WAINGAPU, PK--Rapat kerja (Raker) Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprop NTT) dengan para bupati se-NTT di Waingapu, Sumba Timur tanggal 24 Januari 2009 menyepakati enam poin bidang pembangunan ekonomi. Ada yang menarik, yakni Bupati Flores Timur, Drs. Simon Hayon menolak. Mengapa?
Enam kesepakatan ini menjadi acuan bersama dalam menjamin konsistensi kebijakan bersama pembangunan ekonomi sejalan dengan kebijakan propinsi dan kabupaten/kota.
Kesepakatan ini ditandatangani Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, Ketua DPRD NTT, Drs. Melkianus Adoe, para bupati, kecuali Bupati Flores Timur (Flotim), Drs. Simon Hayon, dan ketua DPRD se-NTT. Penandatanganan enam kesepakatan ini berlangsung di Ruang Sidang Utama Gedung DPRD SumbaTimur, Sabtu (24/1/2009).
Enam kesepakatan itu; Pertama, delapan agenda pembangunan, tujuan strategis, arah kebijakan, program prioritas dan indikator pengukur keberhasilan tahun 2009-2013 Propinsi NTT sebagaimana tercantum dalam lampiran kesepakatan bersama tersebut menjadi acuan bersama dalam menjamin konsistensi kebijakan bersama pembangunan ekonomi sejalan dengan kebijakan propinsi, kabupaten/ kota.
Kedua, kebijakan penganggaran propinsi dan kabupaten/kota dilaksanakan dengan paradigma anggaran untuk rakyat menuju sejahtera (anggur merah) yang diimplementasikan melalui dukungan pendanaan yang makin besar untuk kegiatan bantuan langsung dan kredit tanpa agunan pada kelompok-kelompok masyarakat, terutama untuk kegiatan ekonomi produktif unggulan daerah, yaitu jagung, ternak sapi, usaha perikanan dan kelautan serta pariwisata.
Ketiga, memfasilitasi pembentukan dan pembinaan untuk peningkatan kemampuan koperasi sebagai sokoguru ekonomi rakyat dalam mewujudkan NTT sebagai propinsi koperasi yang merupakan akumulasi dari perwujudan kabupaten/ kota koperasi se-NTT.
Keempat, peningkatan pembangunan dan perlindungan produksi lokal melalui penganekaragaman produksi olahan industri pangan lokal dan anek atenun ikat serta kerajinan tangan yang dapat meningkatkan konsumsi pangan lokal serta perdagangan antar pulau dan ekspor.
Kelima, pengembangan dan optimalisasi pelatihan tenaga kerja yang memenuhi standar akreditasi pasar kerja. Keenam, peningkatan kemitraan dengan lembaga keuangan/ perbankan dalam rangka pemberian kredit tanpa agunan bagi usaha baru dan usaha yang telah ada.
Kesepakatan itu mengacu pada lima hal. Pertama, percepatan pembangunan ekonomi berbasisi sumber daya unggulan daerah untuk memacu pertumbuhan ekonomi, peningkatan kemampuan substitusi impor, peningkatan ekspor, serta peningkatan pendapatan perkapita penduduk yang meningkatkan daya beli, perdagangan antarpulau, tabungan dan investasi daerah.
Kedua, peningkatan kemampuan keterampilan dan penguasaan teknologi tenaga kerja yang mampu mendorong kemampuan penciptaan peluang usaha dan berusaha serta peningkatan kuantitas dan kualitas kelembagaan usaha dan koperasi.
Ketiga, peningkatan peluang investasi swasta, kelembagaan agama dan masyarakat melalui penciptaan peluang investasi yang kondusif dan pengembangan kemitraan antara pemerintah daerah. Keempat, peningkatan pelayanan infrastruktur pedesaaan untuk mendukung ekonomi kerakyatan. Kelima, peningkatan pelayanan infrastruktur pedesaan untuk mendukung ekonomi kerakyatan.
Beberapa daerah sempat keberatan dengan kesepakatan ini dengan alasan anggaran 2009 sudah berjalan. Selain itu, karena ketua DPRD dari masing-masing daerah dalam rapat kerja bupati kali ini hanya sebagai pemantau bukan peserta. Akibatnya, hanya beberapa ketua DPRD yang hadir. Ketidakhadiran ketua DPRD ini menjadi alasan dari Bupati Flotim, Drs. Simon Hayon untuk menolak menandatangani kesepakatan tersebut.
Simon mengatakan, dirinya baru bisa menyampaikan sikap setelah berkoordinasi dengan Ketua DPRD Flotim. Penolakan penandatanganan kesepakatan juga dilakukan wakil ketua DPRD Nagekeo. Ia beralasan, nama dan jabatan yang dicantumkan dalam kesepakatan adalah ketua DPRD bukan pimpinan DPRD.
Dengan alasan itu, ia menolak membubuhkan tanda tangan di atas nama Ketua DPRD Nagekeo. Beberapa bupati menilai rapat kerja ini terlambat karena anggaran tahun 2009 sudah ditetapkan dan mulai tahap pelaksanaan.
Menanggapi keberatan dari beberapa bupati, Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, mengatakan, apapun yang terjadi kesepakatan harus mulai dijalankan tahun 2009.
Lebu Raya tidak menepis bahwa pelaksanaan kesepakatan ini baru bisa berjalan dengan baik tahun 2010. "Bagi daerah yang anggarannya sudah jalan memang cukup sulit. Tetapi bagi yang belum atau masih di pertengahan, saya berharap bisa menyesuaikan dengan kesepakatan hari ini," kata Lebu Raya. (dea)