Paolo Rossi |
Saya baru sesaat melepas seragam putih merah ketika dia menjadi bintang pujaan dunia.
Belum banyak paham soal bola tapi sebagai anak dusun saya sungguh beruntung dianugerahi ayah hebat bernama Thomas Bata yang hobi dengar radio transistor.
Pun mengoleksi majalah bulanan dan buku-buku.
Siaran idola ayahku mulai dari RRI, Radio Australia, Suara Amerika (VoA) hingga BBC London.
Itulah sebabnya sekalipun bermukim di kampung udik Lio Timur Flores, saya dan kakak adikku berenam tidak terlalu jauh ketinggalan informasi.
Sekilas terekam dalam memori bocahku satu nama yang berulangkali disebut penyiar berita olahraga RRI. Radio Autralia ataupun BBC.
Awalnya kudengar sambil lalu saja. Namun, saat masuk SMP Negeri 2 di Kota Ende pada bulan Juli yang hangat 1982, saya mulai mengenal lebih jauh tentang sang bintang.
Lebih-lebih lagi pada sampul depan buku tulis yang kakak sulungku, Eman Bata Dede beli di Toko Fungkam Ende, terpampang jelas foto dan nama Paolo Rossi.
Dia sedang beraksi bersama si kulit bundar. Tertulis pula di sana dengan huruf mencolok, Espana 82.
Espana 82 menunjuk pada kejuaraan sepak bola empat tahunan Piala Dunia yang berlangsung di Spanyol tanggal 13 Juni hingga 11 Juli 1982.
Italia juara Piala Dunia untuk kali ketiga. Setelah tahun 1934 dan 1938, Italia baru juara lagi tahun 1982 berkat kontribusi luar biasa Paolo Rossi.
Paolo Rossi menjadi idola kami pada masa itu. Saya memiliki lebih dari tiga buku tulis untuk catat mata pelajaran bersampul depan foto Paolo Rossi.
Kawan-kawan sekelasku di SMPN 2 Ende seperti Mohammad Husen. Kletus Kamu, M Khaidir, Baltasar Kadju, Ishak Marzuki, Gerard Gaga dan Dus Lolo juga sama.
Ketika bermain bola plastik saat isi waktu istirahat di halaman sekolah di Jalan Kelimutu Kota Ende, kami membayangkan diri sebagai Paolo Rossi.
Pun ketika anak seusia kami main bola di pantai Ipi, Nanganesa, Ndao, Roworeke, Nuabosi, Detusoko, Wolowaru, Watuneso, Nggela, Jopu, Nangapanda, Pulau Ende atau di bawah rimbunnya pohon kelapa di Onekore tempo itu.
Ya, demikianlah sejumput kenangan tentang Paolo Rossi, legenda sepak bola Italia yang meninggal dunia di Siena, 9 Desember 2020.
Kepergiannya menambah duka setelah dunia ditinggalkan megabintang Argentina, Diego Maradona yang wafat p25 November 2020.
Kurang dari sebulan dua seniman besar lapangan hijau menghadap Sang Khalik.
Paolo Rossi yang lahir 23 September 1956 di Prato, daerah Santa Lusia Italia, meninggalkan seorang istri dan tiga anak yaitu Alessandro Rossi, Sofia Elena Rossi, dan Maria Vittoria.
Kabar meninggalnya Rossi bermula dari cuitan rekan kerjanya di RAI Sport, Enrico Varriale. Paolo Rossi bekerja sebagai pakar sepak bola di saluran tv tersebut, sedangkan Varriale adalah pembawa acara saluran itu.
"Berita yang sangat menyedihkan: Paolo Rossi telah meninggalkan kami," tulis Enrico Varriale di Twitter yang dikutip Reuters. "Pablito yang tak terlupakan, yang membuat kita semua jatuh cinta pada musim panas 1982."
Istri Paolo Rossi, Federica Cappelletti mengunggah foto diri dan suaminya di Instagram disertai pesan mengharukam. Ia membubuhkan kata "selamanya."
Ucapan duka cita mengalir dari dunia sepak bola, di antaranya dari pahlawan Jerman, Jurgen Klinsmann. "Pabilto, kami selalu mengingat Anda!" tulis Klinsmaan di akun twitternya.
Tiga Kali Operasi Lutut
Paolo Rossi mungkin tak sefenomenal Diego Armando Maradona yang bagi sebagian orang di negerinya bahkan dunia dipandang sebagai dewa bola. Tapi bagi Italia, Paolo Rossi merupakan juru selamat.
Setelah Italia tercoreng skandal pengaturan skor yang memalukan, pada tahun 1982 Rossi memimpin negerinya meraih gelar Piala Dunia FIFA edisi ke-12. Dia mencetak enam gol untuk memenangkan Sepatu Emas sebagai pencetak gol terbanyak dan Bola Emas sebagai pemain terbaik turnamen nomor wahid sejagat.
Rossi adalah satu dari hanya tiga pemain yang meraih ketiga penghargaan di Piala Dunia sekaligus. Dia sejajar dengan Garrincha tahun 1962, dan Mario Kempes 1978. Rossi pun meraih Ballon d'Or 1982.
Bersama Roberto Baggio dan Christian Vieri, dia pencetak gol terbanyak Italia dalam sejarah Piala Dunia, dengan sembilan gol secara keseluruhan.
Wikipedia mencatat di level klub, Rossi merupakan pencetak gol produktif bagi Vicenza. Dia pencetak gol terbanyak Serie B tahun 1977, memimpin timnya promosi ke Serie A.
Musim berikutnya, Rossi mencetak 24 gol, menjadi pemain pertama yang memuncaki daftar pencetak gol Serie B dan Serie A Liga Italia di musim berurutan. Hebat!
Pada tahun 1981 Rossi debut untuk Juventus.
Dia membantu tim berjuluk La Vecchia Signora (Nyonya Tua) itu memenangkan dua gelar Serie A, Coppa Italia, Piala Winners UEFA, Piala Super UEFA, dan Piala Eropa.
Dunia mengingat Paolo Rossi sebagai pesepakbola Italia terbesar sepanjang masa, Pada tahun 2004, dalam rangka perayaan 100 Tahun FIFA, Pele menobatkan Paolo Rossi sebagai satu dari 125 pesepakbola terbaik yang masih hidup. Pada tahun yang sama, Rossi berada di peringkat ke-12 dalam Polling Jubilee Emas UEFA.
Paolo Rossi merupakan Juventini sejati. Namun, masa awal kariernya bersama Si Nyonya Besar justru kurang menggembirakan. Debut profesionalnya di Liga Italia bersama Juventus mulai tahun 1973.
Cedera terus menyerangnya sehingga dia hanya tampil tiga kali di Coppa Italia bersama Juventus antara tahun 1972 dan 1975 dan nihil mencetak gol. Rossi bahkan naik meja operasi sebanyak tiga kali untuk operasi lutut.
Dia kemudian dikirim ke klub Como untuk memperkaya pengalaman bermain.
Tubuhnya yang kecil bukan penghalang ketika pelatih Como menempatkannya sebagai pemain sayap kanan. Dia mencatat enam penampilan Serie A untuk klub itu tapi lagi-lagi gagal mencetak gol.
Kariernya mencapai titik balik ketika Vicenza Calcio meminjamnya.
Pelatih Fabbri memindahkan Rossi dari sayap ke tengah tengah serangan, mengganti posisi striker utama yang cedera sebelum musim kompetisi bergulir.
Paolo Rossi mengaum bagai singa lapar. Gol demi gol lahir dari kaki dan kepalanya. Dia meraih Sepatu Emas Serie B dengan 21 gol di tahun pertama pada posisi ideal tersebut.
Pada musim kompetisi 1976-1977, kualitas Rossi makin mumpuni. Dia membawa Vicenza promosi ke Serie A dan babak penyisihan grup kedua Coppa Italia.
Pada musim berikutnya (1977-1978), Rossi mencetak 24 gol, menjadi pemain pertama yang memuncaki daftar pencetak gol di Serie B dan Serie A di musim berturut-turut, juga membawa Vicenza ke posisi kedua Serie A setelah Juventus.
Pelatih tim nasional (timnas) Italia Enzo Bearzot mulai jatuh cinta pada Rossi. Dia masuk skuat Piala Dunia 1978.
Rossi menjalani debutnya bagi Italia 21 Desember 1977 saat Italia menang 1-0 atas Belga dalam laga persahabatan .
Dunia mulai mengenal namanya di ajang Piala Dunia 1978.
Bermain sebagai penyerang tengah, ia kerap tukar posisi dengan dua penyerang lainnya. Dia bisa bermain dari posisi aslinya di sayap kanan.
Rossi mencetak tiga gol dan empat assist saat Italia finis posisi keempat di Piala Dunia yang berlangsung di Argentina tersebut.
Rossi meraih Bola Perak sebagai pemain terbaik kedua Piala Dunia 1978. Dia hanya kalah tenar sedikit dibandingkan bintang tuan rumah Mario Kempes.
