Prosesi Tuan Ma di Larantuka |
KOTA Larantuka yang dijuluki Kota Reinha atau Kota Ratu pekan ini mulai ramai didatangi para tamu dari berbagai penjuru tanah air, termasuk dari luar negeri. Mereka datang untuk mengikuti pesta akbar perayaan lima abad Tuan Ma (Bunda Maria) di Kota Larantuka.
Kedatangan para tamu atau peziarah rohani ini memberi nuansa lain bagi Kota Larantuka. Kota yang semrawut, jorok dan kotor ini mulai tampak bersih, meski jalan kabupaten dan jalan lingkungan masih berbatu dan berlubang di mana-mana.
Kehadiran mereka hanyalah ingin menjalani ritual lima abad Tuan Ma sebagai perayaan untuk menghormati Santa Maria Bunda Allah. Tuan Ma adalah satu gelar populer yaitu bunda Yesus dan bunda yang boleh disapa dengan kata manis Mama. Tuan Ma diyakini sebagai sebuah patung Santa Perawan Maria. Patung ini disimpan dalam sebuah kapela kecil yang disebut Kapela Tuan Ma di Pante Kebis, Kota Larantuka.
Asal-usul patung Tuan Ma memiliki versi sejarah yang berbeda. Meski demikian, orang Larantuka meyakini patung Tuan Ma adalah patung Bunda Maria yang ditemukan lima abad yang lalu.
Ada yang menceritakan, patung Tuan Ma awalnya ditemukan oleh seorang anak laki-laki bernama Resiona, entah berapa umur anak itu ketika menemukan patung Tuan Ma. Awalnya ia ingin pergi ke pantai di Larantuka mencari kulit-kulit siput. Namun, saat itu, ia melihat seorang ibu cantik. Ketika ia bertanya, siapa namanya dan dari mana datangnya, ibu itu hanya menunduk dan menulis di pasir tiga kata yang tidak dipahami Resiona.
Usai bertanya, Resiona mengangkat muka dan melihat rupa wanita itu sudah berubah menjadi sebuah patung kayu. Resiona pun mengambil batu dan kayu lalu memagari kata yang ditulis wanita cantik yang berubah bentuk tersebut agar tidak terhapus oleh hempasan batu dan pasir saat ombak besar.
Usai memagari tulisan itu, Rosiona membawa patung kayu tersebut pulang ke rumahnya dan disimpan dalam sebuah korke atau rumah ibadat penduduk asli.
Beberapa tahun kemudian Resiona kecil tumbuh dewasa dan kembali ke pantai. Dari kejauhan ia meliat sebuah kapal berlayar menuju ke tempat ia berdiri. Kapal itu berlabuh lalu turunlah seorang berpakaian putih ke dalam sekoci yang membawanya ke pantai.
Resiona menunjuk kepadanya tempat di mana ada tulisan tiga kata di pasir. Orang itu -- yang kemudian diketahui seorang paderi ordo Santo Dominikus dari Portugal -- membaca tiga kata itu, yakni Reinha Rosario Maria.
Usai membaca kata yang ditulis Resiona, ia diantar ke korke di mana patung kayu itu disimpan. Dengan amat terharu paderi itu langsung mengenal patung itu dan berkata, "Ya, inilah dia, Reinha Rosari. Dia sendirilah yang menulis namanya di pasir yakni Maria."
Karena itu, patung Tuan Ma yang dikenal sebagai patung Mater Dolorosa atau Bunda Kedukaan atau Mater Misericordiae tidak lain adalah sebuah tanda atau lambang Santa Maria Bunda Allah.
Versi lain dalam cerita itu mengatakan, patung itu datang dari laut, anyo deri lao (hanyut dari laut) dan ditemukan di pantai Larantuka pada tahun 1702.
Menurut versi ini, sebuah kapal Portugis mengalami musibah di Selat Larantuka ketika terjadi pertempuran antara armada Portugis dan orang Larantuka. Dari sebuah kapal Portugis yang karam terkena tembakan, terlempar keluar sebuah patung Bunda Maria yang terbuat dari kayu. Patung itu hanyut dan terdampar di pantai Larantuka.
Seorang Larantuka yang menemukan patung yang tingginya 160 cm itu mula-mula menyimpannya di sebuah korke kemudian menyimpannya di sebuah kapela kecil yang dianggap sebagai kapela Kerajaan Larantuka.
Sekelumit sejarah keberadaan patung Tuan Ma ini kemudian menjadi pegangan umat Katolik di Kota Larantuka. Umat memahami kehadiran benda-benda seperti patung-patung -- terlepas dari cerita atau dongeng mengenai munculnya atau ditemukannya -- sebagai sarana yang boleh dipandang berasal dari Allah yang Maha Baik untuk membantu umatnya dalam beribadat membangun rohani.
Menjadi tugas Gereja untuk mengajar, menguduskan, meyakinkan, mendampingi dan membina umatnya sesuai dogma Gereja.
Koordinator Seksi Humas dan Publikasi Perayaan Lima Abad Tuan Ma, Bernad Tukan, kepada Pos Kupang di Gereja Katedral, Selasa (5/10/2010), mengatakan, perayaan lima abad Tuan Ma berawal ketika sejumlah awam di Jakarta ingin memperingati iman Katolik dan devosi kepada Bunda Maria yang dimulai sekitar 500 tahun lalu dengan misinya di Pulau Solor, Flores dan Timor. Bahkan para pemrakarsa menelusuri sejarah iman Katolik di Larantuka dengan mendatangi Kedutaan Besar Portugal di Jakarta.
Di kedutaan ditemukan adanya MOU antara kedutaan dan pemerintah daerah Flotim, yang menyepakati Kota Larantuka dan salah satu kota di Portugal dan disebut sebagai calon Kota Fatima.
"Studi sejarah Tuan Ma ini juga ditulis oleh orang Belanda yang disimpan di Erasmushuis. Karena itu, tidak keliru kita merayakan lima abad Tuan Ma dalam tahun 2010. Ini didasarkan pada tulisan Francois Valentyn dalam bukunya bertajuk, Oud en Nieuw Oost Indien etc.
Dalam buku ini dilaporkan adanya musibah karam di Pulau Penyu yang disebut Nusapinha Lokea yang aslinya Lewo Kea (kampung Penyu)," tutur Bernad.
Ia mengakui, perayaan lima abad Tuan Ma di Larantuka juga bertepatan dengan tahun awam birokrat. Maka, setiap seksi melibatkan juga unsur awam birokrat untuk berperan serta.
Ia mengakui, perayaan lima abad Tuan Ma ini telah dilakukan sosialisasi oleh Panitia Nasional dengan pembicara Dr. Yoseph Inyo Fernandez, Dr. Paul Budi Kleden, SVD, Martinus Sakeira (alm), dan Dr. J. Riberu.
Mereka memaparkan alasan diadakan perayaan lima abad Tuan Ma, juga devosi Tuan Ma dari perspektif teologi. Dalam pemaparan itu, semuanya menginginkan perayaan Tuan Ma yang puncaknya 7 Oktober 2010 di Lapangan Ile Mandiri.
Pada puncak acara, Tuan Ma tetap di kapelanya dan dapat diberi penghormatan sebagaimana lazimnya pada hari bae (pekan suci Paskah). Ini juga atas keikhlasan para pelaku tradisi yang bersedia membuka kapela Tuan Ma.
Bernad mengutip Uskup Larantuka, Mgr. Fransiskus Kopong Kung, Pr, yang menyatakan perayaan ini merupakan momen syukur karena Tuan Ma merupakan benih iman pertama di wilayah Larantuka dan moment tobat dan pembaharuan diri. Jadi, tidak hanya devosi kepada Bunda Maria, tetapi keutamaan Maria hendaknya mengispirasi, memotivasi, terintegrasi dalam seluruh realitas pergumulan hidup.
Persatukan Rakyat Flotim
Perayaan lima abad Tuan Ma di Kota Larantuka, Kabupaten Flores Timur. Semua suku dan agama mengambil bagian dalam perayaan itu.
Laksana pesta rakyat. Wajah-wajah lesu dalam pergulatan politik merebut kursi Bupati Flotim yang nyaris tak selesai dan kehidupan ekonomi yang karut-marut hilang seketika. Semua bahagia ketika menyaksikan partisipasi rakyat dalam perayaan lima abad Tuan Ma.
Hari Rabu (6/10/2010) merupakan momentum bersejarah. Berbagai kelompok lintas agama dan suku, baik Muslim, Protestan, Hindu dan Budha hingga paroki-paroki di wilayah Keuskupan Larantuka berjalan beriringan membawa barang bawaan mereka mulai dari sapi, kambing, babi, ayam, jagung, kacang, ubi, beras dan makanan lainnya menuju Gereja Katedral.
Mereka melintasi semua penjuru Kota Larantuka. Tari-tarian dari berbagai etnis mengiringi perjalanan kelompok-kelompok lintas agama itu. Tarian dolo-dolo, yang digandrungi masyarakat Flotim turut mengundang semua untuk berpartisipasi di halaman depan Gereja Katedral yang ditata cukup sempit itu. Gong dan gendang terus membahana menghipnotis warga Kota Larantuka yang saban hari berpacu mengais rezeki.
Keinginan semua kelompok yang hadir di Gereja Katedral sebagai undangan kerajaan dalam perayaan lima abad Tuan Ma adalah kebersamaan. Karena Tuan Ma atau Mater Dolorosa adalah ibu yang melindungi anak-anaknya.
Laksana Raja Pertama Larantuka, Constantino Ola Adobala yang dalam sejarahnya adalah raja yang melindungi rakyatnya. Sebagaimana sekelumit cerita raja pertama Larantuka ketika dibaptis. Ketika itu, posisi Larantuka sebagai pusat kegiatan misi Solor setelah VOC menduduki benteng Lohayong. Dan, posisi raja yang nama aslinya Ola Adobala semakin menguat ketika dibaptis dengan nama Constantino pada tahun 1646 yang diikuti seluruh keluarganya.
Hal ini kemudian dilanjutkan pada tanggal 14 September 1887. Setelah raja pertama meninggal, dilantik beberapa raja lalu raja Don Lorenzo II DVG. Dalam tangan raja inilah tongkat kerajaan diletakkan di altar Perawan Tersuci Maria pada 8 September 1888, karena Maria dipandang sebagai ratu yang sebenarnya di Larantuka. Dari sinilah kerajaan dialihkan ke gereja hingga peringatan yubileum lima abad Tuan Ma yang puncaknya dirayakan hari ini, Kamis (7/10/2010).
Sebagaimana pengumuman yang dikeluarkan Keuskupan Larantuka, Mgr. Fransiskus Kopong Kung, Pr dalam suratnya nomor KL.317/V.1/IX/2010 menyampaikan, kita patut bersyukur kepada Allah Tritunggal Mahakudus atas peristiwa iman yang terjadi di Keuskupan Larantuka. Lima abad yang lalu Maria Tuan Ma melewati wilayah kita. Bunda Maria menapakkan kaki di pantai pulau kita. Sejak saat itu, pintu keselamatan dibuka untuk wilayah kita. Dan bersama Bunda Maria Tuan Ma kita mulai menjalani ziarah kehidupan iman kita.
Kini patung bersejarah Tuan Ma sudah lima abad usianya. Kita memperingati dan merayakan peristiwa ini secara khusus dalam perayaan meriah sekaligus menjadikan moment ini menjadi moment tobat dan pembaruan,"tulis Uskup Kopong Kung dalam suratnya.
Pada puncaknya nanti, moment pembaruan iman pada perayaan ekaristi lima abad Tuan Ma di Stadion Ile Mandiri akan dilangsungkan penyerahan ulang tongkat kerajaan dan penyerahan kembali Keuskupan Larantuka kepada Bunda Maria.
Hal ini dilakukan oleh homili, Dona Martina Kanena Ximenes da Salva - Diaz Viera de Godinho akan dijemput dengan tarian gong waning menuju pangung. Permaisuri (alm) Don Lorenzo III DVG (raja nua usi) akan mengulang penyerahan tongkat kerajaan Larantuka kepada Bunda Maria sebagaimana dilakukan oleh tiga raja Larantuka sebelumnya.
Dalam sejarahnya, sebagaimana catatan istana raja, pada tahun 1665 raja Don Fransisco Ola Adobala DVG yang didampingi Mgr. Hendrique menyerahkan tongkat kerajaan berkepala emas kepada Bunda Maria. Bunda Maria dinobatkan sebagai ratu yang memerintah Kerajaan Larantuka. Peristiwa inilah yang dipandang sebagai klimaks tonggak perintis iman umat Katolik di Larantuka.
Prosesi panjang yang dilalui dalam sejarah lima abad Tuan Ma adalah bagaimana mempersatukan umat dan itu menjadi bagian dari andil raja dan gereja sebagai pemilik Tana Nagi.
Ziarah ke Tuan Senhor
Wure adalah sebuah desa kecil yang memiliki nilai historis religi perjalanan iman Katolik di Kabupaten Flores Timur (Flotim). Desa Wure berada di Kecamatan Adonara Barat, Pulau Adonara. Pada abad ke-15, Wure menjadi pusat penyebaran agama oleh bangsa Portugis.
Bangsa Portugis memperluas wilayah jajahannya sambil melakukan penyebaran agama Katolik di Flores, khususnya di Flotim dari Lohayong, Pulau Solor, Larantuka hingga Wure, Pulau Adonara.
Portugis yang awalnya menjajah Malaka melakukan eksodus besar-besaran ke Indonesia bagian timur dan menyinggahi Pulau Solor di Lohayong. Mereka membawa semua ornament milik mereka, termasuk patung-patung yang bernilai relegius.
Di Lohayong tepatnya di Menanga, mereka membangun benteng, namun benteng direbut Belanda. Masyarakat setempat juga tidak menerima mereka. Akhirnya mereka mendarat di Larantuka.
Di Larantuka mereka mendapat perlakuan yang sama sehingga bangsa Portugis di bawah pimpinan De Abreu kembali berlayar membawa serta semua ornament dan menuju Wure, Pulau Adonara.
Di Wure inilah bangsa Portugis mulai menyebarkan agamanya dan membangun kapela-kapela sebagai tempat penyimpanan ornament termasuk Larantuka setelah Raja Larantuka menerima kembali bangsa Portugis.
Kini Wure, benteng Lohayong dan tempat peninggalan Portugis lainnya menjadi tempat sejarah perjalanan religi di Flotim. Setiap tahun sekitar ribuan peziarah dari dalam dan luar negeri yang masuk ke wilayah Flotim.
Namun, situs-situs religi ini baru menjadi perhatian para rohaniwan dan pihak kerajaan. Pemerintah juga belum serius. Buktinya, Benteng Lohayong hanya tinggal nama. Bahkan, bencana tahun 1982 membuat benteng ini rubuh. Meriam pun hanya menjadi besi tua. Satu meriam yang kelihatan. Sementara lainnya wallahualam sudah ditimbang sebagai besi tua.
Padahal, pemerintah bisa memugar kembali situs-situs yang ada agar bisa menjadi wisata religi yang dapat meningkatkan pendapatan ekonomi keluarga.
Kamis (7/10/2010) sekitar pukul 08.00 Wita, ratusan peziarah kembali lagi ke Flotim mengikuti perayaan lima abad Tuan Ma. Mereka di antaranya Uskup Pangkal Pinang, Mgr. Hilarius Moa Nurak, SVD, uskup emeritus, Isak Dura, SVD, Dirjen Bimas Katolik, Anton Semara Dura, Kakanwil Depag Propinsi NTT, para pastor, suster serta tamu VIP lainnya. Ikut serta Ketua DPRD, Marius Payong Pati dan Wakil Ketua, Theodorus M. Wungubelen. Sementara tamu lainnya ada yang sudah berziarah.
Tamu-tamu yang hadir, antara lain Dubes Portugal dan istri, Gubernur NTT, Frans Lebu Raya bersama para muspida, Ketua KWI, Mgr. Martinus Dogma Situmorang, OFM.Cap, Uskup Maumere, Mgr. G. Kherubim Parera, Uskup Emeritus, Mgr. Anton Pain Ratu, SVD, Uskup Weetabula, Mgr. Edmund Woga, CSsR, Uskup Agung Samarinda, Mgr. Florentinus Suli, MSF dan sekretarisnya, Uskup Tanjung Selor, Mgr. Y. Harjosusanto, MSF, Uskup Denpasar, Mgr. Silvester San, Pr, Uskup Ruteng, Mgr. Hubert Leteng, Pr, Vikjen Keuskupan Tanjung Karang, RD. Piet Yoenato Sukowiluyo, Pr, utusan Keuskupan T.Karang, P. Marius Lami, CP, Uskup Bogor, Mgr. Michael Cosmas Angkur, OFM, Uskup Manokwari, Mgr. Hilarion Datus Lega, Pr, Uskup Emeritus Mgr. Issak A. Dura, para mantan Gubernur NTT, di antaranya Herman Musakabe, Arswendo Atmowiloto, Yopi Latul dan para tamu lainnya.
Di Wure para peziarah berdoa. Di bawah Patung Tuan Senhor (Tuan Berdiri) mereka bersujud. Selain itu, mereka juga bersujud di bawah kerangka jenazah Yesus dan ornament-ornament kudus peninggalan Portugal lainnya.
Ketekunan dan kekuatan doa yang dilantunkan menunjukkan betapa besar pengharapan dan cinta kasih yang dimiliki masyarakat dan para peziarah. Peristiwa ini pada hakekatnya adalah merayakan penemuan patung Tuan Ma pada 1510 di Pantai Larantuka.
Perayaan lima abad Tuan Ma yang monumental ini hendaknya memiliki makna yang mendalam bagi umat Katolik Keuskupan Larantuka dan sekitarnya. Peristiwa ini tidak seperti kita merayakan hari ulang tahun kelahiran kita.
Perayaan lima abad Tuan Ma merupakan moment syukur karena Tuan Ma merupakan benih iman pertama di wilayah Larantuka, perayaan lima abad Tuan Ma mestinya menjadi momentum pembaruan iman dalam ziarah bersama Bunda Maria. Patung Tuan Ma diyakini oleh masyarakat Larantuka sebagai tonggak penyebaran agama Katolik.
Dalam sepatah katanya di Wure, Uskup Samarinda mengatakan, "Saya sangat terkesan dengan keimanan masyarakat Wure. Begitu kuat imannya sehingga ornament religi menjadi pemersatu masyarakat di daerah ini.
"Saya baru pertama kali ke daerah ini dan ini cukup berkesan. Ini menjadi tempat ziarah yang sangat bagus. Kalau saya dekat dengan tempat ini, setiap hari saya ke sini. Apalagi daerah ini sangat subur, banyak buah dan sayur-sayuran," ungkap uskup diikuti tepuk tangan peziarah.
Tepuk tangan para peziarah juga warga setempat seakan-akan menghilangkan penat dan rasa haus selama perjalanan melewati lautan dan daratan dengan jalan yang masih berbatu.
Uskup emeritus Isak Dura mengatakan, ini perjalanan wisata yang cukup menggembirakan. "Dengan melihat ornament yang ada, saya yakin iman masyarakat di Wure sangat kuat. Apalagi, daerah ini sangat subur,"katanya sembari mengucapkan terima kasih atas suguhan kelapa muda segar oleh masyarakat setempat walaupun mereka kecewa dengan panitia Perayaan Lima Abad Tuan Ma yang tidak mengundang mereka untuk terlibat dalam prosesi religi tersebut.
Dirjen Bimas Katolik, Anton Semara Dura mengatakan, dirinya walaupun putra daerah, baru pertama kali ke Wure melihat ornament religi. "Ini sejarah religi yang hebat,"katanya.
Atas segala pujian itu, Lurah Wure, Yoseph L. Fernandez merasa bangga."Kami masyarakat di daerah ini sangat bangga dikunjungi para uskup, pastor dan peziarah lainnya. Ajaklah warga dunia datang ke tempat kami untuk melihat ornament religi yagn suci," ajak Yoseph. (Syarifah Sifah)
Sumber: Pos Kupang, 5-7 Oktober 2010 halaman 1
Jadwal Perayaan:
Rabu 6 Oktober 2010:
08.00: Penataan panggung dan tenda perayaan
10.00: Utusan umat dari masing-masing paroki tiba di Larantuka dengan membawa hantaran bagian dan berkumpul di halaman depan Gereja Katedral
17.00: Rombongan para Uskup dan tamu Negara tiba di Larantuka dan diterima di tempat penginapan
18.00: Salve agung di Gereja Katedral Reinha Rosari Larantuka
19.00: Pegelaran Napak Tilas Tuan Ma dan Malam Seni Budaya
Kamis 07 Oktober 2010:
08.00: Para uskup dan tamu VIP mengunjungi benteng Lohayong dan Wureh
09.00: Pentakhtaan Patung Tuan Ma
15.00: Pintu Kapela Tuan Ma ditutup sementara untuk kepentingan perayaan misa. Prosesi mengantar patung Bunda Maria ke Gereja Katedral dan menuju stadion Ile Mandiri
16.00: Perayaan Misa Agung
19.00: Prosesi menghantar kembali Patung Bunda Maria Reinha ke Gereja Katedral
19.30: Acara Resepsi
Jumat 8 Oktober 2010:
Sepanjang hari umat diberi kesempatan untuk melakukan ziarah dan cium Tuan di Kapela Tuan Ma
Sabtu 9 Oktober 2010:
10.00: Pintu Kapela Tuan Ma ditutup.