KUPANG, PK -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan KPU propinsi dan kabupaten/kota di NTT dinilai belum siap menyelenggarakan pemilu legislatif tanggal 9 April 2009. Banyak hal, diantaranya sosialisasi dan tender logistik, belum dilaksanakan, padahal waktu pelaksanaan semakin mepet.
Penilaian ini disampaikan Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Propinsi NTT, Ir. Dominggus Osa, M. P saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (20/1/2009).
"Sosialisasi tidak berjalan padahal mereka punya dana. Tender logistik juga belum dilaksanakan. Regulasi KPU tentang suara terbanyak pasca keputusan Mahkamah Konstitusi sampai sekarang tidak ada. Padahal waktu pelaksanaan semakin mepet, tinggal 80 hari. Jadi, penyelenggara tidak siap," kata Osa.
Tentang sosialisasi, Osa mengungkapkan, Panwaslu menerima banyak laporan bahwa banyak warga belum mengetahui tentang mekanisme pemberian suara dengan menggunakan tanda contreng.
"Tentang contreng ini banyak warga Kota Kupang tidak tahu. Di kota saja sudah seperti ini, apalagi di desa-desa. KPUD seolah- olah masa bodoh dengan persoalan ini," katanya.
"Semestinya sosialisasi dilakukan oleh KPUD secara terstruktur dan teroganisasi. Tapi yang terjadi, KPUD selalu nebeng pada kegiatan orang atau lembaga lain untuk sosialisasi. Kondisi ini sangat berbeda dengan waktu pelaksanaan pilkada. Kalau pilkada sangat gencar sosialisasi," kritik Osa.
Dia mengatakan, sekarang sudah masuk pada tahapan kampanye terbatas. Meski demikian, jadwal kampanye partai politik diatur seperti apa, Panwaslu sendiri tidak tahu.
Osa mengatakan, jika dibandingkan dengan Pemilu 2004, persiapan pelaksanaan Pemilu 2004 jauh lebih baik dari Pemilu 2009. "Saya punya pengalaman sebagai Panwaslu pada pemilu 2004. Rapat koordinasi antara penyelenggara berjalan, sehingga kualitas penyelenggaraan juga jauh lebih bagus," ujar mantan Ketua Panwaslu NTT pada Pemilu 2004 ini.
Ancam Undur Diri
Dominggus Osa juga mengatakan, pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan Pemilu 2009 oleh Panwaslu mengalami kendala. Salah satu faktor penyebabnya adalah kurang perhatiannya pemerintah daerah (pemda) terhadap Panwaslu.
"Kita punya kendala dalam melaksanakan pengawasan. Sarana prasarana penunjang sangat minim. Kondisi ini tidak hanya di Panwaslu propinsi, tapi juga di kabupaten/kota. Kami di propinsi dikasih dua unit komputer rongsokan, dan kami sudah kembalikan. Oleh karena itu, kami berencana mengundurkan diri," kata Osa.
Osa mengatakan, rencana penguduran diri ini merupakan salah satu kesepakatan yang diambil dalam rapat koordinasi Panwaslu propinsi dan kabupaten/kota yang dilaksanakan di Kupang, 12 - 13 Januari. Rapat koordinasi untuk mendengar input persoalan dari Panwaslu kabupaten/kota.
"Kami sungguh prihatin dengan kondisi kami. Oleh karena itu, kami berencana undur diri. Kami beri waktu sampai akhir Januari 2009. Jika tetap tidak direspons, maka pada waktunya kami undur diri," katanya.
Osa menegaskan, regulasi mengatur bahwa pemda berkewajiban untuk memfasilitasi keberadaan panwaslu di daerah. "Sudah ditegaskan dengan surat edaran Mendagri. Surat penegasan dari Gubernur NTT juga ada, tapi tidak ada realisasi. Sepertinya ada perbedaan perlakukan terhadap KPUD dan Panwaslu. Padahal, dua lembaga ini sama-sama dibentuk dengan undang-undang," demikian Osa. (aca)