Gus Dur Tak Punya Kepentingan Lagi...

Saya datang ke makam, karena saya tahu mereka yang mati itu sudah tidak punya kepentingan lagi (K.H.Abdurrahman Wahid)

INDONESIA berduka! Tokoh pemersatu bangsa, K.H Abdurrahman Wahid atau yang populer dengan sapaan Gus Dur meninggal dunia di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, Rabu 30 Desember 2009 pukul 18.40 WIB. Indonesia jelas kehilangan seorang tokoh humoris yang cinta perdamaian, pejuang hak asasi manusia (HAM) yang gigih serta pembela kaum minoritas itu.

Abdurrahman Wahid lahir di Jombang, 4 Agustus 1940. Ayahnya, K.H Wahid Hasyim adalah anak pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Hasyim Asy'ari. Ibunya, Hj. Sholehah juga merupakan keturunan tokoh besar NU, K.H Bisri Sansuri. Ketika kecil, Gus Dur sempat bercita-cita menjadi anggota ABRI (kini TNI). Namun, keinginannya itu kandas di tengah jalan karena sejak berusia 14 tahun ia harus memakai kacamata minus.

Menyelesaikan SD di Jakarta, Gus Dur melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Ekonomi Pertama di Yogyakarta hingga lulus tahun 1957. Selepas itu, Gus Dur memasuki dunia pendidikan agama secara intensif. Mula-mula ia menimba ilmu agama selama sekitar dua tahun di Pesantren Tegalrejo (Magelang).

Selanjutnya di Pesantren Tambak Beras (Jombang), Gus Dur bekerja sambil meneruskan pendidikan di pesantren sebagai santri senior. Bagi Gus Dur, kehidupan pesantren bukan hal baru. Sewaktu kecil, ia sudah diajar mengaji dan membaca Alquran oleh kakeknya di Pesantren Tebuireng (Jombang).

Salah satu hobi Gus Dur adalah mendengar musik klasik terutama lagu-lagu karya Beethoven dan Mozart, lagu Umm Khulsum dari Mesir, Janis Joplin dan penyanyi balada terkemuka Indonesia, Ebiet G. Ade. Hobi lain adalah menonton sekaligus menganalisis pertandingan sepakbola.

Pada usia 22 tahun, Gus Dur menuju Mekah untuk menunaikan ibadah haji sekaligus melanjutkan studi di Universitas Al-Azhar Kairo. Saat di Mesir itulah Gus Dur melangsungkan 'pernikahan jarak jauh' dengan Siti Nuriyah. Pasangan ini dikaruniai empat orang putri. Setelah menyelesaikan pendidikan di Mesir, pada tahun 1966 Gus Dur pindah ke Baghdad, Irak. Dia kuliah di Universitas Baghdad mengambil spesialisasi ilmu sastra dan humaniora. Dari Baghdad, Gus Dur meneruskan pengembaraan akademisnya ke sejumlah negara Eropa. Dia sempat tinggal di Belanda sekitar enam bulan, belajar di Universitas Leiden.

Kembali ke Tanah Air tahun 1971, Gus Dur bergabung dengan Fakultas Ushuluddin Universitas Hasyim Asy'ari. Dia mengajar teologi dan beberapa ilmu agama. Selanjutnya sejak tahun 1974 ia dipercaya sebagai sekretaris pesantren Tebuireng. Bersamaan dengan itu nama Gus Dur mulai dikenal orang melalui tulisannya di berbagai surat kabar, majalah dan jurnal.

Kiprahnya di dunia politik dimulai sekitar awal 1980-an, ketika ia mulai banyak bersinggungan dan secara terbuka menawarkan ide-ide tentang pluralisme, demokrasi, HAM, dan lain-lain. Tindakan politiknya semakin kentara sejak ia terpilih menjadi Ketua Umum PBNU pada Muktamar 1984 di Situbondo -- justru ketika NU kembali kepada khittah 1926, yang berarti NU menarik diri dari dunia politik praktis. Hal ini bisa terjadi karena dengan khittah itulah hubungan NU dengan pemerintah Orde Baru yang semula tegang menjadi cair.

Melalui peran Gus Dur pula NU menjadi ormas Islam pertama yang menerima pemberlakuan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Meskipun kemudian hubungan Gus Dur dengan pemerintah kembali merenggang karena sikap kritisnya terhadap pemerintahan Soeharto, posisinya sebagai Ketua Umum PBNU dapat dipertahankannya selama dua kali muktamar berturut-turut, yaitu tahun 1989 dan 1994.

Bagi sebagian orang, gagasan-gagasan dan tindakan Gus Dur kerap dipandang kontroversial dan mengejutkan. Tak jarang dia suka melawan arus. Gus Dur, misalnya, pernah menghebohkan Indonesia melalui kunjungannya ke Israel tahun 1994, justru ketika masyarakat banyak menyoroti kelicikan negeri itu terhadap nasib rakyat Palestina. Bahkan, sepulangnya dari sana Gus Dur menyarankan agar pemerintah RI membuka hubungan diplomatik dengan Israel.

Gus Dur seolah memantapkan gelarnya sebagai tokoh kontroversial ketika ia justru beberapa kali mengunjungi Soeharto setelah penguasa Orde Baru itu lengser tahun 1998. Kontroversi lainnya, pada pemilu 1999 ia dicalonkan sebagai presiden bukan oleh PKB yang dideklarasikannya, tapi oleh beberapa partai "Poros Tengah".

Saat menjabat Presiden RI (1999-2001), Gus Dur "mengolok" anggota DPR seperti murid Taman Kanak-Kanak. Pernyataan yang membuat sebagian anggota DPR/MPR kala itu gerah. Belakangan para politisi Senayan yang tidak puas dengan kiprah Gus Dur, membangun kekuatan untuk melengserkannya di tengah jalan. Posisi presiden pun pindah ke tangan Megawati Soekarnoputri yang berawal dari skandal Buloggate dan Bruneigate.

Gus Dur tak pernah gentar mengungkapkan sesuatu yang diyakininya benar, meski banyak orang sulit memahami, bahkan menentangnya. Pesan Gus Dur lazimnya baru dipahami di kemudian hari. Putra sulung dari enam bersaudara itu sering berbicara keras menentang politik keagamaan sektarian. Sikapnya sering menempatkannya pada posisi sulit, melawan pemimpin Islam lainnya di Indonesia.

Seperti saat Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) berdiri tahun 1991 yang diketuai BJ Habibie, Gus Dur secara terbuka menentang. Gus Dur menyebut ICMI akan menimbulkan masalah bangsa di kemudian hari. Dia pun mendirikan Forum Demokrasi sebagai penyeimbang ICMI.

Semasa pemerintahannya, Gus Dur membubarkan Departemen Penerangan dan Departemen Sosial serta menjadi pemimpin pertama yang memberikan Aceh referendum untuk menentukan otonomi dan bukan kemerdekaan seperti di Timor Timur. Pada 30 Desember 1999, Gus Dur mengunjungi Jayapura dan berhasil meyakinkan pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua.

Pada Maret 2000, pemerintahan Gus Dur mulai bernegosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan GAM. Gus Dur juga mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme dicabut. Pada Januari 2001, Gus Dur mengumumkan Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur nasional diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa.

"Almarhum Gus Dur adalah sosok Muslim dengan Nadhlatul Ulama-nya yang humanis merangkul semua kelompok masyarakat, termasuk kelompok minoritas sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang plural." Demikian kesaksian salah seorang rekan Gus Dur, Romo Mudji Sutrisno.

"Sosok Gus Dur sudah diakui dunia internasional sebagai perekat persaudaraan antar umat beragama," kata Ketua Mahkamah Konsitusi, Mahfud MD. "Kita benar-benar kehilangan seorang tokoh besar, tokoh pemersatu bangsa dalam sejarah modern Indonesia," kata Wapres, Boediono seperti dikutip Antara semalam.

Suatu ketika wartawan pernah bertanya tentang kebiasaan Gus Dur berguyon dalam situasi genting sekalipun ."Di pesantren, humor itu menjadi kegiatan kami sehari-hari. Dengan lelucon, kita bisa sejenak melupakan kesulitan hidup. Dengan humor, pikiran kita jadi sehat," kata Gus Dur.

Kebiasaan lain Abdurrahman Wahid adalah sangat percaya pada isyarat dari makam para leluhur. Karena itu Gus Dur sangat rajin berziarah ke makam meskipun hal itu sering merepotkan koleganya. Tentang kebiasaannya itu, Gus Dur enteng berkata, "Saya datang ke makam, karena saya tahu mereka yang mati itu sudah tidak punya kepentingan lagi." Kini Gus Dur sudah tidak punya kepentingan lagi. Tugas kita untuk melanjutkan keutamaan beliau.Meneruskan perjuangan almarhum yang belum selesai. Selamat Jalan Gus Dur. Beristirahatlah dalam Damai. (dion db putra/dari berbagai sumber)

Pos Kupang edisi Kamis, 31 Desember 2009


Data Diri

Tempat, Tanggal Lahir : Jombang Jawa Timur, 4 Agustus 1940

Istri : Sinta Nuriyah

Anak :

1. Alissa Qotrunnada Munawaroh (P)

2. Zannuba Arifah Chafsoh (P)

3. Annita Hayatunnufus (P)

4. Inayah Wulandari (P)


ALAMAT

Rumah :

Jl. Warung Silah No. 10, Ciganjur

Jakarta Selatan 12630 - Indonesia

Kantor :

Jl. Duren Tiga Raya No. 4

Jakarta 12760 - Indonesia

PENDIDIKAN

1966-1970: Universitas Baghdad, Irak, Fakultas Adab Jurusan Sastra Arab

1964-1966 : Al Azhar University, Cairo, Mesir, Fakultas Syariâ?Tah (Kulliyah al-Syariâ?Tah)

1959-1963 : Pesantren Tambak Beras, Jombang, Jawa Timur, Indonesia

1957-1959 : Pesantren Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia

JABATAN

1998-Sekarang: Partai Kebangkitan Bangsa, Indonesia, Ketua Dewan Syuro DPP PKB

2004-Sekarang : The WAHID Institute, Indonesia, Pendiri

2000-Sekarang : Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Indonesia, Mustasyar

2002-Sekarang : Universitas Darul Ulum, Jombang, Jawa Timur, Indonesia (Rektor)



PENGALAMAN JABATAN

1999-2001: Presiden Republik Indonesia

1989-1993 : Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat RI

1987-1992 : Ketua Majelis Ulama Indonesia

1984-2000 : Ketua Dewan Tanfidz PBNU

1980-1984 : Katib Awwal PBNU

1974-1980 : Sekretaris Umum Pesantren Tebu Ireng

1972-1974 : Fakultas Ushuludin Universitas Hasyim Ashari, Jombang (Dekan dan Dosen )



PENGALAMAN ORGANISASI

2003: Gerakan Moral Rekonsiliasi Nasional, Penasihat

2002 : Solidaritas Korban Pelanggaran HAM, Penasihat

1990 : Forum Demokrasi, Pendiri dan Anggota

1986-1987 : Festifal Film Indonesia, Juri

1982-1985 : Dewan Kesenian Jakarta, Ketua Umum

1965 : Himpunan Pemuda Peladjar Indonesia di Cairo â?" United Arab Republic (Mesir), Wakil Ketua

AKTIVITAS INTERNASIONAL

2003-Sekarang : Non Violence Peace Movement, Seoul, Korea Selatan, Presiden

2003-Sekarang : International Strategic Dialogue Center, Universitas Netanya, Israel,
Anggota Dewan Internasional bersama Mikhail Gorbachev, Ehud Barak and Carl Bild

2003-Sekarang : International Islamic Christian Organization for Reconciliation and Reconstruction (IICORR), London, Inggris, Presiden Kehormatan

2002-Sekarang : Interreligious Federation for World Peace (IIFWP), New York, Amerika Serikat, Anggota Dewan Penasehat Internasional

2002 : Association of Muslim Community Leaders (AMCL), New York, Amerika Serikat,
Presiden

1994-Sekarang : Shimon Perez Center for Peace, Tel Aviv, Israel, Pendiri dan Anggota

1994-1998: World Conference on Religion and Peace (WCRP), New York, Amerika Serikat, Presiden

1994 : International Dialogue Project for Area Study and Law, Den Haag, Belanda, Penasihat

1980-1983: The Aga Khan Award for Islamic Architecture, Anggota Dewan Juri



PENGHARGAAN

2004: Anugrah Mpu Peradah, DPP Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia, Jakarta, Indonesia

2004: The Culture of Peace Distinguished Award 2003, International Culture of Peace Project Religions for Peace, Trento, Italia

2003: Global Tolerance Award, Friends of the United Nations, New York, Amerika Serikat

2003: World Peace Prize Award, World Peace Prize Awarding Council (WPPAC), Seoul, Korea Selatan

2003: Dare to Fail Award , Billi PS Lim, penulis buku paling laris â?oDare to Failâ??, Kuala Lumpur, Malaysia

2002: Pin Emas NU, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Jakarta, Indonesia.

2002: Gelar Kanjeng Pangeran Aryo (KPA), Sampeyan dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakubuwono XII, Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia

2001: Public Service Award, Universitas Columbia , New York , Amerika Serikat

2000: Ambassador of Peace, International and Interreligious Federation for World peace (IIFWP), New York, Amerika Serikat

2000: Paul Harris Fellow, The Rotary Foundation of Rotary International

1998 :Man of The Year, Majalah REM, Indonesia

1993: Magsaysay Award, Manila , Filipina

1991: Islamic Missionary Award , Pemerintah Mesir

1990: Tokoh 1990, Majalah Editor, Indonesia



DOKTOR KEHORMATAN

2003: Netanya University , Israel

2003: Konkuk University, Seoul, South Korea

2003: Sun Moon University, Seoul, South Korea

2002: Soka Gakkai University, Tokyo, Japan

2000: Thammasat University, Bangkok, Thailand

2001: Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand

2000: Pantheon Sorborne University, Paris, France

1999: Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes