Lionel Messi |
POS-KUPANG.COM - Lionel Messi pulang pada malam Minggu tanpa bintang 30 Juni 2018. Tiga jam berselang koleganya Cristiano Ronaldo pun berkemas kembali ke tanah kelahirannya.
Bukan karena solider atau setia kawan. Dua bintang La Liga Spanyol dengan penggemar hampir sama banyaknya sejagat itu kembali ke kampung karena kalah.
Kapten timnas Argentina Lionel Messi gagal memimpin rekan-rekannya untuk melanjutkan ziarah bola mereka di Rusia 2018. Tim Tango meski menari lebih impresif dan menghibur dibandingkan fase grup, tapi tidak cukup gol untuk bertahan di Piala Dunia 2018.
Argentina menyerah 3-4 melawan juara dunia 1998 Prancis di babak 16 besar. Gol Sergio Aguero sudah terlalu larut malam ketika oksigen waktu sudah menipis. Usai sudah perjuangan Messi dkk. Runner-up World Cup 2014 tersebut harus tinggalkan Moskwa sebelum 15 Juli 2018.
Banyak orang menduga mungkin Portugal yang dimotori Cristiano Ronaldo akan tetap bersinar. Ternyata CR7 senasib sepenanggungan dengan Messi. Portugal setali tiga uang mengikuti jejak Argentina setelah menyerah 1-2 atas Uruguay. Kursi delapan besar pun milik Prancis vs Uruguay.
Tentu ini bukan sekadar soal nasib baik dan buruk sehingga kiprah Messi dan Cristiano Ronaldo di Piala Dunia 2018 berakhir. Dengan jiwa besar mesti diakui bahwa Prancis dan Uruguay lebih rapi, lebih rancak, solid dan efektif bekerja memenangi pertempuran.
Puncak penampilan Messi sesungguhnya pada Piala Dunia di Brasil empat tahun silam. Jika takdir memihaknya seharusnya saat itu Argentina meraih juara dunia. Sayang Tim Tango kurang fokus di laga puncak melawan Jerman.
Setelah gagal 2014, Messi sempat menyatakan pensiun dari timnas. Keputusan yang dia ralat lagi beberapa bulan kemudian. Dia kembali memakai jersey kebanggaan Argentina namun tetap saja tim ini ngos-ngosan untuk sekadar lolos ke Rusia 2018. Jadi kegagalan di Rusia sebenarnya tidak mengejutkan.
Grafik Portugal 2018 pun menurun tajam. Setelah merebut trofi Piala Eropa 2016 dengan menekuk Prancis di final, Cristiano Ronaldo dkk tidak cepat melakukan konsolidasi untuk menaikkan level permainan menuju kelas dunia.
Dalam empat laga di Rusia 2018, penampilan terbaik Portugal hanya saat menahan Spanyol 3-3 pada pertandingan pertama Grup B. Sesudahnya mereka bermain jauh di bawah level semestinya saat menghadapi tim dari dunia ketiga, Iran dan Maroko.
Saat melawan Uruguay yang sedang on fire dan meraih hasil sempurna di fase grup, Portugal nyaris kalah segalanya. Masih untung Uruguay tidak mencetak lebih dari dua gol.
Tim papan atas yang memiliki banyak pemuja di dunia, Spanyol juga kemas barang lebih awal. Terlepas dari cara tim tuan rumah Rusia yang tidak berani main terbuka, bahkan cenderung parkir kapal selam di luar kotak enam belas meter, tetap saja La Furia Roja tidak cukup kreatif demi menghasilkan gol. Bahkan gol mereka pun hasil bunuh diri pemain Rusia.
Melawan Rusia Andres Iniesta dkk hanya berputar-putar di tengah lapangan. Tika taka seolah hanya menghabiskan waktu tanpa sekalipun serius mengancam gawang Rusia.
Dan, kemenangan Kroasia atas Denmark adalah harga yang pantas atas konsistensi mereka. Denmark sudah memberikan perlawanan yang baik. Pertemuan Rusia vs Kroasia di perempatfinal akan menjadi laga yang menarik apabila Rusia berani bermain lebih terbuka.
***
PIALA Dunia 2018 bukan lagi panggungnya Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo. Masa mereka sudah berlalu. Ini pesan penting dari Rusia bagi dunia.
Tahun ini adalah panggunya para pemain muda. Tiga nama pantas disebut yaitu pemain Prancis, Kylian Mbappe, kapten dan striker Inggris, Harry Kane, dan tukang jebol gawang dari Belgia, Romelu Lukaku.
Mbappe sudah unjuk kemampuan saat Prancis menyingkirkan Argentina di babak 16 besar. Golnya pada laga tersebut membuat Mbape untuk sementara mengoleksi tiga gol, hanya terpaut dua gol di belakang Harry Kane dan satu di belakang Romero Lukaku.
Mbappe yang baru berusia 19 tahun menorehkan prestasi istimewa dalam 60 tahun terakhir. Dia menjadi pemain muda pertama yang mencetak gol dalam pertandingan Piala Dunia sejak bintang Brasil, Pele melakukannya pada usia 17 tahun di Piala Dunia 1958.
Sementara Harry Kane, setelah empat musim beruntun mencetak 20 gol atau lebih di Liga Utama Inggris, kini dia memperlihatkan kemampuannya di panggung sepakbola terbesar sejagat.
Tidak hanya memimpin lini serang Inggris, ia bahkan dipercaya menjadi kapten tim nasional dalam usia masih 24 tahun. Padahal, di tubuh The Three Lions masih banyak pemain yang lebih senior darinya.
Sejauh ini Kane mampu menjalankan kedua peran tersebut secara baik. Selain memimpin daftar top scorer dengan koleksi lima gol, ia juga sukses membawa Inggris ke babak 16 besar. Di fase knock-out Inggris akan menghadapi Kolombia di Spartak Stadium, Selasa malam 3 Juli 2018 atau Rabu (4/7/2018) dini hari Wita.
Menurutnya, menjadi kapten Inggris sejauh ini masih cukup enteng karena mereka bekerja sebagai satu tim yang solid.
"Segala sesuatunya berjalan baik. Cukup mudah bagi saya karena memiliki banyak rekan yang siap membantu. Jika ada sesuatu yang salah, mereka akan dengan senang hati berbicara dengan manager atau dengan siapapun yang mereka butuhkan. Yang terpenting adalah melakukan apa yang seharusnya dilakukan," katanya.
Dalam laga melawan Kolombia, Selasa malam, Kane hampir pasti akan dikepung lini pertahanan Kolombia. "Dengan segala hormat, Harry Kane adalah pemain ikonik bagi Inggris yang mendemonstrasikan kemampuannya. Tapi kami tidak akan menghadapinya seorang diri. Di Inggris ada banyak pemain besar," kata gelandang Kolombia, Carlos Sanchez.
Kolombia sudah menyiapkan bek andalannya, Yerry Mina, untuk menghentikan pergerakan Kane. Bek berusia 23 tahun itu mengaku sudah tahu cara mematikan striker klub Tottenham Hotspur tersebut.
"Kami akan membuat permainan dia berjalan tidak mudah. Saya kira, ini bisa membantu karena Davinson bermain dengannya di Spurs. Dia telah berlatih dengannya setap hari selama setahun terakhir dan itu akan memberi dia pengetahuan ekstra tentang kualitasnya dan cara dia bermain," kata Mina.
Inggris dan Kolombia terakhir kali bertemu di Piala Dunia pada tahun 1998 di Prancis. Saat itu, Inggris menaklukkan Kolombia 2-0 di babak penyisihan grup lewat gol Darren Anderton dan David Beckham.
Inggris pun berharap kemenangan serupa terjadi di laga nanti malam. "Melawan Kolombia adalah partai terbesar Inggris dalam satu dekade terakhir," kata Pelatih Gareth Southgate seperti dikutip The Guardian.
Menurut Southgate, Inggris sedang dalam kondisi yang sangat baik secara fisik maupun mental. Kekalahan dari Belgia di laga terakhir penyisihan grup tak membuat mereka kehilangan semangat juang.
Jika Inggris lolos dari babak 16 besar, mungkin jalannya akan terus menanjak tinggi. Bersama bintang muda Harry Kane yang sedang bersinar, nasib Inggris bisa saja lebih baik daripada edisi Piala Dunia sebelumnya. *