra lokal PT Mitra Timor Raya di Lewoleba, Muhammad Saleh. Tim pemeriksa mendapatnya, namun dinas sama sekali tiak memilikinya.
Beberapa staf DKP Lembata, kepada Pos Kupang, menyatakan mereka mengetahui ada proyek bantuan benih rumput laut ketika belasan kolompok asal Ile Ape dan Nubatukan mendatangi DKP Lembata mempertanyakan pengelolaanya.
"Saat itu, baru kami tahu ada proyek. Kami semua di dinas ini juga pernah di-BAP (mauskdnya diperiksa, Red), kami katakan kami tidak tahu. Yang tahu proyek ini Pak Edy (mantan kadis), Pak Ibrahim Isre dan kepala tata usaha," ungkap seorang pegawai DKP.
Staf Direktorat Jenderal Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan RI, Ir. Kurniasih berserta dua anggotanya, pada Rabu siang kemarin memenuhi panggilan penyidik Kejari Lewoleba. Kedatangan mereka untuk dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus penyimpangan dana proyek pengadaan benih rumput laut. Sebelum bertemu Kajari Lewoleba, mereka sempat bertemu Kepala DKP Lembata, Kedang Paulus, di kantornya.
Pantauan Pos Kupang di Kejari Lewoleba kemarin, Kurniasih berada di ruang tamu Kepala Seksi Intelijen Kejari Lewoleba, Nur Akhirman, S.H, M.Hum. Belum diketahui, apakah mereka langsung dimintai keterangannya atau belum. (ius)
Pos Kupang, 21 Januari 2010 hal 1