JIKA Anda penggemar sepakbola dan sempat menonton siaran langsung pertandingan semifinal Liga Champions antara Real Madrid vs Borussia Dortmund, Rabu (1/5) dinihari Wita, Anda mungkin sepakat bahwa laga itu menghibur sekaligus menegangkan. Madrid dan Dortmund berduel spartan selama satu setengah jam lewat sajian attacking football yang memaksa bola mata penonton televisi sejagat termasuk di Sulawesi Utara terus menyala.
Sampai menit ke-82 skor imbang 0-0 lantaran peluang emas yang diraih pemain kedua tim tak membuahkan gol. Madrid yang harus mengejar defisit tiga gol guna meraih tiket ke final Liga Champions musim ini di Wembley, tidak patah semangat.
Justru menjelang masa kritis itulah semangat bertarung pasukan Jose Mourinho makin menjadi-jadi. Masuknya dua pemain yang masih fresh staminanya, yakni Kaka dan Karim Benzema menambah daya dobrak Madrid ke jantung pertahanan Borussia. Madrid pun memetik hasil nyata berupa sepasang gol dari kaki Karim Benzema pada menit ke-83 dan Sergio Ramos ke-88. Beruntung bagi Dortmund yang sempat sempoyongan tapi mampu bertahan hingga tidak kebobolan lagi.
Dengan cuma mengoleksi dua gol, Madrid gagal ke final karena kalah agregat 3-4 setelah takluk 1-4 pada leg pertama di Signal Iduna Park, kandang Dortmund.
Bagi fans Real Madrid hasil ini pasti meninggalkan luka karena praktis sepanjang musim ini tim bertaburan bintang tersebut tak meraih satupun gelar bergengsi.
Apa boleh buat, begitulah takdir sepakbola. Ada saat berjaya, ada waktu mengecapi anggur kegetiran! Tapi setidaknya kita bisa memetik satu pelajaran kecil dari pertandingan itu. Kita bisa belajar tentang etos kerja pemain bola profesional bahwa selama masih ada waktu sesuai rule of the game, tidak ada istilah berhenti berjuang. Berhenti memberikan yang terbaik untuk tim. Madrid memang gagal ke final, namun Madrid tetap bisa berjalan dengan kepala tegak di kandang sendiri.
Pertandingan bola sebagai cabang olahraga terpopuler sejagat yang selalu kita nikmati sesungguhnya bercerita tentang perayaan kemanusiaan. Cerita tentang sukses dan gagal. Cerita tentang etos (karakter) kerja sepenuh jiwa. Nah, apakah kita bekerja dengan sepenuh jiwa di medan pengabdian kita masing-masing?
Etos kerja seadanya (untuk tidak menyebutnya sebagai sangat buruk), merupakan masalah Indonesia, Sulawesi Utara, masalah kita masing-masing bukan? Yang lazim terjadi di dunia kerja adalah orang memandang pekerjaan sebagai beban, bukan tanggungjawab kemanusiaannya apalagi jalan hidup yang indah. Maka orang bekerja asal-asalan, mau enaknya sendiri, suka melihat kekurangan bawahan atau pimpinan, lebih banyak menuntut hak daripada memenuhi kewajiban.
Ketika rapat Pansus DPRD Kota Manado bersama pemerintah membahas masalah sosial dan tenaga kerja hanya diikuti tiga orang, Selasa (30/4), Anda bisa menilai seperti apa etos kerja para pengambil kebijakan publik di ini negeri. Etos memberi yang terbaik dari diri kita masing-masing, itulah pelajaran dari lapangan bola.*
Sumber: Tribun Manado 2 Mei 2013 hal 10