Ato Sementara Puasa Kebutuhan Biologis

Ato dan istri sudah bisa pergi kerja, sedangkan buah hati mereka dijaga kerabat di lokasi pengungsian itu 
BENCANA banjir bandang menerjang 15 Januari 2014 membawa duka bagi warga Kota Manado. Nyawa manusia melayang, rumah dan harta benda hanyut yang memaksa ribuan orang hidup di pengungsian hingga sekarang.

Ato, warga Tikala Baru pun merasakan suka duka hidup di pengungsian bersama istri dan dan anaknya berusia 9 tahun. Pemilik pabrik mebel di Tikala Baru berbaik hati  menampung mereka sementara. Ruangan pengungsian ini cukup luas, bisa ditempati belasan keluarga. Namun, tinggal enam keluarga yang bertahan.

Andai saja rumahnya masih ada, sebenarnya Ato sudah bisa kembali. Namun, pada  15 Januari silam, Ato melihat dengan mata kepala sendiri saat rumahnya perlahan diseret arus air sungai. "Kalau mau pulang, pulang ke mana? Rumah sudah hanyut," kata pegawai honor di satu sekolah di Manado ini, Kamis (6/2/2014).

Aktivitas sehari-hari pun dia lakukan seperti biasa. Ato dan istri sudah bisa pergi kerja, sedangkan anaknya dijaga kerabat di lokasi pengungsian itu.  Tidur beralaskan matras tipis, untuk mandi cuci kakus menggunakan fasilitas pabrik mebel.

Pemenuhan kebutuhan di pengungsian memang serba terbatas. Tak semua bisa terpenuhi. Tentu untuk urusan makan dua kali sehari, saat siang dan malam sudah bisa terpenuhi. Begitu pula urusan sandang meskipun serba terbatas.
Nah, bila menyangkut urusan biologis suami istri, Ato pun harus puasa "Kalau urusan biologis puasa," katanya dengan wajah serius. Namanya hidup dalam situasi darurat, Ato mengaku tidak memikirkan urusan itu.

Lagipula tak ada tempat seperti bilik asmara.  Ia lebih memikirkan nasib keluarganya, tak mungkin terus bertahan di pengungsian sambil menerima belas kasih pemerintah dan relawan. Belum lagi trauma pascabanjir, saat hujan turun ia waswas. Dia selalu meninjau ketinggian air sungai.

Namun, tidak semua warga korban banjir Manado puasa urusan biologis suami istri. Pria asal Tikala berinisial HL misalnya, jujur mengakui puasa biologis hanya bertahan tiga hari pascabanjir.  "Namanya juga kebutuhan, daripada ditahan-tahan lebih baik disalurkan," kata HL sembari tertawa.

HL mengakui kondisi untuk pemenuhan kebutuhan biologis serba terbatas karena ia tidur melantai bersama seluruh anggota keluarganya. Dia dan istri pun harus pandai menggunakan waktu dan tempat sehingga privasi mereka tetap terjaga.

Masalah pascabanjir yang muncul bukan cuma urusan fisik. Sampai sekarang  HL  masih trauma. Bila hujan turun deras, ia waswas. Takut air naik menggenangi lingkungannya. "Kalau hujan, saya harus pulang, cek langsung keluarga. Kalau  cuma lewat telepon perasaan tetap tak tenang," katanya. Ia trauma karena pada  hari pertama banjir dia terendam sejak pagi sampai malam. Fisiknya sempat drop. (riyo noor)

Sumber: Tribun Manado 7 Februari 2014 hal 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes