Banjir di Manado 15 Januari 2014 |
Tokoh pemuda Sulut, Edwin Kambey menuturkan Pemerintah Provinsi Sulut dan pemerintah Kota Manado harusnya memberdayakan camat, lurah dan kepala lingkungan (pala) agar penyaluran bantuan adil dan merata. "Memang pasti ada yang terlambat tapi sebenarnya bisa diantisipasi dengan cara memberdayakan aparat pemerintah supaya semua korban bisa mendapatkan bantuan," kata alumni FISIP Unsrat Manado ini, Sabtu (18/1/2014).
Walaupun ada Pala dan aparat pemerintah lainnya yang juga terkena musibah, kata dia, sebaiknya sebagai aparat yang sudah disumpah melayani masyarakat harus menguatamakan kepentingan umum. "Pala kan punya keluarga dan bisa minta tolong warga di sekitarnya. Harus utamakan pengabdian kepada masyarakat. Wajar kalau Pala mengambil dan mengawal penyaluran bantuan ke warganya. Apalagi Pala yang lebih kenal warga yang tinggal di lingkungannya," ujarnya.
Mengantisipasi kemacetan arus lalulintas di Manado yang menghambat mobilitas manusia, menurut Kambey, sebaiknya penyaluran bantuan sesuai data korban banjir bisa dilakukan malam hari atau subuh hari. Tentu dengan memberdayakan Pala, Tagana yang kepengurusannya ada hingga ke kelurahan atau relawan yang jelas organisasinya. "Semua orang mengeluh lapar dan bantuan terlambat datang karena siang itu memang macet. Jalan masih sempit karena lumpur jadi kendaraan padat, belum lagi orang-orang luar Manado yang datang 'menonton' wajah Manado pascabanjir. Jadi tidak ada salahnya dalam kondisi darurat, Pala ataupun bagian penyaluran bantuan justru kerja malam atau subuh supaya pagi-pagi penyaluran sudah dari posko ke warga korban banjir langsung," sarannya.
Tokoh pemuda Sulut lainnya, Maurits Pangemanan mengharapkan pemerintah lebih cerdas dalam penyaluran bantuan ke korban banjir. "Saya lihat Pemko Manado lebih kurang mempercayakan aparat yang ada di kelurahan dan lingkungan. Semua bantuan maunya diserahkan langsung oleh Wali Kota Manado. Yah, kalau begitu caranya sudah mati kelaparan baru sampai bantuannya," ucapnya.
Pangemanan berharap pemanfaatan momentum disingkirkan para elit politik di daerah ini. "'Tolonglah kepentingan pencitraan disingkirkan. Salurkan bantuan secepatnya, tidak harus tunggu di foto-foto karena sudah tugas pemerintah untuk membantu warga yang kena bencana. Apalagi bahan yang disalurkan itu juga dari uang rakyat bukan uang pribadi pimpinan daerah ini," katanya.
Ia pun menyarankan agar Dinas Perhubungan Sulut atau Manado memfungsikan diri mengatasi kemacetan lalu lintas yang membuat penyaluran bantuan terhambat.
"Mobil-mobil yang tidak berkepentingan sebaiknya ditahan, tidak usah masuk Kota Manado supaya tidak macet dan tidak menjadi penghalang penyaluran bantuan. Kalau perlu pemerintah punya mobil khusus untuk mengantarkan bantuan dari luar Manado ke tujuannya dengan sistem paket jasa pengiriman. Asalkan sampai tujuan kan? Misalnya saya dari Bitung mau bantu keluarga saya di Wonasa. Saya bisa minta bantuan mobil pengantar milik pemerintah yang stand by di Kairagi, misalnya supaya tidak masuk kota dan memperparah macet. Tentunya saya akan cek via telepon kepada saudara saya itu bantuannya sudah sampai atau belum. Kalau ada mobil pengantar khusus ditugaskan pemerintah rasanya bantuan itu pasti akan sampai pada tujuannya bersama dengan bantuan-bantuan dari orang lain yang tujuannya di wilayah yang sama," sarannya.
Secara terpisah, pengamat pemerintahan Taufik Tumbelaka setuju jika sistem penyaluran bantuan pascabanjir ditata baik. "Agar sesuai dengan kondisi lapangan dan justru tidak merepotkan korban bencana sebaiknya pasca bencana bentuk bantuan terfokus pada air mineral dan makanan siap saji," katanya.
Ia juga mengimbau agar pemerintah memperhatikan gizi masyarakat. Jangan setiap hari diberikan mie instan saja."Harus ada bantuan beras atau bubur kacang hijau. Cukup tiga hari masyarakat terpaksa makan mie instan. Tidak bisa setiap hari masyarakat disajikan mie instan. Itu tidak cerdas dan harus lebih diperhatikan kebutuhan kecil yang sangat penting seperti obat-obatan, baju dalam, pembalut wanita dan jika perlu pengadaan box toilet dan kamar mandi sementara di setiap posko untuk mempermudah masyarakat membersihkan diri seusai membersihkan rumah yang penuh lumpur," ujarnya.(dit)
Tewu Panaskan Mobil Tiap Hari
PUTUSNYA ruas jalan Manado-Tomohon di dua titik di Kelurahan Tinoor II Lingkungan V Kecamatan Tomohon Utara sejak Rabu (15/1) telah mengakibatkan terisolirnya sebanyak 125 unit mobil dan 40 unit sepeda motor.
Seperti disaksikan Tribun Manado, Sabtu (18/1/2014), ratusan kendaraan itu terparkir rapi di sepanjang jalan sekitar 2 km. Kendaraan itu belum bisa dibawa pemiliknya ke Tomohon maupun ke Manado.
Kondisi tersebut memaksa Tewu Bolung (41), warga Desa Kapataran Kecamatan Tondano Pante, harus bolak balik tiap hari mengecek kendaraannya yang ikut terjebak di lokasi longsoran. "Mobil saya ikut terjebak saat terjadi longsor, makanya tiap hari saya datang ke sini untuk mengecek keberadaan mobil saya sekaligus memanaskan mesin agar tidak rusak," ujarnya, Sabtu (18/1) siang.
Ia berharap akses jalan Manado-Tomohon segera tersambung lahi sehingga kendaraannya dapat segera dikeluarkan dari lokasi tersebut. "Dengan adanya korban longsor, saya takut juga. Makanya, saya berharap ruas jalan Manado-Tomohon kembali tersambung. Saya juga tidak mau menjadi korban karena terlalu berlama-lama di sini," demikian Tewu. (war)
Sumber: Tribun Manado 19 Januari 2014 hal 1-8