ilustrasi |
Ternyata Briptu Joko masih hidup. Ia ditemukan warga dalam kondisi pingsan dengan tubuh penuh tusukan dan sayatan senjata tajam di teras sebuah masjid di Kubang Raya, Siak Hulu, Selasa (13/11/2012) subuh. Yang mengejutkan delapan pelaku yang terdiri dari tiga anggota Kepolisian RI (Polri), empat anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan seorang warga sipil, diduga terkait mafia narkoba. Saat menganiaya Joko mereka diketahui mengonsumsi narkoba jenis sabu-sabu.
"Semua ini terjadi gara-gara narkoba. Saya akan tindak tegas walaupun itu anggota (polisi dan tentara). Mafia narkoba harus diberantas habis," tegas Kepala Kepolisian Resor Kota (Polresta) Pekanbaru Kombes Adang Ginanjar kepada wartawan.
Narkoba memang membawa sengsara. Narkoba membuat akal sehat terkalahkan oleh napsu sesaat. Lebih memilukan lagi peredaran narkoba di Indonesia telah menembus seluruh elemen masyarakat tanpa kecuali. Lembaga kepolisian yang berperan strategis dalam memberantas penyakit sosial tersebut malah tersusupi mafia narkoba. Oknum-oknum anggota kepolisian kita justru terjebak menjadi pengedar sekaligus konsumennya.Demikian pula dengan institusi TNI yang tugas pokoknya menjaga kedaulatan dan kehormatan bangsa.
Tentu saja kita tidak menggenelisir bahwa institusi kepolisian dan TNI sudah terjangkit mafia narkoba di Indonesia. Kasus di Pekanbaru merupakan tindakan oknum yang berseragam polisi dan TNI. Namun, peristiwa tersebut secara tidak langsung ikut mencoreng citra Polri dan TNI. Dengan demikian mesti menjadi komitmen bersama bahwa institusi Polri dan TNI harus steril dari praktik busuk tersebut. Sudah seharusnya tidak ada toleransi terhadap oknum anggota Polri dan TNI yang terbukti mengonsumsi narkoba atau terlibat sebagai pengedar.
Oknum-oknum tersebut tidak pantas lagi memikul tanggung jawab sebagai abdi masyarakat dan abdi negara. Mereka perlu diproses hukum dan mendapat hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.
Peristiwa di Pekanbaru merupakan pelajaran berharga bagi pimpinan Polri di manapun berada termasuk di Sulawesi Utara agar tidak main-main dengan narkoba. Sebelum mengedukasi masyarakat untuk menjauhi narkoba, secara internal Polri harus bersih dulu dari praktik laknat tersebut. Tidak boleh terjadi justru anggota Polri terlibat aktif sebagai pengedar atau pengguna narkoba. Kalau sudah demikian, apa yang bisa kita harapkan? Polri dan TNI berkewajiban memberi teladan yang baik kepada masyarakat.
Kisah penganiayaan sadis dan brutal yang menimpa Briptu Joko Bobianto oleh sesama rekannya anggota polisi serta anggota TNI hendaknya tidak terjadi lagi di negeri ini. Penganiayaan itu selain memalukan juga menjadi preseden buruk dalam upaya membangun citra Polri dan TNI yang profesional. (*)
Sumber: Tribun Manado 15 November 2012 hal 10