Pada musim 1978-79, Rossi merasakan kompetisi level Eropa bersama Vicenza di Piala UEFA. Kendati mencetak 15 gol untuk klub di Serie A, cedera kembali menderanya hingga Vicenza degradasi ke Serie B. Rossi kemudian dipinjamkan ke Perugia untuk bermain di Serie A musim berikutnya.
Skandal Totonero
Di Perugia, ia berhasil mencetak 13 gol di Serie A selama musim 1979-80 serta membantu klub tersebut melaju ke babak 16 besar Piala UEFA.
Namun, namanya tercoreng di sini. Dia terlibat dalam skandal taruhan pengaturan skor pertandingan tahun 1980 yang dikenal di Italia sebagai Totonero.
Dilansir BBC, skandal Totonero pertama kali terkuak 23 Maret 1980. Sejumlah pemain sepakbola dari klub Seri A dan Serie B menjual pertandingan sepakbola untuk mendapatkan uang.
Klub-klub Serie A yang terlibat dalam skandal ini adalah Avellino, Bologna, Juventus, Lazio, AC Milan, Napoli, Perugia, Pescara.
Dari Serie B yakni klub Genoa, Lecce, Palermo, Pistoiese dan Taranto.
Paolo Rossi dihukum selama tiga tahun yang kemudian dikurangi menjadi dua tahun saja. Hukuman itu membuatnya absen di Piala Eropa 1980 bersama Italia.
Gli Azurri yang bermain di kandang sendiri gagal juara. Harus puas di posisi keempat. Sama seperti Piala Dunia 1978.
Meskipun dilarang bermain, Rossi selalu mengaku tidak bersalah, dan menyatakan dia telah menjadi korban ketidakadilan. Untung dalam posisi sebagai orang terhukum, Juventus tidak pernah meninggalkannya.
Juventus mengontrak Rossi lagi tahun 1981, dan dia kembali ke starting line-up tepat pada waktunya untuk akhir musim 1981-1982. Kehadirannya membantu Juventus meraih gelar Serie A. Rossi mencetak satu gol dalam tiga penampilan.
Manajer timnas Italia Enzo Bearzot memasukkan Rossi dalam skuat untuk Piala Dunia FIFA 1982 di Spanyol. Para jurnalis sepak bola Italia dan tifosi protes keras.
Mereka menilai Bearzot salah mengambil keputusan. Memberi kesempatan bagi Rossi dalam kondisi yang sangat buruk.
Jurnalis Italia secara keji melukiskan Rossi sebagai "hantu yang berkeliaran tanpa tujuan di lapangan", merujuk pada penampilannya dalam tiga laga penyisihan grup Espana 82. Tak satu biji gol pun lahir dari kaki Rossi.
Enzo Bearzot kukuh pada keputusannya. Dia tetap mempercayakan Rossi untuk putaran robin yang menentukan di babak kedua.
Italia harus berhadapan dengan juara bertahan Argentina serta Brasil, tim favorit yang berkekuatan pemain berkelas seperti Sócrates, Zico, dan Falcão.
Italia mengalahkan Argentina 2-1, sebagian berkat kerja keras Claudio Gentile dan Gaetano Scirea yang membungkam bintang muda Argentina Diego Maradona.
Laga paling mengesankan tatkala Paolo Rossi mencetak hattrick bagi Italia saat mengalahkan Brasil 3-2 dan lolos ke semifinal.
Sejak itu Paolo Rossi semakin tak tertahankan.
Melawan Polandia di semifinal, dua gol Rossi memenangkan Italia, memberi negeri pizza itu tempat di final Piala Dunia 1982.
Jurnalis dan tifosi yang semula menyebut Rossi sebagai hantu, kini berbalik memujinya.
Di final melawan Jerman Barat, Paolo Rossi mencetak gol pertama dari tiga gol Italia. Sontekan mautnya memanfaatkan bola mati tidak langsung dari Gentile gagal dihadang kiper Jerman.
Italia menaklukkan Jerman Barat 3-1, meraih gelar Piala Dunia ketiga sepanjang sejarah.
Dengan total enam gol, ia meraih Sepatu Emas sebagai pencetak gol terbanyak turnamen serta Bola Emas untuk pemain terbaik. Tahun 1982 milik Rossi. Dia juga mendapatkan gelar Pemain Terbaik Eropa dan Pemain Terbaik Dunia 1982.
Eksploitasi mencetak golnya selama turnamen membuatnya mendapat julukan Pablito dan Torero. Antara gol dan assistnya sepanjang turnamen, Rossi secara langsung bertanggung jawab atas 58 persen gol timnya selama Piala Dunia 1982.
Sampai detik ini Paolo Rossi masih dianggap sebagai satu di antara penyerang Italia terbesar dan paling produktif sepanjang masa.
Menonton kembali rekaman video aksinya di lapangan hijau, Paolo Rossi merupakan penyerang yang unik.
Meskipun tidak memiliki fisik ideal untuk tipikal striker, Rossi adalah penyerang tengah yang elegan, cepat, lincah, dan produktif.
Berkat teknik yang baik, keseimbangan, reaksi sangat cepat, tembakan akurat dan ketajaman. memungkinkan dia mampu berkelit di antara tembok tangguh bek di kotak penalti lawan. Bola yang ada di kaki atau kepalanya dia ubah secara menawan menjadi gol.
Paolo Rossi tipe striker oportunis. Kurang lebih mirip yuniornya Filippo Inzaghi. Dia menebus kekurangan kekuatan fisik dan daya tembak lewat penempatan posisi yang tepat dan terukur.
Saya kagumi keberaniannya berduel yang ditopang kualitas keterampilan kedua kaki yang sama bagus serta akurasi sundulan kepala.
Cukup sering dia unggul dalam duel udara. Bahkan mengalahkan lawan yang lebih besar posturnya untuk mendapatkan bola. Kekurangan Rossi tidak terlalu mahir dalam permainan bola-bola mati.
Hebatnya lagi Rossi fleksibel dalam posisi. Meski umumnya beroperasi di area tengah penalti, ia bisa bermain dari sayap kanan serta menjadi penyerang pendukung.
Misalnya saat di Juventus, dia menjadi pelayan bagi Zbigniew Boniek dan Michel Platini di jantung serangan Super Juve.
Berakhir di Verona
Setelah Piala Dunia 1982, Paolo Rossi tetap menjaga ketajamannya di kotak penalti lawan.
Dia terus bermain bersama Juventus.
Selama musim 1982-1983, Juventus finis kedua di Serie A. Rossi membantu tim ini meraih Coppa Italia 1983, dengan menyumbang lima gol.
Rossi juga membantu Juventus mencapai final Piala Champions (kini Liga Champions Eropa) 1983, namun kalah 0-1 dari Hamburg. Dia menyelesaikan turnamen itu sebagai pencetak gol terbanyak, dengan koleksi enam gol.
Selama musim 1983-1984, Rossi meraih gelar scudetto kedua bersama Juventus. Dia mencetak 13 gol serta membantu Super Juve menggenggam trofi Piala UEFA Cup Winners 1983-84 disusul Piala Super UEFA 1984.
Pada musim terakhirnya bersama Juventus, Paolo Rossi meraih trofi Piala Champions Eropa tahun 1985, menyumbang total 5 gol, di belakang rekan setimnya Michel Platini, dan Torbjörn Nilsson dengan 7 gol.
Dari Juventus, ia pindah ke AC Milan, berjuang selama satu musim pada tahun 1985.
Di AC Milan, ia selalu dikenang atas penampilan menawannya saat mencetak dua gol ke gawang Internazionale Milan dalam duel klasik derbi Milan.
Pada Piala Dunia 1986 di Meksiko, Paolo Rossi masuk skuat timnas Italia. Sayang tidak sempat bermain dalam kompetisi yang melambungkan nama besar Diego Maradona tersebut.
Cedera memaksa Rossi tahu diri. Dia gagal tes kebugaran. Giuseppe Galderisi menggantikan posisinya di starting line-up timnas Italia.
Paolo Rossi terakhir memakai kostum timnas Italia pada 11 Mei 1986, dalam kemenangan kandang 2-0 atas China di Kota Napoli.
Pada usia belum genap 30 tahun, Paolo Rossi harus mengucapkan sayonara kepada timnas Italia. Cedera merupakan alasan utama dia memilih pensiun.
Setahun kemudian, dia mengakhiri karier sebagai pemain profesional di klub Hellas Verona setelah membantu timnya finis di urutan keempat Serie A.
Setelah pensiun dari lapangan bola pada usia 31 tahun, Paolo Rossi tak tak pernah lepas dari pelukan dunia bola. Dia bekerja sebagai pakar sepak bola Sky, Mediaset Premium, dan Rai Sport hingga akhir hayatnya 9 Desember 2020.
Ciao, Rossi Beristirahatlah dalam damai dan kasih Tuhan. (dion db putra)
Sumber: Tribun Bali