Suami Idaman itu Seperti Pemain Jerman




Catatan Sepakbola Dion DB Putra

POS-KUPANG.COM - Kalau hari ini ada teman tiba-tiba jadi pendiam, ditegur malah tersinggung, diajak makan malah nolak, dipelototi tambah marah, bisa dipastikan karena dua hal. Jika bukan karena calonnya kalah pilkada, maka dia adalah suporter Jerman. Biarkan dia menyendiri dulu!

Suami idaman itu seperti pemain Jerman. Ganteng, gagah dan pulang cepat ke rumah. Hahaha... Begitulah antara lain meme yang sempat tersebar luas di jagat medsos pascakekalahan Jerman 0-2 melawan tim pekerja keras dari Asia, Korea Selatan 27 Juni 2018.

Ya, Rabu 27 Juni 2018 banyak yang baper dan melo di negeri ini. Tak sedikit yang meringis pedih. Tumpah air mata karena calon idolanya gagal total di arena pilkada, entah level pilgub, pilbub atau pemilihan walikota. Banyak pula tawa dan canda merayakan kemenangan 27 Juni.



Pilkada punya hukumnya sendiri. Banyak yang maju berdua-dua tapi hanya satu pasangan calon terpilih. Piala Dunia pun demikian. Banyak finalis gagah perkasa namun cuma satu juara sejati. Pilkada dan sepakbola itu sama dan sebangun dalam satu hal: mengaduk-aduk emosi, mengharubiru hati.

Tim nasional Jerman punya ratusan juta pemuja di seantero dunia. Dari Berlin hingga Besikama, dari Leningrad sampai Lewoleba, Moskwa hingga Mokantarak dari Porto Alegre sampai Papua.

Mengingat reputasinya yang mengagumkan, Jerman adalah barometer sepakbola sejagat. Maka wajar jika mereka kalah melawan tim mungil seperti Korea Selatan, semua orang seolah tak percaya. Apalagi ini kegagalan pertama Jerman di fase grup sejak terakhir di Piala Dunia 1938. Rekor terburuk dalam 80 tahun!

Jerman empat kali juara Piala Dunia dan mereka pergi ke Rusia dalam status sebagai juara bertahan (2014). Pada laga terakhir Grup F, mayoritas orang yakin Der Panzer bisa mengatasi pasukan dari negeri gingseng. Menang atas Korsel berarti lolos babak knock -out.

Hanya sedikit yang menyadari bahwa Jerman 2018 bukan Jerman 2014. Jauh sekali kualitasnya meskipun juru masaknya masih orang yang sama. Pria parlente yang doyan pakai kaus oblong, Joachim Loew. Loew sudah kehilangan sentuhan kreatifnya meramu Der Panzer untuk bekerja disiplin dan efektif dalam 90 menit.

Di Kazan Arena 27 Juni, serangan Jerman mentok di luar kotak enam belas meter. Jonas Hector, Sami Khedira, Toni Kroos, Leon Goretzka, Mesut Oezil, Marco Reus dan Timo Werner kehabisan ide untuk menerobos masuk arena terlarang Korsel.

Kuartet pilar pertahanan Korea, Yong Lee, Yun Young-sun, Lom Young-gwon dan Chul Hong begitu dingin dan taktis mengawal setiap pergerakan Oezil dkk. Lee Jae-sung, Jung Woo-young, Jang Hyun-soo dan Moon Seon-min pun sigap membantu saat dikepung Der Panzer.

Dua gol injury time Korea Selatan persembahan Kim Young-gwon menit ke-90+4 dan Son Heung-min menit ke 90+6 adalah tanda Jerman tidak hanya kehabisan stamina tapi otak dan hati sudah letih tak terampunkan.

Dalam deraan frustrasi berat, Kapten Manuel Neuer coba bantu serangan di menit terakhir. Terinspirasi gaya kiper eksentrik Kolombia, Rene Hiquita. Eh malah gawangnya kebobolan gol Son Heung-min.

Tahun 2014 di kota eksotik Belo Horizonte, Jerman mempermalukan tuan rumah Brasil 7-1 di babak semifinal. Empat tahun kemudian, anak-anak ganteng dari semenanjung Korea memulangkan mereka amat lekas.

Ini bukan soal kutukan juara bertahan yang gagal lolos grup sejak 2006. Kinerja Jerman memang tak baik amat. Joachim Loew pun mengakuinya. "Kami tak pantas memenangi Piala Dunia sekali lagi. Kami tak patut melaju ke 16 besar," ujar Loew dilansir BolaSport.com dari FIFA.

Begitulah hukum bola. Selalu ada tawa dan tangis. Seperti dikatakan legenda sepakbola Jerman, Franz Beckenbaur, tidak pernah ada tim yang selalu menang dan berjaya. Bola mengajarkan manusia tentang menang dan kalah. Yang kalah mesti legawa yang menang tak patut jumawa.

Di Kazan, Jerman berurai air mata dan Korea Selatan boleh pulang kampung sambil memeluk senyum. Sama-sama pulang tapi gejolak batin berbeda.

***

WORLD Cup Russia 2018 sudah menyelesaikan fase penyisihan grup pada 28 Juni 2018. Enam belas tim meraih tiket yaitu Uruguay, Rusia (grup A), Spanyol, Portugal (grup B), Prancis, Denmark (grup C), Kroasia, Argentina (grup D), Brasil, Swiss (grup E), Swedia, Meksiko (grup F), Belgia, Inggris (grup G) dan Kolombia, Jepang (grup H).

Jepang menjadi satu-satunya wakil Asia di babak knock-out. Prestasi buruk justru melanda tim-tim asal Afrika. Pada Piala Dunia tahun ini tidak satupun yang masuk kelompok 16 besar dunia. Konfederasi Eropa mengirim wakil terbanyak (10), disusul Amerika Utara, Tengah dan Karibia (1), Amerika Selatan (4) dan Asia (1).

Pada babak 16 besar mulai 30 Juni 2018, Prancis bertemu Argentina, Uruguay vs Portugal, Spanyol vs Rusia, Kroasia vs Denmark, Brasil vs Meksiko, Belgia vs Jepang, Swedia vs Swiss dan Kolombia vs Inggris.

Mengakhiri fase grup Piala Dunia 2018 ada cerita unik yang patut dicatat dalam sejarah bola. Jepang lolos karena pasukan Samurai Biru itu lebih santun dibandingkan Senegal.

Shinji Kagawa dan kawan-kawan memiliki koleksi poin yang sama dengan Senegal. Baik Jepang maupun Senegal sama memiliki empat poin dan selisih gol identik. Di tabel klasemen jumlah gol memasukkan dan kemasukan Jepang-Senegal serta head to head mereka sama.

FIFA memutuskan Jepang berhak maju ke babak 16 besar karena menang dalam hitung hitungan fair play terkait jumlah kartu kuning. Timnas Jepang sampai akhir babak penyisihan cuma mengoleksi 4 kartu kuning.

Satu kartu kuning saat melawan Kolombia, dua kartu saat bersua Senegal dan satu kartu kuning ketika menghadapi Polandia. Sementara Senegal mengantongi 6 kartu kuning. Dua kartu kuning saat berlaga dengan Polandia, tiga kartu kuning ketika bertemu Jepang dan satu kartu ketika melawan Kolombia.

Berdasarkan aturan FIFA, sebuah tim kehilangan satu poin untuk satu kartu kuning. Jika seorang pemain mendapat dua kartu kuning, timnya mendapat nilai minus tiga. Bila pemain mendapat kartu merah langsung, tim dikurangi lima poin.

Aturan ini memaksa Senegal harus tersingkir karena kalah dalam nilai fair play. Pelajaran berharga bagi tim manapun. Junjung tinggi fair play itu!

Dan, inilah pertama kali dalam sejarah FIFA World Cup, kelolosan sebuah tim ditentukan oleh poin lebih sedikit mengoleksi kartu. Federasi Sepakbola Internasional (FIFA) memang memiliki delapan poin yang menentukan kelolosan sebuah tim ke fase gugur Piala Dunia 2018.

Delapan poin tersebut sebagai berikut. Pertama, jumlah poin terbanyak yang diraih oleh sebuah tim selama babak penyisihan grup. Kedua, selisih gol di semua pertandingan fase grup. Ketiga, jumlah gol yang dicetak. Keempat, jumlah poin dari pertandingan antartim. Kelima, selisih gol dari laga yang dimainkan antartim.

Keenam, jumlah gol yang dicetak saat tim-tim yang memiliki poin sama bertanding. Ketujuh, jumlah nilai fair play berdasarkan perolehan kartu kuning dan kartu merah dan terakhir undian acak dari FIFA.

Kembali ke kasus Jepang-Senegal,seandainya kedua kesebelasan tersebut memiliki rapor fair play yang sama, maka FIFA akan memakai cara kedelapan. FIFA akan mengundi secara acak. Yang menang adalah yang beruntung.

Sekarang bagaimana peluang 16 kesebelasan berziarah menuju puncak pesta 15 Juli 2018? Dari skema alias bagan pertemuan 16 besar, Prancis vs Argentina, Uruguay vs Portugal, Brasil vs Meksiko dan Belgia Jepang berada di lengan kiri. Lengan kanan berintikan Spanyol vs Rusia, Kroasia vs Denmark, Swedia vs Swiss dan Kolombia vs Inggris.

Dari lengan kiri, banyak yang menduga kursi babak perempatfinal akan menjadi milik Portugal, Argentina, Brasil dan Belgia. Argentina dan Portugal yang terseok- seok makin membalik grafiknya.

Tarian Samba pun kian memikat. Faktor mental akan berperan besar. Duel Prancis vs Argentina bakal alot. Prancis bisa saja melenggang bila Messi dkk tidak konsisten. Brasil juga selalu tak mudah menghadapi Meksiko. Uruguay yang raih hasil sempurna di fase grup bisa tersandung melawan kegigihan CR7 dan kawan- kawan.

Peta kekuatan bagan kanan tak kalah menantang. Spanyol bakal mendapat ujian berat dari tuan rumah Rusia. Tim kebanggaan Vladimir Putin layak diunggulkan. Spanyol 2018 tidak istimewa secara teknis dan kualitas tim. Cuma mereka memiliki harta terpendam yaitu semangat juang ala Matador. Menikam lawan di saat yang tepat. Sekali hantam selesailah sudah.

Tim dinamit Denmark berpeluang merepotkan Luka Modric dan rekan. Swedia dan Swiss merupakan petarung yang sepadan. Kolombia pun bukan lawan ayam sayur bagi Inggris yang lazimnya selalu keok ketika memasuki babak knock-out.

Peluang delapan tim mirip. Kursi delapan besar boleh jadi untuk Rusia, Denmark, Swiss dan Kolombia. Bisa juga sebaliknya. Ini sekadar prediksi. Kemungkinan hanya dua tepat atau tidak sama sekali.

Dan, Anda pun boleh menduga tim mana saja yang bakal melaju sampai jauh. Sampai di Kota Moskwa yang langitnya bertabur kembang api pada malam paling romantis 15 Juli 2018. *
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes