Hugo Chavez (AFP) |
MUNCUL reaksi beragam terhadap meninggalnya Presiden Venezuela Hugo Chavez dari para pemimpin dunia. Sebagian menyatakan berita duka ini sebagai musibah, sementara lainnya menganggapnya sebagai pintu masuk agar negara itu meninggalkan bayang-bayang pemerintahan sosialis Chavez.
Sosok Chavez dipandang oleh sebagian pengagumnya sebagai pemimpin heroik dan tegas memilih berseteru dengan AS serta menasionalisasikan perusahaan minyak, sementara sebagian lain menganggapnya sebagai diktator.
Dari Bolivia, negara yang juga berhaluan kiri, Presiden Evo Morales, yang menjadi salah satu sekutu terdekat Chavez, menyatakan bahwa ''Chavez justru lebih hidup dari sebelumnya''.
Morales yang berurai air mata juga mengatakan, ''Chavez akan terus menjadi inspirasi bagi siapa pun yang berjuang menuju kebebasan.''
Di Nikaragua dan Argentina, keduanya sekutu Chavez di Benua Amerika, para pemimpin kedua negara juga menyatakan dukacita dan rasa kehilangan mereka.
Sementara di Kuba, negara yang selama ini menjadi tempat merawat sakit kanker Chavez dan juga menerima bantuan bernilai jutaan dollar dari penghasilan minyak Venezuela, kepergian Chavez menimbulkan kekhawatiran akan terjadi dampak negatif di negeri pulau itu.
'Pukulan yang sangat berat... Sekarang saya bertanya-tanya, bagaimana nasib kami selanjutnya?'' kata Maite Sierra, seorang warga Havana berumur 72 tahun, seperti ditulis kantor berita Associated Press.
Dari Amerika Serikat, pernyataan dukacita Presiden Barack Obama dari gedung ditulis dalam dalam dua kalimat yang tak secara jelas menyebut perseteruan antar-dua pihak selama bertahun-tahun Chavez memerintah Venezuela.
"Amerika Serikat memperkuat dukungannya kepada rakyat Vezeluela," demikian bunyi pernyataan itu. Presiden Obama juga menyebut kematian Chavez menjadi saat yang sulit bagi Venezuela, tetapi juga menjadi momentum untuk sebuah "bab baru dalam sejarahnya untuk menegakkan prinsip demokrasi, hak asasi, dan aturan hukum".
Di jalanan di komunitas Venezuela di negara bagian Florida, AS, berita kepergian Chavez disambut dengan lambaian bendera dan sorak-sorai. "Dia pergi!" kata sekumpulan orang yang mengaku gembira dengan meninggalnya pemimpin Venezuela itu setelah hampir satu setengah dekade Chavez menggenggam kekuasaan yang dipandang nyaris mutlak di negerinya.
"Kami bukannya gembira karena dia meninggal," kata Ana San Jorge, 37, warga setempat. Di tengah kerumunan warga yang berkumpul di pinggir kota Miami di Doral, Jorge menyebut, "Kami gembira merayakan terbukanya pintu baru harapan untuk perubahan."
Bintang film Hollywood yang juga dikenal karena aksi kemanusiaannya, Sean Penn, menyatakan berdoa untuk Chavez setelah mendengar berita kematiannya. Menurut Penn banyak kebaikan pria yang sempat mengidap kanker itu yang tak tersiar di AS.
Anak Seorang Guru
Hugo Chavez lahir di Barinas, wilayah datar di Venezuela barat daya, pada tanggal 28 Juli 1954. Ia merupakan anak ketiga dari tujuh anak pasangan guru.
Di masa kanak-kanak, Chavez menjadi putra altar yang sangat menyukai bisbol. Kesukaan pada olahraga itu bahkan dipakai untuk meyakinkan rakyat bahwa Chavez baik-baik saja saat kondisi kesehatan pimpinan mereka menurun drastis. Televisi pemerintah berulang kali menayangkan permainan Chavez menangkap bola dengan menteri luar negerinya.
Menginjak dewasa, Chavez masuk Akademi Militer Venezuela, dan mencapai pangkat letnan pada tahun 1975. Ia bergabung dengan kesatuan lintas udara dan pangkatnya naik hingga menjadi letnan kolonel.
Langkah pertama politiknya terbuka saat Chavez mendirikan Gerakan Revolusioner Bolivarian, atau MBR-200, pada tahun 1982. Satu dekade kemudian, pada tanggal 4 Februari 1992, ia memimpin pemberontakan militer yang gagal terhadap Presiden Carlos Andres Perez. Tahun itu pula ia tampil pertama di depan publik lewat kamera televisi.
"Saudara-saudara sebangsa, sayang untuk saat ini tujuan kita tidak tercapai di ibu kota," katanya. "Kita di Caracas tidak berhasil merebut kekuasaan. Sekarang saatnya untuk menghindari pertumpahan darah lebih lanjut. Sekarang adalah waktu untuk merenungkan situasi baru yang akan datang," ujarnya waktu itu.
Chavez mendekam dua tahun di penjara sebelum Presiden Rafael Caldera memberinya amnesti.
Keluar dari penjara, Chavez membentuk sebuah partai politik baru, Gerakan Republik Kelima, yang membawanya pada kemenangan pemilihan presiden pada tahun 1998. Dalam kampanyenya yang berapi-api, ia menyalahkan partai-partai tradisional yang terlibat korupsi dan memunculkan kemiskinan.
Chavez menikah dan bercerai dua kali. Dia memiliki tiga anak dari istri pertamanya, Nancy Colmenarez, yakni Rosa Virginia, Maria Gabriela, dan Hugo Rafael.
Bertahun-tahun setelah bercerai dari istri pertama, ia menikahi Marisabel Rodriguez, dan memiliki seorang putri, Rosa Ines. Dia bercerai pada tahun 2003, dan Venezuela tidak memiliki ibu negara sejak saat itu.
Setelah memangku jabatan, Chavez memerintahkan menulis ulang konstitusi. Sebuah referendum pada Juli 2000 menegaskan berlakunya konstitusi baru, yang dicetak sebagai buku biru kecil oleh pemerintah dan digunakan Chavez sebagai dasar selama pidato-pidatonya.
Pada tahun-tahun berikutnya, Chavez yang karismatik kerap membanggakan lewat serangkaian kemenangan elektoral yang membuatnya nyaris tak terkalahkan.
Ia memenangkan pemilihan ulang pada tahun 2000, lolos pada pemilihan recall tahun 2004, dan memenangkan lagi masa jabatan enam tahun pada tahun 2006.
Chavez menjamin kemenangannya kembali pada bulan Oktober lalu, dan menggambarkan kemenangannya sebagai "pertempuran yang sempurna, dan benar-benar demokratis." Dia bahkan bersumpah untuk "menjadi presiden yang lebih baik setiap hari."
Tidak selamanya karier politik Chavez berjalan mulus. Pada bulan April 2002, terjadi kudeta singkat melawan Chavez. Namun, pemerintah sementara tidak bisa mengonsolidasikan kekuasaan, dan dalam waktu 48 jam, dengan bantuan militer, Chavez kembali berkuasa.
Walau berumur pendek, kudeta itu memiliki efek mendalam pada Chavez, yang memilih menjadi lebih otoriter sesudahnya.
Human Rights Watch menulis pada 2010 bahwa kudeta itu dijadikan dalih oleh Chavez untuk kebijakan yang melemahkan hak asasi manusia. "Diskriminasi atas dasar politik telah menjadi ciri dari Presiden Chavez," tulis laporan itu.
"Kadang-kadang, Presiden sendiri secara terbuka mendukung tindakan diskriminasi. Ia juga mendorong bawahannya untuk terlibat dalam diskriminasi dengan mengecam para kritikus sebagai anti-demokrasi dan konspirator kudeta, terlepas apakah mereka terkait kudeta tahun 2002 atau tidak," kata laporan itu.
Hambatan lain dihadapi Chavez setelah kudeta itu. Dari Desember 2002 sampai Februari 2003, terjadi pemogokan umum untuk menekan Presiden. Ekonomi terpukul, tapi Chavez membubarkan aksi tersebut.
Berikutnya, pada tahun 2004, oposisi mengumpulkan cukup tanda tangan untuk mengadakan referendum untuk me-recall Chavez. Namun sekali lagi, Presiden selamat.
Kebencian Chavez terhadap Amerika Serikat juga meningkat pada periode setelah kudeta singkat itu karena ia yakin Washington berada di balik semua itu.
Dalam salah satu penghinaan yang paling berkesan, Chavez menyebut Presiden AS George Bush sebagai iblis di hadapan Majelis Umum PBB pada tahun 2006. "Iblis datang ke sini kemarin. Bau belerangnya masih tercium hari ini," katanya.
Pada tahun 2007, Chavez kalah untuk kali pertama, dalam sebuah referendum mencari persetujuan reformasi konstitusional yang menyoroti kebijakan sosialisnya. Meskipun demikian, berkat Majelis Nasional yang berpihak kepadanya, Chavez mendapatkan beberapa tujuannya, termasuk bisa ikut pemilihan ulang secara tidak terbatas.
Pada tahun yang sama, Chavez membuat partai politik baru, Partai Sosialis Bersatu Venezuela, yang merupakan gabungan partainya dengan partai-partai kiri lainnya.
Lawan politiknya menuduh Chavez sebagai otoriter, populis, dan bahkan diktator karena telah mendorong reformasi konstitusi memungkinkan pemilihan ulang-tak terbatas.
Bersamaan dengan itu, Chavez makin sering menggunakan undang-undang untuk menekan lembaga penyiaran dan media yang anti kepadanya.
Di dunia internasional, Chavez juga dikenal lewat pernyataannya yang berani meski kadang-kadang aneh, bahkan lucu. Tahun lalu, misalnya, setelah beberapa pemimpin Amerika Latin didiagnosis menderita kanker, termasuk dirinya, ia menuduh Amerika Serikat berada di balik penyakitnya itu.
"Apakah aneh jika (Amerika Serikat) mengembangkan teknologi untuk menginduksi kanker, dan tak seorang pun mengetahuinya?" ujarnya.
Saat krisis kekurangan air melanda Venezuela tahun 2009, ia mendorong rakyat Venezuela agar mandi selama tiga menit saja.
Di samping kebenciannya terhadap AS, Chavez adalah orang yang meyakini bahwa "Konsensus Washington," model reformasi ekonomi dari Amerika Serikat untuk negara-negara berkembang, sudah berakhir.
Bersama dengan Kuba, Ekuador, Bolivia, Nikaragua, dan beberapa negara Karibia, Chavez membentuk Aliansi Bolivarian untuk Rakyat Amerika Kita (ALBA). Kelompok itu dimaksudkan untuk menandingi pengaruh AS di wilayah tersebut.
Sebagai presiden, Chavez memiliki ambisi yang jelas menjadi pemimpin regional dan internasional. Kini setelah ia meninggal, orang bertanya-tanya akan seperti apa Amerika Latin kelak. Tanpa Chavez dan segala sepak terjangnya, dunia pasti menjadi tempat yang berbeda.
Mewariskan Jati Diri Banga
Selama 13 tahun Chavez berkuasa, pers dunia cenderung melihat sisi ekstremnya, yakni sisi revolusionernya. Chavez menasionalisasi korporasi swasta, meredam oposisi, membungkam lawan dan musuh-musuhnya.
Akan tetapi, Chavez bukan seorang Presiden seperti almarhum mantan Presiden Filipina Ferdinand Marcos. Chavez tidak terdengar memperkaya diri melebihi batasan yang wajar. Dia juga bukan Husni Mubarak versi Mesir.
Ada sisi positif Chavez, yang menginspirasi banyak pemimpin lain di kawasan Amerika Latin, seperti Presiden Bolivia Ivo Morales dan Presiden Argentina Cristina Hernandez. Ada banyak lagi para pemimpin lain di kawasan yang mengagumi Chavez.
Adalah Fidel Castro, pemimpin Kuba, yang sejak lama telah menginspirasi Chavez. Ini terkait soal kemandirian dan jati diri bangsa,soal keinginan untuk terbebas dari penekanan para kapitalis yang berbasis di Washington dan New York, serta Eropa.
Adalah Chavez yang mengkristalkan inspirasi itu. Selama Perang Dingin dan selama kekuasaan AS yang begitu dahsyat, para pemimpin Amerika Latin ini selalu mendapat cap sebagai sosialis ekstremis. Kini Amerika Latin berkembang pesat secara ekonomi. Para pemimpin kawasan ini sibuk menyita aset-aset minyak dan gas yang selama ini dikuasai AS dan Eropa.
Chavez adalah pihak yang memulai itu secara nyata. Menurut data Bank Dunia, kemiskinan di Venezuela berkurang drastis. Keinginan untuk menghidupi warganya agar terhindari dari kemiskinan dia nyatakan walau belum tercapai secara sempurna.
Dia akhirnya meninggal setelah dua tahun berjuang melawan kanker. Namun, dia telah meninggalkan warisan berupa jati diri bangsa dan sikap seorang pemimpin yang peduli pada warga yang dia pimpin.
"Inilah sisi positif yang diwariskan Chavez," kata Michael Shifter, Presiden Inter-American Dialogue, sebuah lembaga yang bermarkas di Washington, seperti dikutip CNN, Selasa (5/3/2013).
Hal serupa dikatakan pengamat lain. "Chavez telah memberi identitas jelas dan rasa harga diri kepada orang-orang yang selama ini terabaikan," kata Jennifer McCoy, Direktur Americas Program at the Carter Center, di Atlanta, AS.
Tonggak Penting
Berikut ini adalah sejumlah peristiwa penting dalam kehidupan Hugo Chavez, yang memerintah Venezuela dari tahun 1999-2013. Chavez (58 tahun) meninggal Selasa (5/3/2013) pada pukul 16.25 waktu setempat(atau Rabu 6 Maret 2013 sekitar pukur 04.00 Wita di sebuah rumah sakit militer di Caracas.
28 Juli 1954: Lahir di Sabaneta di negara Barinas, Venezuela, sebagai salah satu dari enam anak pasangan Hugo de los Reyes Chavez dan Elena Friaz.
1975: Lulus dari Akademi Militer Venezuela sebagai letnan dua dan dengan gelar di bidang seni dan ilmu militer, dengan spesialisasi di bidang komunikasi.
1982: Membentuk kelompok subversif Bolivarian Army 200 (EB-200) bersama sejumlah perwira militer lainnya selagi bertugas di tentara nasional.
1989: Langkah penghematan Presiden Carlos Andres Perez memicu kerusuhan. Dalam kerusuhan itu, tentara membunuh ratusan demonstran. Kerusuhan itu dikenal sebagai "Caracazo," titik awal bagi gerakan politik Chavez.
1989: EB-200 menjadi MBR-200, sebuah kelompok militer-sipil yang kemudian memimpin sebuah kudeta yang gagal pada Februari 1992.
1990: Meraih pangkat letnan kolonel. Meraih gelar master dalam ilmu politik dari Universitas Simon Bolivar.
Februari 1992: Memimpin kudeta militer terhadap Presiden Carlos Andres Perez. Kudeta itu gagal dan dia dipenjara selama dua tahun.
November 1992: Sebuah upaya kudeta militer yang lain dan kembali gagal. Chavez memainkan peran walau dia berada di penjara.
1994: Setelah dua tahun penjara, Presiden Rafael Caldera memerintahkan pembebasan Chavez.
6 Desember 1998: Memenangkan pemilihan presiden lawan mantan Miss Universe dengan perolehan suara 56 persen.
15 Desember 1999: Venezuela menyetujui konstitusi baru yang diusulkan gerakan Chavez.
30 Juli 2000: Memenangkan pemilihan presiden kedua dengan suara 60 persen.
11-13 April, 2002: Digulingkan dari kekuasaan oleh kudeta militer selama dua hari. Dia kembali ke kekuasaan setelah ada kecaman internasional dan pendukungnya menuntut dia kembali. Ia meminta maaf atas kesalahan dan menawarkan untuk membuka dialog dengan oposisi. Ia menyalahkan AS karena mendukung kudeta.
Desember 2002: Oposisi memulai pemogokan umum selama dua bulan untuk menuntut Chavez turun. Aksi mogok itu melumpuhkan produksi minyak negara itu. Lebih dari 18.000 pekerja sektor perminyakan negara itu diberhentikan.
2003: Meng-install kontrol mata uang dan kontrol harga barang kebutuhan pokok.
Agustus 2004: Memenangkan referendum yang dikehendaki oposisi.
2004: Memulai Alba, sebuah aliansi politik negara-negara Amerika Latin, dengan Venezuela dan Kuba sebagai anggota pertama.
2006: Berbicara di Majelis Umum PBB. Ia menyebut Presiden AS George W Bush "setan".
3 Desember 2006: Memenangkan pemilihan presiden untuk periode enam tahun kedua dengan suara 63 persen.
2007: Nasionalisasi CA Nacional Telefonos de Venezuela, perusahaan telepon terbesar negara itu, dan CA Electridad de Caracas, perusahaan listrik terbesar di Venezuela.
10 Januari 2007: Disumpah lagi sebagai presiden. Saat itu, ia menyatakan di parlemen bahwa ia akan memimpin Venezuela menuju sosialisme abad ke-21 dan mengucapkan kalimat, "Sosialisme atau mati".
Mei 2007: Mencabut izin penyiaran jaringan televisi oposisi RCTV. Tindakannya itu memprovokasi protes jalanan oposisi.
2 Desember 2007: Kalah dalam referendum amandemen konstitusi yang akan menghilangkan batasan masa jabatan.
17 Februari 2009: Memenangi referendum untuk mengamandemen konstitusi, yaitu menghilangkan batasan masa jabatan untuk semua pejabat publik.
Mei 2011: cedera lutut di sela-sela tur regional.
Juni 2011: Terungkap dari Kuba bahwa ia sedang dirawat karena kanker setelah para dokter menemukan tumor ganas di daerah pinggulnya pada awal bulan itu.
Juli 2011: Memulai putaran pertama kemoterapi untuk mengobati kanker.
Februari 2012: Menjalani operasi ketiga untuk kanker setelah tumor kedua ditemukan.
Maret 2012: Mengumumkan bahwa dokter mengeluarkan tumor kanker lain dari daerah pinggulnya. Dikatakan bahwa penyakit itu belum menyebar.
Maret 2012: Menerima sesi pertama terapi radiasi.
Juli 2012: Mengatakan dia "benar-benar bebas" dari kanker saat kampanye presiden dimulai.
7 Oktober 2012: Memenangi periode enam tahun ketiga dengan perolehan suara 55 persen melawan mantan Gubernur Henrique Capriles Radonski.
11 Oktober 2012: Menunjuk Menteri Luar Negeri Nicolas Maduro sebagai wakil presiden.
8 Desember 2012: Kembali dari Kuba dan mengatakan kanker kembali muncul.
10 Desember 2012: Chavez terbang kembali ke Kuba untuk perawatan lebih lanjut. Ini terakhir kali ia terlihat di depan umum.
11 Desember 2012: Chavez menjalani operasi enam jam. Maduro mengatakan, operasi itu "kompleks", dilaksanakan seperti yang direncanakan dan sukses.
29 Desember 2012: Maduro terbang ke Kuba untuk mengunjungi Chavez. Hari berikutnya ia mengatakan Presiden menderita "komplikasi baru" sebagai hasil infeksi pernapasan, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
10 Januari 2013: Chavez tidak dapat kembali ke Caracas untuk mengikuti upacara pelantikan guna memulai periode enam tahun ketiganya sebagai presiden. Sehari sebelumnya, Mahkamah Agung mengatakan upacara itu hanya formalitas dan bahwa Chavez tetap kepala negara.
15 Februari 2013: Pemerintah Venezuela menerbitkan foto-foto Chavez bersandar di ranjang rumah sakit Havana bersama putri-putrinya, membaca koran Kuba, Granma. Presiden bernapas melalui tabung trakea. Demikian kata pemerintah.
18 Februari 2013: Chavez kembali ke Caracas setelah lebih dari dua bulan di Kuba. Ia langsung dibawa ke rumah sakit militer. Kedatangannya tidak disiarkan.
5 Maret 2013: Chavez meninggal pada pukul 16.25 waktu setempat.
Sumber: Kompas.Com