Rp 50 Juta untuk Rumah Rusak Berat

MANADO, TRIBUN -  Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Dr  Sinyo Harry Sarundajang segera mengajukan permohonan bantuan rehabilitasi pascabencana banjir bandang di Manado kepada pemerintah pusat. Satu di antaranya dana  ganti rugi rumah yang mengalami kerusakan. "Saya minta Rp 50 juta satu rumah rusak berat, " kata Sarundajang kepada Tribun Manado, Kamis  (30/1/2014).

Untuk rusak sedang,  kata Sarundajang, diusulkan ganti rugi Rp 35 juta, sementara rusak ringan memperoleh Rp 25 juta. Dasar pengajuan ganti rugi tersebut sesuai penerapan ganti rugi bencana letusan Gunung Merapi di DI Yogyakarta beberapa tahun silam. Meski begitu, gubernurjuga belum menjamin angka itu disetujui. "Belum entu disetujui seperti itu, bisa turun, bisa juga lebih," katanya.

Ganti rugi tersebut, kata gubernur, disalurkan langsung ke rekening korban bencana, sehingga menurut SHS pendataan korban bencana harus akurat agar bantuan  tepat sasaran. Yang terpenting kata gubernur, dana ganti rugi rumah tersebut bukan untuk membangung kembali rumah di bantaran sungai.

Gubernur meminta kesabaran para korban banjir. "Bencana di Manado memang parah, yang harus dimengerti tidak mungkin dikerjakan satu dua minggu. Kami bisa mengerti ada masyarakat sangat emosional, namun saya harap bisa bersabar," sebutnya.

Pada bagian lain keterangannya,  Gubernur Sarundajang menyatakan pemerintah provinsi (pemprov)  siap memberikan tanah untuk membangun tempat relokasi masyarakat korban bencana. Hanya saja,  kata dia, kebanyakan tanah milik pemprov Sulut ada di luar wilayah Kota Manado. Contohnya di Wori, Kalasey dan beberapa tempat lainnya. Problemnya masyarakat enggan tinggal di luar Kota Manado

"Masyarakat mengeluh kalau relokasi di luar kota," kata Peserta Konvensi Capres Partai Demokrat ini. Pemerintah harus juga mempertimbangkan masukan masyarakat, sebab itu pemprov sudah kordinasi dengan Pemerintah Kota Manado untuk mencarikan tanah di dalam kota "Konsekuensi kalau dalam kota harus kita cari dan bayar. Dana perlu disediakan. Kalau di luar kota, pemerintah provinsi sudah punya tanah. Tidak perlu dibayar, bagaimanalah? Sebab kita harus menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah," ungkapnya.

 Sarundajang mengatakan, tak hanya pemerintah Provinsi Sulut dan pemerintah Kota Manado yang menghendaki relokasi. Bahkan Presiden RI pun sependapat
"Pemerintah tak mengizinkan lagi masyarakat menempati bantaran sungai. Akan  disediakan rumah susun. Tanah disiapkan pemerintah daerah. Sementara dana pembangunan dari pusat," ujarnya.

Menurut Wali Kota Manado Dr GS Vicky Lumentut, sebanyak 10.846 unit rumah di Kota Manado mengalami kerusakan akibat banjir, baik rusak berat, sedang dan ringan. Sementara rumah yang hanyut 840  unit, namun itu sudah termasuk kategori rusak berat. Jika ditotal sebanyak 3.700 rumah yang rusak berat. 

"Sebanyak 3.700 rumah rusak berat itu diperlakukan sama dengan yang hanyut. Jangan dibedakan-bedakan, rusak berat dengan hanyut relatif sama. Rusak berat itu karena relatif tidak bisa ditinggali," katanya, Jumat (31/10.

 Selain rumah, Lumentut memaparkan, sebanyak 111 gedung sekolah terendam, 96 di antaranya rusak. Kemudian 1 kantor UPT Diknas dan Kantor Diknas rusak dihantam banjir 15 Januari 2014.

Terkait program relokasi warga dan revitalisasi  Daerah Aliran Sungai (DAS) Tondano, Vicky Lumentut sebelumnya mengatakan akan menerbitkan Peraturan Wali Kota (Perwako) pekan depan sebagai payung hukum bagi pemerintah.

"Relokasi kita akan bicarakan dengan DPRD pekan depan karena DPRD sekarang belum bisa berkantor, kantor   tergenang banjir Tadi malam saya suda kordinasi dengan ketua (DPRD), kita akan pakai ruangan yang ada di kantor walikota, di ruang serba guna untuk kegiatan. Dari sana kita tetapkan (Perwako) untuk jadi payung hukum bersama," kata Lumentut  kepada Tribun Manado, Kamis (30/1).
Perwako ini,  kata Lumentut, sebagai alternatif payung hukum yang bisa segera digunakan mengingat Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Detail Kota Manado masih butuh proses panjang untuk dirampungkan.

"Isi Perwako antara lain tidak dizinkan lagi warga masyarakat yang selama ini tinggal di bantaran sungaiuntuk bangun rumah. Ini peraturan yang akan kita laksanakan," tegas mantan Sekretaris Kota Manado ini.

Lumentut yang juga menjabat Ketua DPD Partai Demokrat Sulawesi Utara (Sulut)  ini menjelaskan, minimal 10 meter sampai 15 meter tanah di pinggiran sungai harus dibebaskan dari permukiman. Oleh karena itu rumah permanen pun akan digusur
"Kita akan tegakkan aturan. Kami mohon pengertian masyarakat. Ini kan untuk keamanan mereka sendiri. Kedua, untuk ketenangan roda pemerintahan agar bisa berjalan dengan baik," kata Lumentut. (ryo)


Butuh 46 Rusunawa

KEPALA Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Manado Ferry Siwi mengatakan untuk menampung 4.542 kepala keluarga (KK) yang menjadi korban banjir bandang 15 Januari 2014, dibutuhkan 46 rumah susun sederhana sewa (rusunawa).
Dalam dalam satu twin blok rusunawa bisa ditempati 96 KK.

Kepada Tribun Manado, Jumat (31/1), Siwi memperkirakan hanya setengah dari jumlah total rununawa  itu yang akan dibangun Pemerintah Kota (Pemko) Manado. "Sebab tidak semua yang mau tinggal di rumah susun. Kebanyakan ingin memiliki rumah sendiri," ujarnya.

Dia menjelaskan beberapa langkah yang akan ditempuh Dinas PU. Pertama,  mensurvei  penduduk dan calon penghuni rusunawa. Bersamaan dengan itu, dilakukan survei lahan.  ."Dianalisis pula faktor kultural, ekonomi dan lain-lain. Karena itu rumah susun ada baiknya per kelurahan bukan per etnis karena sifat orang Manado yang ingin bersama-sama dengan etnis lain," katanya.

Setelah mengumpulkan data, kata dia, PU akan mendesain proyek rununawa bersamaan dengan pembebasan tanah. "Setelah itu baru membangun, mengoperasikan dan memeliharanya," kata dia.

Siwi menunjuk beberapa tempat yang memungkinkan dibangun rusunawa. Misalnya di Ternate Tanjung, belakang PT Air Manado. "Diperkirakan ada 5 ribu meter persegi atau setengah hektar di situ (Ternate Tanjung). Ada juga setengah hektar yang ada di Karame," ujarnya.

Kemungkinan lain bangun rusunawa  di Dendengan Luar dan Mapanget. Kalau Mapanget menurut Siwi  sangat positif karena Pemko memiliki banyak tanah negara di sana. Siwi menyebut lahan rusunawa per kecamatan seperti Paal Dua, Dendengan Luar dan Ternate Tanjung. "Dair Wanea kemungkinan akan menempati rusunawa di Ringroad. Masih bisa satu blok," katanya.

Untuk Tikala kemungkinan berada di daerah Taas. Singkil bisa bergabung di Ternate Tanjung dan Karame. Sedangkan Tuminting akan mencari tanah sendiri. "Wenang juga bisa bergabung dengan Singkil. Tapi yang sulit ialah Sario. Mereka bisa ke arah Malalayang atau ikut  Wanea," ujarnya.

Secara terpisah, Camat Paal Dua, Argo Sangkay menyatakan ada beberapa pilihan lokasi untuk rusunawa di wilayahnya, satu di antaranya di Dendengan Luar. Sangkay mengatakan masyarakat menyambut baik pendirian rusunawa itu. "Kami juga akan mencoba lahan di Lapangan Maesa dan sedang melobi provinsi untuk memakai eks gedung wanita," ujarnya. Di Paal Dua, kata dia, tercatat  164 rumah hanyut diterjang banjir bandang..

Sebaliknya, Camat Sario Treyse Mokalu mengakui Sario tidak mempunyai lahan untuk membangun rusunawa. "Di Sario tidak ada lahan," katanya. Apalagi menurut Mokalu lahan yang diperlukan sekitar 5 ribu meter persegi  (dma)

Sumber: Tribun Manado 1 Februari 2014 hal 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes