Oleh JF Walenta
Peminat Masalah Hukum dan Sosial
UNTUNG tak bisa diraih malang tak bisa ditolak, itulah kata yang dapat melukiskan bencana dasyat yang melanda kota Manado dan sekitarnya pada tanggal 15 Januari 2014. Tidak ada seorang pun dari warga kota ini berpikir bahwa suatu saat kota ini akan hancur lebur.
Wajah kota Manado yang dulunya cantik bahkan tidak bisa dikenali lagi. Lumpur, sampah, bau busuk menjadi satu dalam aroma pilu di setiap jalan dan sudut kota. Tidak dapat dapat digambarkan bagaimana harapan warga kota ini untuk dapat meraih sukses di tahun yang baru. Warga kota ini telah menggantungkan harapan, cita-cita dan semangat setidak-tidaknya dengan usaha dan kerja keras agar dapat mengambil sedikit keuntungan untuk tetap hidup bersama kota yang penuh warna ini.
Jikalau kita pandai, jauh sebelum bencana melanda kota ini, sudah barang tentu kita dapat mereka-reka bahwa akan tiba saatnya kita disibukan dengan bencana dasyat. Tapi kita adalah masyarakat yang sungguh baik, tidak suka bicara, selalu menurut, tidak cukup pandai, acuh tak acuh dan terlalu sombong menikmati kebaikan alam serta tidak pernah bersyukur. Selebihnya kita betul-betul terpesona oleh pemimpin yang suka bersolek dan membual. Ketika bencana datang sontak kita berdoa dan memohon belas kasihan, kemudian kita mulai menghitung kerugian akibatnya. Semuanya telah lewat. Namun sebagai warga kota yang baik, marilah kita melihat apa yang telah diperbuat oleh mereka yang telah kita percaya untuk menjadi pemimpin kota ini agar kita tahu bagaimana cara mengingatkan mereka.
Mulai Dari Pijakan Sederhana
Tidak perlu menggukanan kata yang terlalu rumit untuk mendefinisikan apa itu pemimpin. Rakyat hanya tahu bahwa seorang pemimpin haruslah berada didepan untuk memimpin, selebihnya pemimpin adalah orang yang selalu memberikan contoh, panutan dan teladan yang baik kepada rakyat, tidak menipu dan membual, bicara santun, dapat dipercaya dan paling penting bukan seorang pemimpi, berada di garda terdepan untuk kepentingan rakyatnya sewaktu-waktu dibutuhkan.
Kalau pemimpin hanya untuk sekadar memimpin jadilah kota seperti sekarang ini, bermuka muram, dilanda duka, tidak lagi cantik, kurang bergairah, menguras energi warganya dan manfaat ekonomisnya menurun. Tidaklah baik kalau kita membandingkan kota ini dengan kota sedang dan besar lainnya dalam segi apapun, namun waktu sangatlah berharga bagi rakyat. Kadangkala kita harus menjadi tuan atas waktu kita oleh karenanya sedapat mungkin kita akan menghalau apapun yang menjadi penghalang bagi waktu kita. Akan tetapi kali ini akibat bencana dan kesemrawutan kota telah menghapus waktu dan harapan rakyatnya.
Kenyamanan yang Terganggu
Tengoklah baik-baik seperti apa pengelolaan sarana transportasi di kota ini yang setiap saat menjadi momok bagi waktu kita. Kemacetan bukan saja diciptakan oleh banjir bandang, akan tetapi sekalipun tidak banjir rakyat harus rela merayap. Lalu siapakah yang harus memikirkannya? Para pemimpin di kota ini sudah tahu kalau macet itu karena mobil banyak dan jalan sempit, tetapi untuk mengatasinya tidak semudah yang diucapkan. Kalau rakyat bertanya kepada pemimpin mengapa keadaan seperti ini masih terus terjadi? Adakah di antara mereka yang pintar untuk menjawab?
Alangkah baiknya sebagai rakyat, kita tidak perlu bermimpi untuk menikmati jalan yang nyaman tanpa kemacetan di kota ini. Kalau saja hari ini kita bicara tentang bencana banjir, kita tidak perlu menyumpahi alam sebagai penyebabnya. Lihat berapa banyak lubang mengganga di dalam kota. Namun meskipun demikian, faktanya pemimpin tidak pernah tahu kalau banyak jalan berlubang karena mereka menikmati jalanan dengan mobil mewah yang dibeli dengan mencekik rakyat melalui pajak dan berbagai macam kutipan lainnya.
Bagaimana drainase ditata bukan persoalan bagi pemimpin di kota ini. Mengatur sampah kota bukanlah prioritas, mengeluarkan izin untuk investasi konglomerat meski harus membabat hutan kota dan menggerus tanah hingga longsor adalah pekerjaan yang kalau bisa tidak boleh ditunda.
Permasalahan kota ini tidak berhenti pada banjir dan kemacetan semata, tidak bicara drainase yang kotor dan tersumbat, akan tetapi kita semua bicara bukan untuk hari ini saja tetapi besok atau lusa kota ini akan sama menakutnya dengan bencana banjir.
Siapa yang berani menikmati malam di kota ini tanda tanpa di ganggu oleh pemabuk, pembuat onar dan pencinta miras? Semua rakyat di kota ini tahu bahwa faktor utama pencabut nyawa di kota ini adalah miras, bahkan polisi dan serdadu pun mengatakannya demikian. Sudah banyak jargon yang diteriakan tapi tidak satu pun pemimpinnya memberikan contoh, adakah yang berani menutup pabrik miras di kota ini? Sudah barang tentu tidak, alasanya karena pabrik itu berfungsi sebagai mesin uang untuk membangun kota, selebihnya dipertahankan sebagai ciri khas kota yang cantik ini. Maka dibiarkanlah mesin uang itu untuk terus membunuh banyak rakyat dalam kota ini.
Menghormati kebebasan orang mencari nafkah adalah bagian dari cara kita menempatkan hak asasi manusia pada tempat yang baik, namum menghormatinya dengan membiarkan untuk terus menghitung korban berjatuhan adalah naïf.
Kota yang berkembang pesat seperti kota ini, tidak hanya dapat dipimpin oleh orang yang biasa-biasa saja tetapi harus orang yang luar biasa. Tahu apa yang diinginkan oleh rakyat, tidak mondar mandir tanpa urusan yang jelas, tidak perlu bersolek dan mempercantik diri karena rakyat di kota ini sangat paham bersolek dan suka mempercantik diri demi kota yang memang benar-benar cantik. Kalau pemimpin hanya sebatas pemimpi dan pandai bersolek, angkah baiknya dia tidur lalu bermimpi menjadi pemilik rumah mode, maka kota ini akan ditinggalkan orang.
Menghadirkan Rumah Hijau
Dikota ini, banyak rumah berwarna hijau. Tidak terhitung jumlahnya, akan tetapi setelah bencana banjir bandang yang dasyat semuanya menjadi coklat. Itulah warna lumpur di musim hujan dan warna gersang di musim panas. Kota ini tidak dibangun dengan cerdas, terburu-buru dan manfaatnya sangat sedikit untuk rakyat. Pemimpinnya lebih mementingkan pertumbuhan kota secara ekonomis sementara mengenyampingkan sikap humanis. Dulunya hutan masih kita temukan di pinggiran kota, sebagian menghiasi tengah kota walau rimbunannya tidak indah.
Tetapi sekarang rakyat bisa melihat akibat dari sebuah kota berkembang yang tidak diatur sedemikian rupa. Pemimpin tidak memiliki konsep pembangunan berbasis lingkungan, mungkin saja ada metoda dan cara semacam itu namun tidak pernah dilakukan untuk mewujudkannya. Kota ini terus saja dibangun dari batu dan besi dengan tidak memadukan konsep alami yang sederhana, akibatnya rakyat tidak lagi melihat pepohonan yang rindang, hutan kecil yang ditata dengan rapi, atau taman untuk sekedar berleha-leha meninikmati indahnya kota. Cobalah nikmati suhu udara yang semakin panas menyengat sekalipun di waktu pagi.
Penggunaan sumber daya untuk mendinginkan kota meningkat, di mana tempat kerja bos-bos pengelola kota ini tidak lagi dapat memanfaatkan udara sejuk, namun selalu menggunakan alat pendingin, inilah yang disebut tidak efisien menggunakan uang rakyat, karena ada harga mahal yang dibayar hanya untuk menikmati kesejukan yang seharusnya bisa didapat jikalau kota ini rindang dengan pepohonan.
Untuk Kota Ini
Sebagian dari kita tidak paham efek rumah kaca, tetapi rakyat tahu kalau banyak pohon rindang pasti akan ada udara yang sejuk. Oleh karenanya rumah hijau adalah impian bagi setiap rakyat dalam kota ini, warna hijau tidak hanya menjadi corak bagi bangunan kota tetapi lebih jauh dari itu rumah hijau adalah kota tempat kediaman kita yang sejuk dengan pepohonan rindang, sehingga rakyat yang tinggal dan menjadi warga kota ini dapat menikmati kecantikan alami dari kota yang memang benar-benar cantik. Oleh karenanya baiklah mulai hari ini kita mewujudkan cita-cita akan rumah hijau, tanamlah pohoh sebanyak yang kita mampu, sebagai rakyat dan warga kota ini teruslah berbicara untuk kemajuan kota, teruslah menjaga keamanan dan kenyamanan agar kita tidak digolongkan sebagai warga pembuat onar dalam masyarakat. Tinggalkan perbuatan terbaik kita bagi generasi mendatang dengan memilih pemimpin yang tahu bagaimana membangun kota dengan benar, agar kota yang cantik ini akan tetap dirindukan oleh banyak orang. (*)
Sumber: Tribun Manado, 8 Februari 2014 halaman 10