Divonis Satu Tahun, Yeni Emilia Menangis

KUPANG, PK -- Kepala Sub Bagian Keuangan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Yeni Emilia, S.H, menangis di luar sidang setelah divonis satu tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kupang. Majelis hakim menilai Yeni terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus perjalanan dinas (SPPD) fiktif periode Januari-Juli 2007. Yeni juga didenda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan.

Demikian amar putusan majelis hakim dalam persidangan di PN Kupang, Senin (27/10/2008). Amar putusan ini ditandatangani oleh tiga majelis hakim, yakni FX Sugiharto, S.H (Ketua), Asiadi Sembiring, S.H, dan Parhaenan Silitonga, S.H (anggota). Bertindak sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU), Asril, S.H. Terdakwa Yeni Emilia didampingi penasehat hukumnya, Fredrik Djaha, S.H.

Putusan penjara satu tahun ini lebih ringan dibanding dengan tuntutan penuntut umum yang meminta majelis hakim menghukum terdakwa 18 bulan. Terhadap putusan ini, terdakwa Yeni Emilia, setelah berunding dengan penasehat hukumnya, menyatakan akan mempertimbangkannya. Karena itu, majelis hakim memberinya kesempatan tujuh hari untuk menyatakan sikapnya. Usai sidang, Yeni Emilia menangis ketika bertemu dengan suaminya. Ia sepertinya tidak siap atau tidak bisa menerima putusan itu.

Menurut Fredrik Djaha, klien dan ia sebagai penasehat hukum terdakwa kecewa dengan putusan majelis hakim karena ada fakta hukum lain yang tidak dipertimbangkan. "Saksi-saksi dalam persidangan mengatakan, SPPD fiktif itu dilakukan atas perintah pimpinan dan bukan oleh terdakwa. Kalau tidak ada perintah, pasti hal itu juga tidak ada dan tidak dilakukan oleh klien kami. Kenapa hal ini tidak dipertimbangkan majelis, padahal kalau dipertimbangkan, klien kami bisa bebas," tegas Djaha.

Ia juga menyoroti rasa ketidakadilan yang dialami kliennya. Pasalnya, SPPD fiktif ini dilakukan oleh 103 orang, tetapi aparat penegak hukum terkesan pilih kasih dalam menetapkan tersangka. Dalam kasus ini, kata Djaha, hanya ada dua orang yang diseret aparat penegak hukum, yakni Yeni Emilia dan Kepala Dinas (Kadis) Nakertrans, Drs. IN Conterius.

Walaupun dalam persidangan kliennya telah menyatakan mempertimbangkan putusan majelis, Djaha menegaskan, dalam waktu dekat akan menyatakan banding terhadap putusan majelis. "Saya akan nyatakan banding dalam waktu dekat. Kalau klien kami setuju, besok atau lusa sudah bisa diajukan resmi pernyataan banding itu," katanya.
Dalam putusannya, majelis hakim berpendapat, terdakwa Yeni Emilia terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang menguntungkan dirinya dan orang lain. Ia juga dinilai memenuhi unsur lain seperti menyalahgunakan kewenangan dan jabatan serta unsur merugikan keuangan negara.

"Berdasarkan fakta-fakta persidangan, terdakwa ikut mengisi nama-nama pegawai yang melakukan perjalanan dinas fiktif pada blangko kosong, atau istilah mereka pinjam nama. Terdakwa juga mengakui telah melakukan perjalanan dinas fiktif," kata Silitonga, ketika berkesempatan membacakan amar putusan.

Seperti disaksikan Pos Kupang, sidang putusan Yeni Emilia ini sepi penonton. Situasi ini berbeda jauh dengan sidang-sidang sebelumnya di mana banyak penonton terutama para pegawai Dinas Nakertrans menyaksikan jalannya persidangan.

Diberitakan sebelumnya (Pos Kupang, Sabtu 6/9/2008), Yeni Emilia dalam sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangannya sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Kupang, Jumat (5/9/2008), mengaku melakukan SPPD fiktif sebanyak 17 kali selama periode Januari-Juli 2007. Total dana 17 kali perjalanan dinas fiktif ini senilai Rp 62.339.000, 00. Dari jumlah itu, Yeni mengaku menerima Rp 5.415.000 untuk kepentingan pribadinya. (dar)

Pos Kupang edisi Selasa, 28 Oktober 2008 halaman 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes