Tidak Benar Dana Publik untuk Kepentingan Privat

KUPANG, PK -- Pemanfaatan dana publik untuk kepentingan privat para anggota DPRD NTT tidak dibenarkan dari sisi aturan. Karena itu aparat hukum seharusnya sudah bisa memroses kasus peminjaman dana APBD NTT tahun 2010 sekitar Rp 7,6 miliar untuk para anggota DPRD NTT membeli mobil.

"Dana APBD NTT atau pun APBN, itu dana publik. Itu uang rakyat. Jadi pemanfaatannya untuk kepentingan publik, tidak boleh untuk kepentingan pribadi," tandas Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT dan NTB, Dr. Yohanes G Tuba Helan, S.H, M.H, Kamis (20/5/2010).

Doktor Tuba Helan dimintai pendapatnya mengenai ramai-ramainya para anggota DPRD NTT meminjam dana ke Pemprop NTT untuk membeli mobil. Sejauh ini belum diketahui apakah para anggota dewan yang berinisiatip untuk meminjam uang ke Pemprop NTT, ataukah inisiatif Pemprop NTT untuk membantu para wakil wakyat itu dengan kredit lunak.

"Benar bahwa pemerintah bukan lembaga keuangan. Kalau ada pegawai atau anggota Dewan yang mau pinjam uang, suruh saja pinjam ke bank. Pemerintah bisa menjalin kerja sama dengan bank, bisa memfasilitasi itu, tapi jangan ambil uang dari APBD untuk beri kredit orang. Itu uang publik. Dana APBD itu bukan untuk cari bunga," tegas Tuba Helan usai diskusi terbatas di ruang rapat Redaksi SKH Pos Kupang, kemarin.

Dia menjelaskan bahwa apabila yang dibeli itu adalah mobil dinas, maka penggunaan dana APBD untuk itu dibenarkan. Pengadaan mobil dinas dikategorikan kepentingan publik, sebab dipergunakan untuk urusan kedinasan menyangkut pelayanan publik.

"Kalau mau beli mobil dinas, itu pun pemanfaatan dana APBD harus ada mekanismenya yaitu ditenderkan, bukan ambil uang langsung bayar di dealer mobil," katanya.

Dia menjelaskan bahwa dana APBD bisa "dipinjamkan" dalam konteks membantu masyarakat dalam bentuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. "Kalau diberikan kepada masyarakat untuk pemberdayaan ekonomi berupa penguatan modal usaha misalnya, itu baru kepetingan publik. Jadi bukan untuk kepentingan privat. Para anggota dewan itu kan meminjam dalam kapasitas pribadi dan yang dibeli kan mobil plat hitam. Itu privat, kepentingan pribadi. Jangan ambil dana publik, sebab itu uang rakyat," katanya.

Dosen Fakultas Hukum Undana Kupang ini juga mengeritik para anggota dewan. "Jadi saya menentang itu. Kalau tahu di dewan tidak ada mobil, kenapa mau ke sana? Jadilah kontraktor biar bisa beli mobil," pungkasnya.


Sementara itu, anggota DPRD Kabupaten Sikka periode 2004-2009, Gabriel Pareira juga mengeritik keras sikap anggota DPRD NTT yang meminjam dana APBD untuk membeli mobil pribadi.

"Itu korupsi. Kenapa pemerintah tidak arahkan saja pinjam ke bank, baru cicil dari gaji. Kami dulu di DPRD Sikka juga begitu, pinjam di bank baru cicil dengan cara potong gaji. Kalau pinjam uang dari APBD, itu sudah korupsi," tegas Gabriel yang menelepon Pos Kupang dari Maumere, semalam.

Sebagaimana diberitakan, sekitar Rp 7,6 miliar dana APBD yang dipinjamkan kepada 38 anggota DPRD NTT itu bukan dari pos anggaran untuk DPRD NTT, melainkan dari pos anggaran pemerintah.

Dana sebesar itu dipinjamkan pemerintah kepada para anggota dewan dalam bentuk pinjaman lunak dimana tiap anggota dewan dialokasikan plafon pinjaman Rp 200 juta/orang. Setiap bulan pengembalian pinjaman antara Rp 4,7 sampai Rp 5 juta selama 40 bulan.

Mekanisme pemanfaatan pinjaman, para anggota dewan langsung memilih mobil yang dijual dealer mobil dan memberitahu harganya kepada pemerintah (Setda NTT) dan selanjutnya pemerintah membayar ke dealer mobil. Setelah itu anggota dewan mencicil sesuai harga mobil yang dikehendaki. (amy)

Pos Kupang 21 Mei 2010 halaman 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes