Ella: Facebook Itu Apa?

NEGARA Indonesia sudah lama merdeka. Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) juga sudah maju pesat tapi percaya atau tidak, masih ada daerah tertinggal di provinsi ini yang letaknya tak jauh dari ibu kota provinsi.

Itulah Perkampungan Sangkilang di Kecamatan Likupang Barat, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut). Kampung yang masih belum jelas status tanahnya ini -masuk Desa Serei, Likupang Barat atau berdiri sendiri- memang tak jauh jaraknya dari Manado. Bisa ditempuh lewat jalan darat kurang dari 2 jam jika menggunakan mobil atau sepeda motor.

Masuk dan keliling kampung ini  sebaiknya menggunakan sepeda motor atau mobil jip mengingat jalan masuk dari Likupang-Serei kondisinya rusak parah. Jalan roda sapi begitu warga setempat menyebut jalannya saking tak diperhatikan. Air bersih pun tersedia dalam jumlah terbatas. Air bukan mengalir ke rumah-rumah melainkan ditimba dari bak penampungan dan digotong ke rumah masing-masing.

Sinyal telepon memang sudah ada walaupun 'ngadat' tapi bukan berarti masyarakat Sangkilang sudah merdeka. Listrik pun sudah masuk sejak November 2012 namun masih ada 25 persen rumah warga yang belum merasakan manfaat listrik. "Listrik sudah masuk akhir tahun lalu tapi belum semua rumah di sini menggunakan listrik," ungkap Polikarpus Natari,  Kepala Lingkungan Lima Desa Serei, Perkampungan Sangkilang, Kecamatan Likupang Barat  di rumahnya, Selasa (1/10/2013).

Diakuinya, kendala masyarakat adalah biaya pasang meteran yang mahal.  "Dimintai Rp 1,5 juta per rumah. Warga merasa keberatan dan pilih tetap pakai lampu botol atau lilin. Padahal,  katanya pasang gratis. Simpang-siur informasi soal pemasangan listrik sampai sekarang. Tapi kami sudah terbiasa kalau dipermainkan begini," kata Polikarpus.

Dari 100 KK di kampung itu ada 20-an KK yang belum menggunakan listrik. Warga perkampungan transmigran yang didominasi bangunan rumah nonpermanen ini  sudah terbiasa hidup tanpa listrik sejak tahun 2002, ketika areal seluas 12 hektar ini mulai dihuni. "Akhir November 2012 baru terasa merdeka. Tapi belum benar-benar merdeka karena jalan ke kampung kami..yahhh..lihat saja..sepertinya sangat tidak layak bagi kemanusiaan," ungkapnya.

Pria yang tinggal di Sangkilang sejak kawasan perumahan transmigran untuk warga Ternate ini dibuka, mengaku kesal tapi tak berdaya. Sudah berkali-kali mengeluhkan ke pemerintah setempat namun belum ada respon. "Listrik sudah masuk tapi jalan makin hancur. Entahlah..status tanah juga tidak jelas.. Kami bertahan di sini hanya demi anak-anak kami dan karena istri saya guru di SD sini jadi inilah pengabdian," katanya.

Keluh kesah tinggal di desa yang menurut sejumlah warganya masih seperti terisolasi ini, bukan hanya dirasakan orang dewasa. Anak-anak kecil di Kampung Sangkilang ini pun merasakannya.

Dialah Marsela Takarodakeng,  murid kelas 1 SD Sangkilang. Gadis cilik yang biasa disapa Ella ini belum memiliki listrik di rumahnya. Orangtuanya memilih tidak mengandeng listrik karena biasa pasang dan biaya perbulannya mahal. Hal ini membuat Ella dan kakaknya Lorina Takarodakeng, murid kelas 3 SD biasa menonton TV dari rumah tetangga. "Suka bauni (nonton) televisi tapi cuma manumpang di rumah teman..di atas situ rumahnya," kata Ella sambil menunjuk rumah yang ada di  perbukitan.

Kampung Sangkilang berada di daerah berbukit terjal. Tidak heran tiang listrik pun belum sampai ke daerah yang tinggi yaitu di kawasan SD Sangkilang sehingga warga menggunakan tiang dari bambu sebagai penyanggah kabel. "Saya ingin punya televisi sendiri supaya nda (tidak) perlu manumpang bauni (numpang nonton) ke rumah teman. Soalnya tiap hari pigi (pergi) bauni (nonton). Kita suka bauni Doraemon, Tom and Jerry," ucap Ella lalu tersenyum kepada kakak dan seorang temannya Rini Kapuko, murid kelas 1 SD.

Rini  bercerita tentang masa-masa mereka tanpa listrik. "Torang (kami) biasa bermain popi (boneka) dari kertas atau pak-pak sembunyi (permainan tradisonal). Itu permainan torang (kami)," kata Rini. Ella, Lorina dan Rini hanyalah sebagian kecil dari puluhan anak seumur mereka yang merasakan sulitnya hidup di daerah terpencil. Mereka bahkan tidak tahu apa itu radio, koran apalagi internet.

"Kalau HP tahu. Mama punya tapi kalau Facebook itu apa?" kata Ella ketika Tribun Manado berbincang dengannya. Sinyal telepon memang sudah ada, tapi daereh ini perlu banyak bantuan tenaga pendidik yang profesional atau dengan skill khusus termasuk menghadirkan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN). Bantuan tenaga dokter, bidan pun tak kunjung ada karena bangunan puskesmas pembantu di samping SD Sangkilang sudah reot tak terawat. Hal itu sesuai pantauan Tribun Manado di lokasi, Selasa (1/10). (dit/crz)
 

Sumber: Tribun Manado 2 Oktober 2013 hal 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes