Tak Ada Lagi yang Perawan

ilustrasi saja
BETA harap pikiran Anda jangan terbang ke mana mana dulu membaca ulasan ala kadarnya ini. Perawan yang dimaksudkan di ruangan ini cuma berurusan dengan tembakan bola, bukan 'tembakan' yang lain. Kalau ada yang punya pikiran tidak dalam konteks sepakbola, itu sah sah saja, tapi di luar tanggung jawab beta.
  
      Begini bolamania. Bila Anda cermat mengkaji, betapa langkanya ente (Anda)  mencari gawang yang masih perawan di ajang Piala Eropa 2000. Bukankah gawang perawan tak ada lagi sejak putaran pertama? Enam belas gawang sudah jebol semuanya. Telah tercabik cabik oleh tembakan beragam gaya laki laki berusia produktif (kalau meminjam istilah BKKBN masuk kategori PUS   Pasangan Usia Subur)  yang haus dan lapar sebanyak 78 kali. Duh Gusti, betapa malangnya nasib pengawal terakhir mahkota sebuah tim ini.

        Ya, gawang adalah mahkota seorang goal keeper yang mutlak dijaga dengan segala daya dan upaya. Jebolnya gawang selalu menimbulkan derita batin penjaga gawang. Derita itu bisa sangat panjang, sangat lama, akan terkenang sepanjang hayatnya. Karena dialah palang pintu terakhir. Lebih dari itu dialah ukuran martabat dan kehormatan tim. Tetapi karena martabat itu pula, 11 pemain lawan selalu berusaha merobek robeknya sesering mungkin, sebanyak banyaknya. Tak peduli ada pipi, dada, hidung, mulut, atau bagian tubuh lain yang sampai berdarah ataupun tidak.

         Permainan bola bergulir dalam lapangan berukuran 90 x 120 meter persegi. Tetapi aliran bola itu dimainkan sedemikian rupa, dikelola dengan prinsip prinsip manajemen, diramu dengan meneteskan keringat atau darah, untuk disasarkan pada satu lubang kecil berjaring dengan lebar tak lebih dari 7,3 meter. Letak lubang itu begitu anggun. Dia persis berada di tengah tengah pada dua sisi lapangan. Ke sanalah kulit bundar bergerak dengan usapan lembut ataupun sontekan sekeras kerasnya atau setajam tajamnya. Ahh..!

***

         TUJUH puluh delapan kali sudah Anda menyaksikan gawang jebol selama penyisihan grup Euro 2000 hingga babak perempatfinal yang berakhir Senin Wita (26/6/2000). Setiap kali gawang itu jebol, Anda tertawa riang. Melonjak girang. Anda mereguk puncak kenikmatan. Tapi boleh jadi Anda sedih, meringis bahkan  menangis.

    Sungguh mati, suasana serupa ini jauh berbeda dengan situasi empat tahun silam di Inggris. Waktu itu sampai dengan 24 partai babak penyisihan berakhir, masih ada yang belum terobek 'selaput daranya' yaitu gawang Andreas Koepke dari Jerman yang ujung  ujungnya keluar sebagai juara.

          Sepakbola rupanya makin agresif di ujung abad ke 20 ini. Tidak cukup lagi sekadar menyerang! Sepakbola 2000 dicirikan dengan menyerang agresif. Terminologi ini barangkali salah menurut pakar bahasa Indonesia, tetapi kurang lebih berarti bahwa tak lagi sepakbola menyerang tanpa agresivitas.

         Data statistik menunjukkan, sampai putaran pertama usai, tercipta 65 gol dalam 24 pertandingan atau rata rata 2,7 gol per partai. Grup C yang dihuni Yugo, Spanyol, Norwegia dan Slovenia paling subur yakni 18 gol diikuti Grup  A dan D masing masing 17 gol dan Grup B 13 gol. Dari 24 partai ini, hanya dua pertandingan berakhir 0 0 yakni Slovenia vs Norwegia dan Turki vs Swedia.

         Pada Euro 1996, sampai berakhirnya 24 partai penyisihan grup cuma menghasilkan 55 gol disertai satu gawang yang masih perawan. Data ini memperlihatkan kepada kita Euro 2000 memang lebih menyerang. Lebih agresif. Fakta paling dashyat justru terjadi dalam empat partai perempatfinal, tercipta 13 gol dan semuanya berlangsung dalam duel 2x45 menit. Bila dirata ratakan terjadi 3,2 gol per pertandingan. Kecemasan akan datangnya tragedi sudden death justru tidak terjadi.

         Empat tahun lalu memang tercipta  19 gol di babak perempatfinal, tetapi 15 gol lahir dari adu penalti setelah duel membosankan selama dua jam (120 menit) karena setiap tim takut kebobolan. Yang tercipta dalam 2x45 menit cuma 4 gol yaitu ketika Jerman mengalahkan Kroasia 2 1 dan Republik Ceko menang tipis 1 0 atas Portugal. Partai perempatfinal antara Spanyol v Inggris dan Perancis v Belanda berakhir 0 0. Inggris akhirnya menang adu penalti 4 2 serta Perancis mengalahkan tim Oranye Belanda 5 4.

        Bagi pemuja sepakbola menyerang, penampilan 352 seniman bola musim panas tahun ini patut disyukuri. Mereka telah menyuguhkan pesta yang tidak membosankan, meskipun semuanya berlangsung larut malam untuk sebagian besar penghuni kawasan Kathulistiwa. Pesta meriah yang tak henti hentinya mengajak penonton ikut berdansa karena indahnya gol demi gol yang terukir ke gawang.

         Italia yang terkenal ultra defensif dengan sistem pertahanan grendelnya (cattenacio) pada masa lalu, kini sangat agresif. Dino Zoff ternyata tidak mau mengkhianati Arrigo Sacchi, pendekar sepakbola menyerang Italia yang sukses di USA 1994. Demikian pula Portugal yang sejak lama memang penganut berat aliran Samba dengan sedikit irama Eropa. Salah satu bukti kejantanan Portugal adalah merobek robek gawang Jerman tiga kali tanpa balas.

         Perancis sang juara dunia itu apalagi.  Berintikan pemain kulit berwarna coklat dan hitam manis, Les Bleus bermain sangat terbuka. Sampai sampai pengamat bola bingung, bagaimana membedakannya dengan aroma total football Belanda. Sepakbola menyerang agresif, itulah dambaan generasi milenium ketiga. Hanya dengan semakin menyerang, makin agresif (tentunya dengan tunduk pada norma norma), sepakbola akan tetap menjadi cabang nomor satu sejagat dari sisi jumlah penggemar serta daya pikat ekonomisnya.

        Sepakbola menyerang agresif menganut prinsip, pertahanan terbaik adalah dengan terus menyerang. Karena itu, akan terasa kuno atau ketinggalan zaman jika membanggakan 'keperawanan' gawang dengan cara bertahan total! Sepakbola menyerang tidak anti keperawanan gawang, malah sangat mengagungkannya. Tetapi keperawanan itu harus dipertahankan dalam semangat keterbukaan, kebebasan berpikir dan bertindak. Tidak puritan!

         Ada tuntutan paradoks. Makin sering gawang dijebol, semakin asyik karena di sanalah kenikmatan dan kehormatan itu diraih, tidak cuma bagi pemain tapi juga penonton. Euro 2000 masih menyisakan tiga partai yang kian menegangkan. Beta kok percaya, Belanda, Perancis, Portugal dan Italia tak mungkin mengkhianati agresivitas bola yang telah sangat memanjakan para pemujanya. *

Sumber: Buku Bola Itu Telanjang karya Dion DB Putra, juga Pos Kupang edisi Rabu, 28 Juni 2000. Artikel ini  dibuat berkaitan dengan rekor gol yang tercipta sejak babak penyisihan hingga babak perempatfinal  Piala Eropa 2000 di Belanda dan Belgia.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes