Susilowati Selamatkan Bumi dari Sampah

Susilowati Koopman (foto feliks janggu)
Mengolah sampah menciptakan bumi baru bagi generasi mendatang. Demikian ide besar Ibu Susilowati Koopman di balik pendirian Bank Sampah Flores di Kota Maumere Kabupaten Sikka, 14 Februari 2014 lalu, bertepatan dengan Hari Valentine.

"Pada zaman modern sekarang ini, banyak orang mengapresiasikan cintanya lewat kado. Pada saat bersamaan, dunia ini penuh dengan sampah. Lalu siapa yang kelola? Saya pun mau menjadi pemulung dan mengabdikan cintaku pada sampah," kata Ibu Susilowati di kantor pusat Bank Sampah Flores di Pantai Paris, Maumere, Rabu (29/4/2015).

Satu tahun sudah Bank Sampah berada di Kota Maumere.  Keberadaannya banyak membantu mendidik masyarakat untuk tidak membuang sampah, menjaga kebersihan lingkungan dan memanfaatkan sampah untuk menambah pendapatan keluarga.Susilowati khawatir  jika sampah tidak diolah, maka ribuan bahkan jutaan tahun nanti sampah akan mengusai bumi ini.

Dibantu Fransiskus Xaverius Iri dan Fransiskus Xaverius Soi Sabe, Ibu Susilowati melayani nasabah yang kini menyebar di delapan kelurahan di Maumere. Nasabah individu sebanyak 769 orang tidak termasuk lembaga pendidikan, lembaga gereja dan kantor-kantor pemerintahan di  Sikka.

 "Nasabah kita itu individu, sekolah, rumah sakit, puskesmas. Paling luar biasa itu  lembaga-lembaga gereja setiap kali menabung di Bank Sampah sampai 1/2 ton per bulan," kata  Susilowati.


Bank Sampah Flores sudah  memiliki 21 Bank Sampah Unit yang tersebat di beberapa titik, sebut beberapa di antaranya Bank Sampah Unit Madawat, Bank Sampah Unit Geliting, Bank Sampah Unit Mauloo dan lainnya.

Adapun yang ditabung,  antara lain kaleng, kertas, plastik, botol dan sebagainya. Sampah-sampah itu ditabung di Bank Sampah untuk kemudian diolah menjadi barang yang bisa dipakai lagi, seperti piring, tas, keranjang, meja, lemari dan aneka produk lainnya.

Kini produk tas Bank Sampah Flores menjadi penjualan tertinggi. Bank sampah Flores kini tengah memenuhi pesan piring dan keranjang dari Denpasar, Bali. Adapun produk Bank Sampah Flores,  antara lain  program sekolah sampah bagi masyarakat. Bank Sampah Flores memberikan pelatihan kepada masyarakat untuk mengelolah sampah secara mandiri menjadi barang-barang berharga yang bisa dimanfaatkan kembali untuk keperluan rumah tangga.

Program lainnya, beasiswa bagi nasabah. Nasabah menabung sampah, dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, nasabah sudah bisa mengambil tabungannya di Bank Sampah. "Baru satu anak yang mengambil program ini, setiap hari dia menabung sampah, dan menurut ibunya dia menabung untuk kuliah," kata Susilowati.

Bank Sampah Flores berbasiskan kesadaran masyarakat, mengurangi  beban pemerintah mengelolah sampah di kota, dan berorientasi kepada lingkungan hidup.


"Jika masyarakat mengelolah sampah secara mandiri dengan baik, lingkungan jadi sehat, sampah juga membawa keuntungan ekonomi," tambah Susilowati. Sampah juga bisa ditukar dengan pulsa telpon, pulsa listrik dan akan dibuka Kios Barter Sampah di Pusat Bank Sampah Flores di Pantai Paris.

Muara dari semua perjuangan Susilowati adalah Zero Waste (sampah nol) di Flores. Perlu perjuangan, adanya perubahan mindset (pola pikir, Red) masyarakat tentang sampah. Perlu edukasi terus-menerus. 

Filosofi pengelolaan sampah di Bank Sampah Flores adalah Reduce, Reuse, Recyle, Responsibilyty, Revolusi Mental dan Action atau disingkat 5R1A. Relawan Green Indonesia Eco Flores ini mengatakan, semua permasalahan  terkait sampah adalah perilaku.

Dia harus membagi waktu antar kesibukan mengolah sampah di Kota Maumere dan mengajar di Komodo Mangarai Barat, Ruteng-Manggarai, Sumba, Maumere dan Larantuka. "Saya juga relawan Green Indonesia dari Eco Flores," ujarnya.

Susilowati bertekad membangun monumen Bank Sampah Flores di Kota Maumere. Monumen sampah Flores itu mungkin bisa menjadi satu hal yang menarik wisatawan di Kota Maumere. "Tidak bisa membangun pariwisata tanpa kota yang bersih. Salah satu barometer pembangunan pariwisata itu, kotanya harus bersih. Bank Sampah Flores sangat mendukung program pemerintah daerah Sikka, menjadikan Pariwisata Leading sektor pembangunan," ujar Susilowati.

Flores is Magic
Mengapa Susilowati mengabdikan hidupnya untuk masyarakat Kota Maumere? Dia mempunyai kisah panjang sampai akhirnya dia jatuh cinta dengan Maumere.

Baginya, Flores is Magic. Sejak pertama kali menginjak Flores di Pantai Paga, tahun 1998 bersama dengan suaminya,    Herman Koopman asal Belanda, Susilowati jatuh cinta. "Saya benar-benar jatuh cinta dengan Flores. Flores is Magic," ujar ibu empat anak ini.

Susilowati lahir di Rowoseneng,  Jawa Tengah, 3 November 1967. Ayahnya bernama Mulyono, seorang gitarist dan penyanyi terkenal di desanya dan ibunya bernama Ariati.  Kedua orang tuanya telah tiada. Susilowati memilih tinggal jauh dari suami dan anak-anaknya. Suami Susilowati bekerja di Kedutaan Belanda di Afganistan. Putra pertamanya di Irlandia, anak keduanya di Australia sambil kuliah, Morlies Koopman di Bali dan Isabel Kooman di Maumere bersama dirinya.

"Suami saya seorang petani di Afganistan, saya seorang pemulung, anak pertama saya ngamen di Irlandia dan anak kedua ngamen di Australia," kata Susilowati.

Susilowati menceritakan kenangan indah saat dirinya dan suami memutuskan meninggalkan Pakistan dan bekerja di Paga, Sikka tahun 1998. "Itu keputusan yang sangat sulit. Kami punya kehidupan yang baik di Pakistan," ujarnya.

Pertama kali menginjak kaki di Paga, kata Susilowati, dirinya langsung jatuh cinta dengan penyambutan keluarga di Paga.

Susilowati pernah menjadi perawat di RS Samarinda Kaltim, tetapi meninggalkan pekerjaan itu dan bersama suaminya ke Belanda. Dia berkenalan dengan Herman saat Herman menjadi VSO (Volunter Seas Overseas) dari Inggris. "Kami bertemu dan jatuh cinta, sampai komitmen menikah di sana. Saya diangkat menjadi anak Suku Dayak, dia juga," cerita Susilowati.

Selama berada di Sikka, Susilowati mendampingi suaminya. Tetapi dia pun bingung tinggal di Paga karena tidak ada hal yang bisa dikerjakan. Akhirnya dia melamar di Care International.
Tetapi demi pendidikan anak-anak, Susilowati  memilih  hijrah ke Denpasar. Anak-anaknya pun sekolah di Bali. Tetapi setelah semua anaknya mandiri, Susilowati memutuskan mengabdikan talentanya bagi masyarakat Kabupaten Sikka.

Susilowati setiap tiga bulan sekali baru bisa bertemu dengan suaminya, sedangkan anak-anaknya bertemu setiap kali perayaan Natal. "Kami berkomitmen, perayaan Natal harus bersama. Bisa di Maumere, bisa di Bali atau atas kesepakatan bersama," kata Susilowati.

Untuk memuaskan rasa rindu dengan anak-anaknya Susilowati mengaku sangat terbantu dengan teknologi komunikasi yang semakin canggih saat ini. "Saya bisa melihat wajah anak-anak setiap hari, berkomunikasi setiap hari. Saya merasa mereka tidak jauh dengan saya," ujarnya. (feliks janggu)

Sumber: Pos Kupang 5 Mei 2015 halaman 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes