HARI Rabu, 21 Januari 2009 jarum jam menunjukkan pukul 15.54 Wita. Saya sedang bersantai di beranda gedung tua PWI NTT, Jalan Veteran, kawasan Kota Baru - Kupang. Menarik napas sejenak setelah memimpin rapat dengan seluruh pengurus PWI Cabang NTT membahas rencana kami membuat acara sederhana memperingati Hari Pers Nasional tahun 2009.
Satu pesan singkat (SMS) dari seorang sahabat jurnalis di Jakarta masuk ke ponsel saya. "Selamat sore Dion, kotamu juara nasional. Kupang, ibukota Propinsi NTT adalah kota terkorup di Indonesia. Proficiat Bung!!!!"
Sahabatku itu menginformasikan hasil survei Transparasi Internasional Indonesia (TII) tahun 2008 terhadap 50 kota di Indonesia. Baru beberapa saat yang lalu dia mengikuti jumpa pers TII di Balai Kartini- Jakarta.
Isi pesan itu sungguh menohok dada saya. Tapi cuma sekejap. Senyum sontak tersungging di bibir. Sulit melukiskan perasaan yang berkecamuk. Yang pasti terasa plong dada ini.... Lega karena hasil survei itu meneguhkan apa yang kami suarakan selama ini.
Korupsi di NTT bukan warta baru. Dilakukan secara vulgar dan tanpa rasa malu! Sementara penegakan hukum jauh dari memuaskan. Vonis bebas di pengadilan. Begitulah berita dominan tentang perkara korupsi di NTT. Mudah-mudahan hasil survei TII tahun 2008 membuka mata dan hati. Buka mata dan hati warga NTT untuk berbenah diri, berubah. Jangan lagi bermain-main dengan korupsi!
Dalam pekerjaan sehari-hari sebagai jurnalis, praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) merupakan salah satu isu utama redaksi. Telah berulang kali dikupas, disingkap dan dipublikasikan kepada masyarakat NTT yang miskin dan langganan bencana ini.
Kami tiada henti menulis dan bersuara, meskipun risiko memenuhi salah satu fungsi pers itu harus berhadapan dengan hukum. Kami diteror fisik dan non-fisik, dihujat, dicaci-maki. Kami diadukan ke polisi, diinterogasi hingga ditetapkan sebagai tersangka pencemaran nama baik, fitnah atau melakukan perbuatan tidak menyenang. Bukan baru sekali!
Hasil survei TII kembali menegaskan betapa praktik korupsi di Propinsi NTT sudah menggurita sedemikian rupa hingga dianggap wajar dan biasa-biasa saja. Membuktikan bahwa apa yang diungkap media massa selama ini bukan mengada- ngada. Tidak karena unsur suka dan tidak suka.
Setiap kali kami menulis dugaan praktik korupsi yang dilakukan orang perorang atau sekelompok orang di NTT, komentar pertama yang kami terima kurang lebih demikian. "Koran itu, si wartawan itu.... memang tidak suka dengan saya karena saya orang dari daerah ini, agama itu dan...." Asal daerah dan agama kerap dibawa-bawa.
Sejatinya tidak demikian. Kami wartawan menyadari ketidaksempurnaan sebagai manusia, tetapi wartawan bekerja sesuai standar profesi. Profesional. Mana mungkin satu institusi media massa bisa bertahan hidup sekian lama kalau tidak profesional? Kalau dia tidak dipercaya publik?
***
MISKIN dan Korup! Agaknya itulah diksi yang cocok diberikan buat Kupang. Untuk Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan hasil survei TII tahun 2008, Kupang paling korup di antara 50 kota di Indonesia. Posisi kedua Kota Tegal yang memperoleh nilai 3,32 persen. Yogyakarta adalah daerah paling bersih dari praktik korupsi dengan skor 6,43 persen, diikuti Palangkaraya, ibu kota Kalimantan Tengah dengan skor 6,1 persen.
"Memang agak aneh, daerah miskin kok malah paling korup. Tapi itu kenyataan dari hasil survei yang kami lakukan. Bahkan, daerah miskin memang ada kecenderungan untuk lebih korup," kata Deputi Sekjen Transparansi Internasional Indonesia (TII), Rezki Sri Wibowo dalam jumpa pers mengenai indeks persepsi korupsi Indonesia tahun 2008 di Jakarta, Rabu (21/1/2009).
Dia menjelaskan, umumnya para pelaku bisnis di Kupang menganggap korupsi biasa dilakukan. Jajaran pemerintah daerah (Pemda) pun tidak serius dalam upaya memberantas praktik-praktik korupsi. Sebaliknya di Yogyakarta yang masuk kategori "terbersih" di Indonesia, para pelaku bisnis menganggap pemerintah serius memberantas praktik korupsi.
Rezki Sri Wibowo mengatakan, dalam survei ini TII mengambil sampel sebanyak 3.841 responden. Pejabat publik 2.371 responden, tokoh masyarakat sebanyak 396 responden dan pelaku bisnis atau dunia usaha sebanyak 1.074 responden.
Hasil survei TII tahun 2008 juga menunjukkan, institusi publik yang rawan praktek suap adalah kepolisian. Responden yang sering berhubungan dengan institusi tersebut mengaku sering dimintai uang. Hasil survei ini lagi-lagi tidak mengejutkan bukan? Warga masyarakat kita sudah biasa merasakan saban hari.*
Hasil survei TII 2008
Paling Bersih
1. Yogyakarta, skor 6,43
2. Palangkaraya, skor 6,1
3. Banda Aceh, skor 5,87
4. Jambi, skor 5,57
5. Mataram,skor 5,41
6. Surakarta, skor 5,35
7. Tasikmalaya, skor 5,12
8. Banjarmasin, skor 5,11
9. Samarinda, skor 5,03
10. Pangkal Pinang, skor 5,03
Paling Korup
1. Kupang, skor 2,97
2. Tegal, skor 3,32
3. Manokwari, skor 3,39
4. Kendari, skor 3,43
5. Purwokerto, skor 3,54
6. Pekan Baru, skor 3,55
7. Padang Sidempuan, skor 3,66
8. Bandung, skor 3,67
9. Pontianak, skor 3,81
10. Cirebon, skor 3,82