Kredit Mobil Untuk Perkuat PAD

KUPANG, PK -- Kebijakan peminjaman dana APBD kepada pegawai negeri sipil (PNS) dan anggota DPRD NTT dalam bentuk kredit kendaraan, sudah berlangsung sejak 2003. Dana itu dari pos pembiayaan yang dipersiapkan untuk memperkuat PAD (pendapatan asli daerah) yakni pajak kendaraan.

Demikian penjelasan Kepala Biro (Karo) Keuangan Setda Propinsi NTT, Obaldus Toda usai mengikuti sidang bersama Badan Anggaran DPRD NTT, Jumat (21/5/2010).
Dia mengatakan bahwa dana yang diambil untuk dipinjamkan itu dari pos pembiayaan.

Kebijakan tersebut, jelasnya, sudah berlangsung sejak tahun 2003 untuk kredit kendaraan roda dua bagi PNS golongan I, II dan III serta roda empat untuk pejabat eselon II dan III. Sejak 2009, ada kebijakan memberikan pinjaman kepada anggota DPRD NTT.

Toda mengatakan, pos pembiayaan itu disiapkan untuk memperkuat pendapatan asli daerah (PAD). Sebab selama ini PAD NTT hanya bersumber dari Bank NTT. Perusahan Daerah (PD) Flobamor yang diharapkan, ternyata tidak mampu menyumbang pemasukan untuk PAD. Karena itu sejak tahun 2003 dicari alternatif pendapatan dengan menyediakan pos anggaran untuk kredit kendaraan. Selain uangnya dikembalikan, keberadaan kendaraan di daerah ini juga untuk meningkatkan pendapatan dari pajak kendaraan bermotor.

Toda menegaskan, pos pembiayaan dalam APBD sudah terstruktur dan sudah diasistensi oleh Kementerian Dalam Negeri.

Kebijakan menggenjot PAD melalui kredit kendaraan itu tidak merugikan masyarakat. Kebijakan itu untuk penguatan kapasitas fiskal daerah. Untuk masyarakat atau kelompok masyarakat, katanya, disiapkan dan LUEP dan koperasi.

Toda mengatakan, peminjaman dana APBD untuk kredit mobil bagi anggota DPRD NTT, untuk mengurangi kendaraan plat merah yang cost-nya tinggi dan memudahkan pertanggungjawaban aset. Untuk itu pemerintah memandang perlu memberikan bantuan dengan jaminan. Untuk 38 anggota Dewan yang menggunakan dana itu, jaminnannya adalah gaji.
Keuntungannya, kata Toda, selain PAD, pemerintah tidak menyiapkan bahan bakar dan kemungkinan membuka lapangan kerja bagi sopir.

Pemerintah, katanya, tidak menyiapkan dana untuk operasional kendaraan itu karena kendaraan itu adalah milik pribadi anggota dewan. Semua biaya yang terkait dengan kendaraan menjadi tanggung jawab anggota dewan yang bersangkutan. Dengan demikian, lanjut Toda, pemerintah menekan efisiensi biaya. Dana itu tidak hilang karena dikembalikan dalam waktu empat tahun. Jika dalam perjalanan anggota yang bersangkutan berhalangan tetap atau di-PAW partainya, ahli waris berkewajiban melunasi kredit itu. Hal itu, katanya, sudah diatur dalam perjanjian kredit.

Ditanya soal regulasi, Toda mengatakan, dari nomenklatur yang diambil tidak menyalahi regulasi. Sejak tahun 2003, pos pembiayaan itu selalu diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), namun tidak dikategorikan temuan atau pelanggaran.

Dengan demikian, katanya, kebijakan pemerintah itu tidak menimbulkan dampak hukum. Pos anggaran itu, katanya, sudah disetujui Mendagri saat asistensi.
Ditanya soal aturan yang melarang APBD tidak dipinjamkan kepada pihak ketiga, Toda mengatakan, dalam pemeriksaan BPK tidak ada masalah, karena kasnya kembali. Di daerah lain aparat penegak hukum menangkap, karena anggaran yang diambil tidak ada dalam pos pembiayaan atau belanja.

Dana yang digunakan untuk kredit mobil dewan, kata Toda, jelas tercantum di pos pembiayaan jadi tidak ada masalah.

Dalam perbicangan dengan wartawan, anggota DPRD NTT, Somi Pandie mengaku berani mengkredit mobil yang difasilitasi pemerintah itu karena dananya dikembalikan melalui pemotongan gaji. "Mobil itu kami beli dari gaji. Gaji kami dipotong langsung oleh bendahara untuk disetor ke kas daerah, jadi kami jangan disalahkan. Kalau mind set orang sudah katakan kami salah, biar dijelaskan bagaimana pun kami tetap salah," kata Somi. (gem)

Pos Kupang 22 Mei 2010 halaman 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes