Virus Oranje

Semula kesebelasan Belanda bukanlah favorit. Predikat ini sungguh pahit. Sebab selama 20 tahun terakhir percaturan bola internasional, baru kali ini kesebelasan ”Oranje” tak menduduki tempat unggulan.

Prediksi ini sekarang berbalik 180 derajat. Setelah menggulingkan juara dunia Italia, 3-0, Belanda mendadak difavoritkan ke final. Tidak hanya itu, anak-anak asuhan Marco van Basten juga dipuji sebagai kesebelasan yang telah mempertontonkan apa sesungguhnya sepak bola modern.

Ada cukup alasan mengapa semula Belanda tidak difavoritkan. Dalam kancah sepak bola Eropa, pemain-pemain Belanda tak banyak memberi harapan. Kalaupun ada, pemain yang dipandang hebat paling-paling hanya Ruud van Nistelrooy dan Edwin van der Sar. Atau di bawah mereka adalah Robin van Persie dan Wesley Sneijder.

Bahkan dua pemain tangguh, Clarence Seedorf dari AC Milan dan Mark van Bommel dari Bayern Muenchen, menolak bergabung. Pers menganggap absennya kedua pemain itu sebagai kegagalan diplomasi Van Basten menggaet pemain-pemain potensial Belanda.

Ini masih ditambah cedera yang menghantui kesebelasan Oranje. Karena cedera, Ryan Babel dari Liverpool terpaksa harus absen total dari turnamen. Arjen Robben tiba-tiba juga cedera. Sementara Robin van Persie belum total sembuh.

Melawan Italia, Belanda mesti siap menelan pil pahit. Begitu suara pesimistis dari sementara pengamat bola di Belanda. Ramalan ini 100 persen meleset. Justru Belanda yang hampir tidak memberi kesempatan bernapas bagi Italia. Permainan Belanda seakan memojokkan Italia menjadi seperti mesin tua yang tak berfungsi lagi.

La nottata piĆ¹ nera, malam tergelap bagi ”Squadra Azzurra”, begitu tulis koran La Gazzetta dello Sport. Belanda telah mencemplungkan Italia dalam malam tanpa harapan. Sebaliknya, malam tanpa harapan bagi Italia itu adalah malam terang dan membebaskan bagi Belanda.

Sudah lama Belanda belum pernah menang melawan Italia. Terakhir mereka menang lawan Italia, 2-1, saat bermain di Piala Dunia 1978 di Argentina. Bayangkan, 30 tahun lamanya mereka harus menanti. Baru sekarang, dalam Piala Eropa 2008 ini, Belanda dapat merasakan buah penantian mereka.

Maka pantas, begitu gol Van Nistelrooy mengoyak gawang Gianluigi Buffon, permainan Belanda tiba-tiba menjadi serba tak terduga. Seakan sebuah tanggul telah jebol, dan permainan mereka pun mengalir seperti air bah. Ya, seakan roh kemenangan 30 tahun lalu di Argentina mendadak menaungi mereka, dan gawang Italia pun ambrol lagi dengan gol-gol indah dari Wesley Sneijder dan Giovanni van Bronckhorst.

Pemain-pemain Belanda juga tak membayangkan bahwa mereka bisa bermain begitu dahsyat. ”Sungguh suatu mimpi. Rasanya tak bisa kami bermain bola lebih baik daripada permainan kami melawan Italia itu,” kata Rafael van der Vaart.

Van Basten menyebut permainan melawan Italia itu historis. Memang sebagai pemain, Van Basten adalah bintang. Namun sebagai pelatih, ia belum menunjukkan kualitas yang hebat. Baru dalam pertandingan melawan Italia itu ia terbukti berhasil membentuk kesebelasan Belanda yang sangat disegani. Sekarang ia layak disebut berhasil baik sebagai pemain maupun sebagai pelatih.

Bagi Van Basten, permainan itu historis juga dalam arti bahwa ia berhasil membawa Belanda kembali ke jati diri sepak bolanya, yakni sebuah total football. Total football ini adalah permainan Ajax di bawah Rinus Michels yang berjaya di Eropa tahun 1970-an. Oleh Michels, sistem itu kemudian diterapkan pada permainan Belanda.

Total football, yang 30 tahun lalu diperagakan Johan Cruijff dan kawan-kawannya, seakan hidup kembali di stadion di Bern, ketika anak-anak Van Basten menjungkirkan Italia ke jurang ratapannya. Prinsip total football adalah setiap pemain harus selalu siap berada di posisi yang terus-menerus berganti. Tak ada yang mangkal dalam posisi yang lebih kurang permanen.

Lihatlah bagaimana misalnya Van Bronckhorst, man of the match malam itu, dengan gigih membela pertahanan. Lalu, begitu mendadak ia maju ke depan menjadi pengumpan yang jitu. Malah dengan kejelian nalurinya, ia juga membuat gol. Atau Dirk Kuyt, penyerang yang tiba-tiba dengan sigap mundur ke belakang ketika pertahanan Belanda terancam.

Pemain-pemain Belanda tak pernah berusaha mengacau permainan lawan. Memang salah satu prinsip dasar total football bukan bagaimana permainan lawan dirusak, tetapi bagaimana permainan sendiri dikembangkan sejauh mungkin. Justru itulah yang membuat permainan Belanda sportif, karena itu juga enak dilihat.

”Marilah kita berharap agar Belanda terus menebarkan virusnya,” begitu komentar Terry Butcher, mantan pemain Inggris yang sekarang menjadi asisten pelatih kesebelasan Skotlandia. Memang sudah lama publik bola rindu akan sepak bola yang indah dan efektif seperti diperagakan Belanda. (Oleh Sindhunata, wartawan pecinta sepakbola)

Sumber: Kompas.Com
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes