KUPANG, PK--Pemilih buta huruf atau yang tidak cakap membaca dan menulis tidak didampingi saat mencontreng wakil mereka di bilik suara pada pelaksanaan Pemilu Legislatif pada 9 April 2009. Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum hanya mengatur pendampingan untuk tuna daksa (cacat fisik) dan tuna netra (cacat mata).
Ketua KPU Propinsi NTT, Drs. Yohanes Depa, menegaskan hal itu saat dihubungi, Jumat (6/3/2009). Dia ditanya sehubungan masih ada 250 ribu dari empat juta penduduk NTT yang buta aksara atau buta huruf. Diperkirakan 50 persen dari 250 ribu itu merupakan pemilih yang membutuhkan pendampingan.
Depa mengatakan, dikhawatirkan membias jika UU Pemilu mengatur tentang pendampingan yang buta huruf. Artinya, jelas Depa, ada pemilih yang cakap membaca dan menulis, tapi mengaku tidak bisa sehingga harus didampingi saat masuk ke bilik suara.
Depa menyatakan, semua itu sudah dipikirkan pembuat undang-undang."Kan hanya memberikan tanda contreng, bukan menulis sehingga tidak terlalu membutuhkan kecakapan membaca dan menulis. Pemilu kali lalu juga tidak ada pendamping kepada pemilih yang buta huruf," ujarnya.
Ditanya soal daftar caleg yang panjang bisa membingungkan pemilih yang buta huruf, Depa menyatakan keyakinannya hal itu tidak terjadi. Pengalaman lima tahun lalu, pemilih NTT dapat memilih wakil rakyat dengan baik. "Jadi tak usah khwatir. Yakinlah semua dapat berjalan dengan baik," kata Depa.
Ia menjelaskan, untuk tuna netra dan tuna daksa atau yang punya halangan fisik lainnya dalam memberikan suara dapat dibantu oleh petugas KPPS atau orang lain atas permintaan yang bersangkutan.
"Jadi, UU Pemilu hanya mengatur itu. Buta huruf tidak diatur. Kami di KPU tak dapat berbuat banyak, karena kami hanya sebagai penyelenggara. Yang mengeluarkan regulasi adalah DPR RI dengan pemerintah," kata Depa. Sebagian besar warga di kelurahan pinggiran Kota Kupang, mengaku masih bingung dengan tanda centang atau contreng, karena tidak memiliki kecakapan membaca dan menulis. Apalagi sosialisasi dari KPU juga belum menyentuh wqarga pinggiran kota tersebut.
Yunus Faku , warga RT 2/RW 1, Kelurahan Fatukoa, saat ditemui Kamis (5/3/2009), menuturkan, hingga saat ini dirinya bersama keluarga yang berhak memilih belum mengetahui cara memberikan suara pada surat suara. Dalam ketidaktahuan warga, belum ada pihak-pihak yang berwewenang memberikan penjelasan.
Ditanya tentang lembaran surat suara pileg tidak ada gambar calon, Faku mengatakan, kalau warga yang bisa membaca tidak ada masalah, namun bagi kami yang tidak bisa membaca bagaimana memilih caleg yang dikenal.
Ny.Viktoria Amu, mengatakan, sampai saat ini mereka masih bingung tentang tata cara pemilihan. "Saya ini bisa membaca, tetapi mata sudah rabun. Kalau nanti ada saksi yang membantu memilih, saya merasa ragu karena dari pengalaman sebelumnya, kami bermaksud memilih calon lain, saksi memilih yang lain. Kami orang bodok jangan tipu kami," katanya.
Warga Kelurahan Fatukoa lainnya, Agutinus Amu ditemui terpisah, mengatakan, telah mendapat sosialisasi tentang tata cara pileg dari partai tertentu. "Mereka telah melakukan sosialisasi, tentang tata cara pemilihan,"ujarnya.
Namun yang disosiallisasi itu hanya dari DPD saja. Amu menambahkan orangtuanya, Orpa Lasa, buta huruf. Amu pertanyakan apakah mereka yang buta huruf bisa membawa gambar calon ke dalam bilik suara saat memilih.
Ditanya dalam lembaran surat suara tidak ada gambar calon dan yang ada hanya calon DPD, Amu mengatakan, kalau kondisi itu yang ada artinya mereka yang buta huruf menjadi sulit mencontreng. (gem/den)