Pusat bermain ini terbuka untuk semua anak yang menjadi korban banjir dengan tujuan menghilangkan trauma yang mereka alami
GUNA mengatasi trauma pascabanjir bandang pada anak-anak, Keluarga Pusung- Pangau membuak Children Center Disaster Response atau pusat bermain anak-anak yang menjadi korban bencana. Pusat bermain ini terletak di Kelurahan Dendengan Dalam Manado. "Setiap hari kami buka, termasuk hari libur," ujar Dra Marce Pangau M.Si kepada Tribun Manado, Rabu (29/1/2014) lalu.
Beberapa jenis permainan tersedia di sana seperti matras puzzle, boneka, mobil- mobilan berbahan plastik dan lain-lain. "Ini baru berjalan hari ketiga, kami juga bekerja sama dengan Hope Worldwide. Sebagian jenis permainan anak-anak diberi oleh mereka. Sejak awal sudah ada relawan yang datang mengajar di sini. Kemarin, istri Wali Kota Manado datang ke sini dan berjanji memberikan bantuan," tuturnya.
Hingga Rabu lalu, kata Marce, sebanyak 54 anak bermain di tempat itu. "Yang datang dari usia balita hingga 14 tahun. Setiap hari kami bagikan mereka snack (makanan ringan)," ujarnya. Kebanyakan yang datang ke sana, anak-anak dari lingkungan VI dan VII Dendengan Dalam. Arena bermain ini dibuka pukul 15.00 dan tutup pukul 17.00 Wita.
Kegiatan di tempat bermain itu diawali berdoa bersama, kemudian bermain, ditutup kembali dengan berdoa bersama. Sebelum pulang anak-anak mendapat snack gratis. "Arena ini atas ide saya dan anak saya Piet Pusung, terbuka untuk semua anak-anak yang menjadi korban banjir. Tujuan kami untuk mengembalikan semangat anak- anak pascabanjir. Diharapkan bermanfaat bagi anak-anak," ujarnya.
Suasana prihatin memang dirasakan anak-anak korban banjir yang masih mengungsi. Seperti dirasakan bocah Aron Mawey (10), siswa kelas V di SD Soegiopranoto yang kini mengungsi di Gereja GMIM Siloam Paal Dua Manado.
Aron mengaku lebih nyaman tinggal di rumah sendiri dibandingkan di tempat pengungsian, "Di rumah lebih enak, karena di rumah ada play station. Kalau malam tidur di sini sangat sempit dan berisik," ungkapnya ketika ditemui di depan halaman gereja sedang bermain bersama teman-teman sebayanya.
Hal senada dikatakan Juliando Lego (9), murid kelas IV di sekolah yang sama dengan Aron. "Sekarang belum sekolah karena seragam saya sudah hilang. Di sini tidurnya sempit, tidak bisa nonton karena tidak ada televisi, tidak ada juga permainan, ada skuter tapi punya teman yang kadang dipinjamkan," tuturnya.
Pantauan Tribun, keenam bocah tersebut mengantre skuter milik Aron yang merupakan satu-satunya permainan di tempat itu. Pada bagian dalam gedung gereja dipadati barang dan para pengungsi, baik balita hingga lanjut usia. Tampak beberapa matras tipis di atas lantai yang dijadikan tempat tidur. Di luar gedung di bawah tangga terlihat juga barang-barang diatur sedemikan rupa sehingga menjadi seperti rumah darurat. (alexander pattyranie)
Sumber: Tribun Manado 1 Februari 2014 hal 1