ilustrasi |
Ya, tahun 2005-2006 wajah sepakbola Italia sungguh berlumuran malu oleh skandal calciopoli (pengaturan skor) di ajang kompetisi elit Serie A. Skandal anti fair play yang dibuka polisi Mei 2006 melibatkan juara liga Juventus dan klub-klub terkemuka seperti AC Milan, Fiorentina dan Lazio. Mereka dituduh mengatur permainan dengan memilih wasit tertentu, dan beberapa pemain dituduh memperjudikan pertandingan sepakbola secara ilegal.
Pengadilan kemudian menghukum Juventus degradasi ke Serie B, pengurangan 30 nilai untuk musim berikutnya (2006/2007), penghapusan dua gelar juara Serie A musim 2004/2005 dan 2005/2006, dilarang tampil di Liga Champions Eropa 2006/2007 serta didenda 100.000 dolar AS. Lazio dan Fiorentina juga dihukum meski tidak seberat Juventus.
Dibayangi skandal memalukan itu Italia menuju putaran final Piala Dunia 2006 di Jerman. Ketika banyak orang pesimistis akan prestasinya, Italia justru perlahan namun pasti terus melaju ke babak puncak bahkan dengan menggulung tuan rumah Jerman di semifinal. Di partai final Italia mengalahkan Perancis lewat adu penalti.
Sepakbola Italia sungguh hebat! Hanya tahun 1970 kesebelasan Samba Brasil di bawah komando sang maestro Pele berhasil menang telak 4-1. Setelah itu, hampir 40 tahun Italia tidak pernah kalah dengan selisih skor tiga gol. Malah melawan Belanda sejak tahun 1978 pasukan biru tersebut tak terkalahkan.
Kali ini di Piala Eropa 2012 Italia tampil pas-pasan dengan hanya bermain imbang 1-1 melawan Spanyol dan Rusia di Grup C. Tapi di laga akhir grup melawan Republik Irlandia, grafik permainan Squadra Azzurra makin baik dan menang 2-0 untuk lolos ke perempatfinal bertemu Inggris (juara Grup D). Krisis dalam negeri pun menghantui persiapan tim nasional Italia. Meski belum segempar skandal tahun 2006 silam, namun masalah pengaturan skor kembali tercium di negeri itu. "Krisis membuat kami lebih tangguh," kata kapten tim Gianluigi Buffon. Perjalanan Italia di Euro 2012 memang masih panjang dan berliku. Namun, bukan mustahil keyakinan Buffon menjadi spirit bagi Italia untuk melaju lebih jauh.
Kita bisa memetik hikmah dari karakter sepakbola Italia yaitu bagaimana mengelola krisis menjadi sebuah momentum untuk bangkit. Krisis tak mesti membuat galau berkepanjangan. Krisis demi krisis dalam kehidupan kita, baik dalam rumah tangga, keluarga, tempat kerja bahkan krisis sebagai warga bangsa tidak boleh mematikan kreativitas. Individu atau kelompok masyarakat yang tangguh justru memandang krisis sebagai peluang mengasah diri untuk meraih kejayaan baru.*
Sumber: Tribun Manado 21 Juni 2012 halaman 10