PERAYAAN lima abad Tuan Ma (Bunda Maria) di Larantuka, Flores Timur, puncaknya hari ini, Kamis, 7 Oktober 2010. Setelah ziarah cium Tuan Ma, sore harinya dilanjutkan dengan perayaan misa agung. Beberapa hari sebelumnya, umat Katolik melaksanakan triduum, prosesi Bunda Maria dan salve di gereja Katedral Larantuka, serta pagelaran napak tilas Tuan Ma.
Dapat dipastikan, rangkaian ritual ini dihadiri ribuan umat Katolik. Tentu, bukan saja berasal dari Larantuka dan daerah sekitarnya, tetapi juga propinsi lain, bahkan dari negara lain. Kehadiran mereka untuk berdoa. Ketekunan dan kekuatan doa yang dilantunkan menunjukkan betapa besar pengharapan dan cinta kasih yang dimiliki masyarakat dan para peziarah.
Peristiwa ini pada hakekatnya adalah merayakan penemuan patung Tuan Ma, pada 1510 di Pantai Larantuka. Konon, saat itu seorang anak laki-laki bernama Resiona menemukan patung berwujud perempuan saat mencari siput di Pantai Larantuka.
Dari literatur, diketahui diduga patung itu terdampar saat kapal Portugis atau Spanyol karam di Larantuka.
Kendati waktu itu masyarakat belum mengenal patung, kepala Kampung Lewonama, Larantuka, memerintahkan agar patung disimpan di korke atau rumah adat. Patung kemudian dihormati sebagai benda keramat. Penduduk memberi sesaji setiap perayaan panen.
Ketika padri (pastor) dari Ordo Dominikan datang lalu menyampaikan bahwa patung tersebut adalah Reinha Rosari yang dikenal juga sebagai patung Mater Dolorosa atau Bunda Kedukaan atau Mater Misericordia.
Semenjak penemuan patung Tuan Ma, masyarakat Larantuka yang mayoritas Katolik melakukan devosi kepada Tuan Ma setiap bulan Februari sebagai syukur atas hasil panen dan tangkapan dari laut. Devosi merupakan kegiatan di luar liturgi gereja, praktik-praktik rohani yang merupakan ekspresi konkret keinginan melayani dan menyembah Tuhan melalui obyek-obyek tertentu. Proses inkulturasi pun terjadi antara kepercayaan masyarakat lokal dan ajaran gereja.
Perayaan lima abad Tuan Ma yang monumental ini hendaknya memiliki makna yang mendalam bagi umat Katolik Larantuka dan sekitarnya. Peristiwa ini tidak seperti kita merayakan hari ulang tahun kelahiran, yang lebih diwarnai dengan pesta hura-hura.
Perayaan lima abad Tuan Ma merupakan momen syukur karena Tuan Ma merupakan benih iman pertama di wilayah Larantuka, perayaan lima abad Tuan Ma mestinya menjadi momentum pembaruan iman dalam ziarah bersama Bunda Maria. Patung Tuan Ma diyakini oleh masyarakat Larantuka sebagai tonggak penyebaran agama Katolik.
Selain itu, umat harus menyadari bahwa perayaan lima abad Tuan Ma sebagai momentum pembaharuan iman dan pertobatan masyarakat Larantuka.
Iya, semua kita mesti bertobat. Orangtua perlu bertobat dan memberikan contoh hidup yang baik bagi anak-anak. Anak-anak juga perlu membaharui diri dengan menjaga nilai-nilai kristiani.
Pejabat pemerintah juga perlu semakin sadar akan tugasnya untuk melayani rakyat, bukan untuk mengeksploitir rakyat demi keuntungan pribadi. Kebijakan dan program harus dibuat pro rakyat, bukan sebaliknya. Aparat penegak hukum, polisi, jaksa dan hakim harus bekerja sungguh-sungguh menegakkan keadilan yang selama ini dirasakan sudah semakin langka.
Keadilan bisa dibeli dengan uang. Perilaku koruptif harus dihilangkan sehingga kesejahteraan rakyat dapat terwujud. Tokoh agama juga tidak saja pandai berkotbah dari mimbar tetapi harus menunjukkan sikap yang mencerminkan panggilan hidupnya. Sudah saatnya tokoh agama "turun gunung" untuk membantu umat keluar dari kubangan kemiskinan yang senantiasa melilit. Singkatnya, dibutuhkan pembaharuan total, sehingga makna perayaan lima abad Tuan Ma tetap kuat dihayati.
Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa, lima abad Tuan Ma harus menjadi momentum pembaharuan, kesempatan bertobat dan memperbaiki diri. Selama ini, devosi kepada Tuan Ma atau Bunda Maria menjadi sentral hidup keluarga dan masyarakat Larantuka. Oleh karena itu kehidupan devosional yang kental hendaknya berdampak pada perubahan sikap dan perilaku hidup yang lebih kristiani dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, tidak hanya devosi kepada Bunda Maria, tetapi keutamaan Bunda Maria hendaknya menginspirasi, memotivasi, terintegrasi dalam seluruh realitas pergumulan hidup. *
Pos Kupang, 7 Oktober 2010