Kupang Terkorup, PIAR Perkuat Hasil Survei TII

KUPANG, PK -- Perkumpulan Pengembangan Inisiatif dan Advokasi Rakyat (PIAR) NTT memperkuat hasil survei Transparansi Internasional Indonesia (TII) yang menyatakan Kupang sebagai salah satu kota terkorup di Indonesia.

"Apa yang dikatakan TII, menurut kami, berdasarkan hasil pantauan lapangan dan laporan masyarakat terhadap lembaga anti korupsi. Apa yang disampaikan cukup akurat karena memang apa yang didapat tidak beda jauh dengan hasil pantauan PIAR. Kenapa Kota Kupang? Karena memang banyak kasus yang dilaporkan sejak tahun 2004 tidak ada yang maju. Penanganannya jalan di tempat," kata Direktris PIAR, Ir. Sarah Lery Mboeik kepada wartawan di Kantor PIAR-Kupang, Kamis (22/1/2009).

Lery Mboeik memberi catatan tambahan, semestinya bukan saja berapa banyak kasus korupsi yang menjadi indikator tetapi harus juga ada indikator penanganan oleh lembaga hukum."Indikator kasus banyak tapi penanganan tidak serius. Maka kecendrungan korupsi lebih besar terjadi.

Jadi apsek penanganan lebih penting. Bukan berapa banyak kasus, tapi persepsi orang tentang korupsi, baik itu ditingkat masyarakat maupun aparatur," katanya.
Lery Mboeik mengungkapkan, pada tahun 2008 PIAR NTT melakukan pemantauan terhadap 108 kasus dugaan korupsi yang terjadi di 21 kabupaten/kota di NTT. 

Lebih difokuskan pada 13 kabupaten/kota dan propinsi NTT. Tigabelas kabupaten dimaksud adalah Belu, TTU, TTS, Kupang, Kota Kupang, Rote Ndao, Alor, Sikka, Manggarai, Ende, Ngada, Flores Timur dan Sumba Timur. Dair hasil pantauan itu menunjukan bahwa sebaran kasus per-wilayah cukup merata dan berkisar 2 - 14 kasus. Terbanyak di Rote Ndao dengan 14 kasus, Kota Kupang 13 Kasus, propinsi 12 kasus, Kupang 11 kasus, TTS 9 kasus, Sikka 9 kasus, Manggarai 7 kasus, Ende 6 kasus, Ngada 5 kasus, Alor 4 kasus, Belu 3 kasus dan Sumba Timur 2 kasus.

Pemantauan korupsi yang dilakukan oleh PIAR NTT ini berbasiskan pada kasus korupsi yang diadvokasi oleh PIAR NTT dan jaringannya, data korupsi BPK dan BPKP.

Kasus yang dipantau oleh PIAR NTT ini jika dilahat dari usia kasus, dapat dipilah menjadi 2 (dua) kategori, yakni kasus lama dan kasus baru. Kasus lama adalah kasus korupsi usaianya lebih dari 2 (dua) tahun (Kasus yang terjadi dari tahun 2000 S/D 2006), sedangkan Kasus baru adalah kasus korupsi usaianya belum mencapai dari 2 (dua) tahun. Dengan pengkategorian seperti ini, maka terdapat 93 (85 persen) kasus yang merupakan kasus lama dan kasus baru sebanyak 16 (15 persen) kasus.

Dirincikan, korupsi di NTT terbanyak terjadi di sektor pemerintahan dengan jumlah sebanyak 41 (37 persen) kasus. Selanjutnya, sektor pendidikan 12 (11 persen) kasus, Sektor Pengembangan kecamatan 10 (9 persen) kasus, Sektor Air Bersih 7 (6 persen) kasus, Sektor Perikanan dan Kelautan 6 (6 persen) kasus, sektor Perhubungan dan Transportasi 4 (4 persen) kasus, sektor Perumahan dan pertanahan 3 (3 persen) kasus, sektor Perikanan dan Kelautan 3 (3 persen) kasus, sektor Energi dan Listrik 3 (3 persen) kasus, sektor PEMILU/PILKADA (2 persen) kasus, sektor lainnya sebanyak 17 (16 persen) kasus.

"Dari 108 kasus korupsi yang dipantau, terdapat indikasi kerugian negara sebesar Rp. 217.070.432.044,00 dengan pelaku bermasalah sebanyak 352 orang. Dari 352 pelaku bermasala/aktor ini terdapat 68 orang yang melakuakan pengulangan tindak korupsi," kata Lery Mboeik.

Menurut PIAR, para pelaku bermasalah/aktor dari 108 kasus dugaan korupsi yang dipantau oleh PIAR, terbanyak 172 (56 persen) orang mempunyai jabatan sebagai anggota DPRD. Selanjutnya Pejabat Pemda 65 orang, Pelaku Swasta 38 orang, PIMPRO/BENPRO 16 orang, Pelaksanan Program PPK/Dana Bantuan Lainnya 9 orang, Pejabat PDAM masing-masing 9 orang, Bupati 6 orang, Panitia Tender 6 orang, Pelaksana PEMILU/PILKADA 6 orang, Pejabat Bank 3 orang, jabatan lainnya (termasuk peniliti, anggota parpol, camat dan kades), sebanyak 18 orang.

"Modus operandi yang dipergunakan oleh para pelaku bermasalah dalam tindak korupsi dapat diperincikan sebagai berikut: Pertama, manipulasi 33 kasus. Kedua, mark-up 30 kasus. Ketiga, penggelapan 25 kasus. Keempat, penyimpangan anggaran 14 kasus. Kelima, penciptaan mata anggaran baru 4 kasus. Keenam, mark-down 2 kasus," paparnya.

Lery Mboeik mengatakan, sepanjang tahun 2008 jajaran Kejaksaan di NTT telah menangani 96 kasus korupsi dan 36 kasus diantaranya "telah dimajukan" untuk disidangkan.. Dari 14 Kejari di NTT, empat kejari sama sekali belum membawa satu perkara korupsi pun ke pengadilan. Selain itu, ada dua dari empat kacabjari yang juga prestasinya nol.

"Itu berarti, ada empat kejari dan dua Kacabjari di NTT yang tidak memenuhi indikator kinerja kejaksaan yang mengharuskan agar setiap jajaran kejaksaan di Indonesia harus mamapu menangani kasus korupsi sampai ke ruang persidangan (Tahap penuntutan) dengan pola 5-3-1 (NB: lima perkara korupsi untuk tingkat Kejati, tiga untuk Kejari dan satu untuk Kacabjari)," katanya. (aca)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes