Kredit Mobil, Argumen Karo Keuangan Lemah

KUPANG, PK -- Argumen Kepala Biro (Karo) Keuangan Setda NTT, Obaldus Toda mengenai kebijakan peminjaman dana APBD dari pos pembiayaan berupa kredit kendaraan yang berlangsung sejak tahun 2003 untuk PNS golongan I, II, III dan kepada anggota DPRD, sangat lemah.

Hal ini disampaikan Dr. Yohanes G Tuba Helan, S.H, M.H saat ditemui Pos Kupang di ruang kerjanya, Sabtu (22/5/2010). Menurut Helan, argumen yang disampaikan Karo Keuangan sangat lemah, karena didasarkan pada sesuatu kebiasaan yang sudah lama dijalankan.

"Kalau hal itu tidak didukung dan disetujui rakyat banyak, maka kebiasaan itu harus dirubah atau direvisi," tegas Helan.

Helan membeberkan kelemahan itu. Pertama, penggunaan dana publik kepada perorangan khususnya kepada PNS dan anggota DPRD sangat bertentangan dengan prinsip penggunaan keuangan negara. Kedua, pemerintah daerah harus lebih kreatif menggali sumber pendapatan daerah, bukan berharap dari pengadaan kendaraan, sehingga dapat memperoleh PAD dari pajak kendaraan tersebut.

"Pemerintah daerah yang meningkatkan pendapatan daerah dengan mendatangkan kendaraan bagi PNS dan anggota dewan dengan jumlah terbatas, penambahan pendapatannya sangat tidak signifikan," jelas Helan.

Di lain pihak, kata Helan, dengan menambah jumlah kendaraan bermotor, sangat bertolak belakang dengan upaya mengurangi pemanasan global. Karena dengan menambah kendaraan mengakibatkan polusi dan memicu terjadinya pemanasan global.

Mengenai kebijakan ini sudah diasistensi dan disetujui kementerian dalam negeri, Helan menjelaskan, pernyataan itu sangat bertentangan dengan prinsip demokrasi. Nilai-nilai demokrasi sangat jelas mengatakan, persetujuan itu harus datang dari rakyat. Kebijakan ini bukan merupakan aspirasi rakyat sehingga harus dipertimbangkan. "Kalau disetujui pemerintah tingkat atas dan tidak disetujui rakyat, maka kehendak rakyatlah yang diikuti," tegas Helan.

Secara demokrasi, rakyat menghendaki penggunaan anggaran itu untuk kepentingan publik, seperti perbaikan sarana kesehatan, pendidikan, jalan, air bersih, dan sebagainya. Tetapi hanya karena disetujui menteri dalam negeri dan pemerintah menjalani, maka pemerintah telah mengesampingkan aspirasi atau kehendak rakyat. Pemerintah harus memahami vox populi vox dei, suara rakyat adalah suara Tuhan. Apabilah tidak didengarkan maka pemerintah sangat tidak demokratis.

Soal mengurangi kendaraan plat merah dan menghemat bahan bakar, menurut Helan, pemerintah daerah tidak memiliki kewajiban menyediakan kendaraan bermotor yang berplat merah, atau memberikan kredit seperti kepada anggota dewan. Kalau ada anggaran mendatangkan kendaraan tersebut, harus dipertimbangkan untuk lebih mengutamakan kepentingan rakyat, karena rakyat lebih membutuhkan. "Rakyat lebih butuh sandang, pangan dan papan, bukan kendaraan bermotor," kata Helan.

Menurut Kepala Ombudsman Wilayah NTT dan NTB, alasan mengenai kebijakan ini tidak merugikan rakyat, sangat tidak tepat. Apabila ditinjau dari segi ekonomi, mungkin dapat dibenarkan karena uang itu dikembalikan. Tetapi dari segi sosial, mengalokasikan dana publik untuk membeli kendaraan pribadi, berarti mengesampingkan kebutuhan rakyat. Hal ini sangat merugikan rakyat.

Alo Yakob, warga Perumahan Lopo Indah Permai, Kolhua yang menghubungi Pos Kupang, Sabtu (22/5/2010), mengatakan, argumentasi Karo Keuangan Setda NTT, Obaldus Toda hanya berkelit. Yakob mempertanyakan, kredit untuk PNS tidak disalurkan secara merata ke semua SKPD dengan mata anggaran yang jelas. PNS, kata Yakob, mengabdi untuk masyarakat puluhan tahun tapi tidak diberi kemudahan kredit dengan bunga kecil. Sementara DPRD NTT yang hanya lima tahun diberikan fasilitas kredit dengan bunga ringan. (hh/gem)

Pos Kupang 23 Mei 2010 halaman 14
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes