Rupa Koda dan Nilai Sosial

LAIN padang lain belalang, lain daerah, lain pula adat istiadatnya. Ungkapan ini berlaku pula untuk jenis makanan. Meskipun bahan pembuat makanan sama-sama terbuat dari jagung, jenis makanan tersebut berbeda cita rasanya.

Bagi masyarakat kampung Bina Tana-Desa Wee Kokora, Kecamatan Wewewa Timur-Kabupaten Sumba Barat Daya, jagung merupakan makanan pokok yang tidak kalah penting dengan padi -- meskipun masyarakat di desa ini juga sudah terbiasa menanam padi. 

Ketika Gubernur dan Wakil Gubernur Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Drs.Frans Lebu Raya dan Ir. Esthon L.Foenay mencanangkan kembali mengonsumsi jagung sebagai makanan lokal berbahan jagung, tidak ada yang baru bagi warga di kampung ini. Berbagai makanan olahan dari jagung menjadi favorit pilihan makanan di antaranya rupa koda. 

Menurut Denyanti (18), salah satu warga asal Desa Kokora- Sumba Barat Daya yang kini tinggal di Kelurahan Kayu Putih- Kota Kupang, rupa koda merupakan makanan yang paling digemari oleh warga di kampungnya. Bahkan, makanan khas lokal ini sangat dikenal di Kabupaten Sumba Barat Daya dan Sumba Barat. Rasanya gurih dan legit.

Pembuatan makanan ini sangat sederhana, hanya mencapurkan bagian isi jagung -- yang oleh masyarakat setempat disebut waang watara -- dengan daun pucuk labu. Cara membuatnya tidak terlalu sulit. Jagung ditumbuk hingga hancur dan ditapis untuk mendapatkan bagian dalam. Bagian dalam inilah yang dicampur dengan daun pucuk labu (labu lilin) dan dimasak dalam wadah berukuran besar.

Proses memasak ini membutuhkan waktu yang cukup lama karena harus dimasak hingga jagung dan daun pucuk labu tercampur. Saat tercampur itulah barulah masakan ini disebut rupa koda.

Menikmati makanan ini, menurut Deny, biasanya masyarakat di Desa Wee Koora membuat lagi satu jenis makanan yaitu sambal kulit jeruk. Perpaduan antara rupa koda dan sambal ini biasanya dinikmati pada waktu-waktu luang atau hari-hari libur. 

"Makanan ini bisa dibuat kapan saja, biasanya orang lagi senang baru buat ini. Rasanya enak dan legit," kata Denyanti. Menurutnya, makanan ini begitu populer di kalangan masyarakat Sumba Barat Daya. Meski sederhana, nilai sosial makanan ini cukup tinggi, sebab biasanya jenis makanan ini dibuat dalam jumlah banyak untuk dibagi-bagikan kepada tetangga. 

"Biasanya orang buat makanan ini banyak sekali. Ini tidak mungkin dimakan habis sehingga dibagi-bagi kepada tetangga," jelas Deny.

Sejak dulu warga desa tersebut sudah terbiasa membagi-bagikan jenis makanan ini, sehingga siapa pun yang membuat makanan ini tentu sudah berpikir atau merencanakan untuk membagi- bagikan kepada tetangga dan sanak saudara untuk dinikmati bersama. "Biasanya bagi ke tetangga, karena sebelumnya juga menerima pemberian dari tetangga," jelasnya.

Pengelolaan makanan tradisional ini bisa dikembangkan lagi, sebab bahan ropa koda terdiri dari sari jagung. Jagung sendiri memiliki kanduangan gizi yang baik untuk tubuh. Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80 persen dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis tidak mampu memproduksi pati sehingga bijinya terasa lebih manis ketika masih muda.(Alfred Dama)

Pos Kupang edisi Sabtu, 18 April 2009 halaman 10
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes