Satu Perempuan Setiap Tiga Kursi DPR/DPRD

JAKARTA, PK -- Komisi Pemilihan Umum berencana mengatur penetapan calon terpilih yang berpihak pada calon perempuan. Jika partai politik meraih tiga kursi DPR/DPRD dalam sebuah daerah pemilihan, salah satunya mesti diberikan kepada calon perempuan yang perolehan suaranya terbanyak ketimbang calon perempuan lain.

Anggota KPU, Andi Nurpati, di Jakarta, Kamis (15/1/2009), menyebutkan, hal itu merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi yang menetapkan prinsip suara terbanyak dalam penetapan calon terpilih.

Namun, MK juga tidak memutus untuk membatalkan ketentuan tindakan khusus sementara (affirmative action) untuk calon perempuan. Andi meyakini klausul tersebut tidak bertentangan dengan semangat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 mengenai Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD ataupun putusan uji materi MK.

Andi yakin KPU berwenang merumuskan ketentuan seperti itu. Sekalipun klausul tersebut masih rancangan keputusan KPU menyangkut penetapan calon terpilih, Andi yakin ketentuan tersebut bakal disetujui dalam pleno anggota KPU karena sebagian besar anggota KPU mendukungnya.

Secara terpisah, pengajar politik dari Universitas Indonesia, Ani Soetjipto, sependapat bahwa MK tidak membatalkan ketentuan tindakan afirmatif untuk calon perempuan, yaitu 1 perempuan dalam 3 calon anggota legislatif. Karena itu, gerakan perempuan menuntut cara penghitungan suara calon perempuan dan laki-laki mesti terpisah.

Jika parpol meraih lebih dari satu kursi di daerah pemilihan, penentuan calon terpilih mesti berselang-seling antara calon terbanyak lelaki dan perempuan. Jika kemudian diputuskan minimal 1 perempuan setiap 3 kursi yang diraih parpol, KPU ingin ketentuan itu paralel dengan ketentuan afirmasi berupa sistem zipper dalam penetapan calon.

Namun, mantan Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu Ferry Mursyidan Baldan (Fraksi Partai Golkar, Jawa Barat II) dan mantan anggota pansus, Agus Purnomo (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, DI Yogyakarta) tidak sependapat dengan rancangan KPU.

Menurut Ferry dan Agus, ketentuan ala KPU tidak benar karena kebijakan afirmasi dalam UU Pemilu hanya dalam hal penyusunan daftar calon, yaitu meletakkan seorang perempuan dalam setiap 3 calon. Tidak benar jika afirmasi dilakukan dalam penentuan calon terpilih.

Sebaliknya, mantan Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu Andi Yuliani Paris (Fraksi Partai Amanat Nasional, Sulawesi Selatan II) dan mantan anggota pansus, Lena Maryana Mukti (Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, DKI Jakarta I), mendukung rencana KPU. Menurut Lena, langkah KPU merupakan terobosan menyelamatkan kebijakan afirmasi untuk perempuan. Selepas putusan MK, kewenangan menentukan calon terpilih ada pada KPU. (kompas.com)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes