Peringatan 500 tahun Tuan Ma |
LARANTUKA, PK -- Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya mengatakan, perayaan lima abad Tuan Ma di Kota Larantuka kiranya memurnikan kembali hati rakyat dan umat Katolik di daerah ini dari sekat-sekat perbedaan pandangan dan pilihan yang pernah dan mungkin masih ada.
Tatapan tulus Tuan Ma sebagai ibu yang mengayomi kiranya dapat memadamkan api amarah dan dendam di antara rakyat dan umat daerah ini yang mungkin belum padam. Karena itu, umat di daerah ini dapat menghayati kerendahan hati Bunda Maria dalam hidup bersama sebagai saudara.
"Senyuman kudus Bunda Maria kiranya memulihkan kembali hubungan manis yang dulu pernah ada di antara kita semua. Masih banyak teladan yang bisa direfleksikan dari 500 abad Tuan Ma di Kota Reinha. Namun yang utama adalah kita mengubah diri kita masing-masing. Kita berusaha menjadi manusia-manusia baru yang dipulihkan oleh doa dan air mata Bunda Maria yang berdukacita. Marilah kita berubah karena hanya kita yang dapat melakukannya," ajak Frans Lebu Raya pada perayaan puncak lima abad Tuan Ma (Bunda Maria) di Stadion Ile Mandiri-Larantuka, Kamis (7/10/2010) malam.
Hadir pada acara itu, Duta Besar Portugal, Dirjen Bimas Katolik, pimpinan dan anggota DPRD NTT, para uskup se- Indonesia, Penjabat Bupati Flotim, Drs. H. Muhammad S. Wongso, para imam, suster, biarawan/wati, jajaran Muspida Kabupaten Flotim dan ribuan masyarakat Flotim.
Puncak perayaan itu diawali dengan prosesi menghantar kembali patung Bunda Maria Reinha Rosari ke Gereja Katedral yang diikuti para uskup dan imam setelah misa agung di Stadion Ile Mandiri.
Pada malam puncak tersebut, selain Gubernur NTT, Ketua KWI, Mgr. Martinus Dogma Situmorang, Uskup Larantuka, Mgr. Fransiskus Kopong Kung, Pr, wakil umat dan panitia juga memberikan kata sambutan.
Selain acara makan bersama, panitia juga menyelingi acara itu dengan koor dan nyanyian-nyanyian, baik dari Flotim maupun Jakarta. Bahkan, Yopi Latul malam itu menyumbangkan sejumlah tembang emas miliknya.
Lebu Raya lebih lanjut mengatakan, peristiwa karamnya kapal dagang Pedro Gonzales dari Portugis saat melintasi selat Larantuka tahun 1510 lalu seolah-olah terbayang kembali. Demikian juga dengan kegembiraan para pemuda Kampung Ijo yang menemukan arca yang terdampar di Pantai Ae Konga. Arca yang kemudian ditakhtakan di korke (rumah sembahyang) sebagai dewi karena kekaguman raja.
"Kondisi ini terus berlangsung selama 100 tahun. Sampai tahun 1615, datanglah Pastor Antonio Dominikan di Larantuka dan melihat arca yang bertuliskan "Santa Maria Mater Dolorosa", yang berarti Santa Maria Bunda Berdukacita.
"Pastor Antonio kemudian menjelaskan tentang latar belakang patung itu dan sejak itulah Agama Katolik masuk ke wilayah Larantuka dan arca tak dikenal itu berganti nama menjadi Tuan Ma dan Larantuka menjadi Kota Reinha atau Kota Santa Maria," kisah Lebu Raya.
Larantuka, demikian Lebu Raya, adalah Kota Reinha, Kota Bunda Maria. "500 tahun sudah arca putri ema ada di Larantuka dan menjadi bagian dari keseharian orang Nagi. Dalam kurun waktu 500 tahun, saya yakin benar bahwa figur Tuan Ma telah dikenal dan menjadi bagian dari keseharian warga Kota Larantuka dan orang Lamaholot secara turun-temurun.
Karena itu, ajak Lebu Raya, orang Nagi Lamaholot agar dapat menghayati kerendahan hati Bunda Maria dalam hidup bersama sebagai saudara.
"Mengapa hal ini saya sampaikan pada momentum suci ini karena pada titik tertentu kadang anak-anak Lewo Tanah yang hidupnya diilhami teladan Bunda Maria didominasi sikap keras kepala dan kesombongan diri sebagai halnya bangsa Israel dalam pengembaraan antara Mesir menuju Kanaan. (iva)
Pos Kupang, 9 Oktober 2010 halaman 1