Messi bukan Messiah

Lionel Messi
RAUT kecewa tak bisa disembunyikan dari wajah Lionel Messi. Di bangku cadangan tim nasional Argentina, ia duduk terperangah dengan sorot mata duka. Sekilas, terlihat air mata menetes di kedua sudut matanya.

Messi tak bisa menahan tangis. Bintang Barcelona yang telah memenangi semua gelar di level klub, plus raihan lima kali trofi Ballon d'Or itu kembali gagal membawa negaranya menjadi juara. Padahal segala cara sudah ia lakukan. Mulai dari membangkitkan semangat rekan-rekan setimnya, hingga nazar tak akan memotong janggut. Ya, pemain yang digadang-gadang sebagai terbaik sepanjang masa itu bahkan sampai percaya tahayul demi sebuah piala.

Namun, Messi ternyata memang bukanlah Messiah (juru selamat). Untuk kali keempat, ia gagal di partai final saat membela negaranya. Di final Copa America Centenario di MetLife Stadium, New Jersey, Amerika Serikat, Senin (27/6/2016), Argentina takluk dari Cile melalui drama adu penalti.

Tak hanya gagal mengantar negaranya menjadi juara, Messi juga disorot karena gagal sebagai algojo adu penalti. Padahal ia dipercaya sebagai penendang pertama. Laga Argentina kontra Cile ini dilanjutkan sampai adu penalti lantaran kedua tim tak mampu mencetak gol hingga waktu normal dan babak tambahan berakhir.

Di babak tos-tosan ini, Cile lebih beruntung karena hanya satu penendang yang gagal yakni Arturo Vidal. Sementara di kubu Argentina, selain Messi ada Lucas Biglia yang juga gagal melakukan tugasnya. Kekalahan ini memperpanjang catatan buruk Messi saat tampil bersama Argentina. Sejak debut pada 2005 silam, ia gagal di final Copa America 2007, final Piala Dunia 2014, final Copa Amerika 2015, dan terakhir final Copa America Centenario 2016.

Pada Copa America 2007, Messi tak mampu meraih gelar juara yang sudah di depan mata karena Argentina kalah 0-3 dari Brasil di babak Final. Ketika menjadi tuan rumah empat tahun berselang, Argentina juga tak mampu meraih gelar juara. Messi dan kawan-kawan hanya mampu melaju hingga babak perempatfinal sebelum dikalahkan Uruguay dalam drama adu penalti.

Nasib buruk Messi bersama negaranya kembali terjadi pada Copa America 2015. Walau berhasil membawa Tim Tango hingga ke final, Messi kembali harus puas dengan status runner-up setelah kalah dari tuan rumah Cile dengan skor 1-4 di babak adu penalti. Bukan hanya di pentas Copa America, ketidakmampuan Messi membawa trofi juara untuk Argentina juga terjadi di Piala Dunia 2014. Messi dkk harus mengakui keunggulan Der Panzer dengan skor tipis 1-0 di babak final.

Seiring dengan rentetan kegagalannya, dalam suasana bersedih Messi memutuskan pensiun dari timnas Argentina. Menurutnya Argentina tim yang "bukan tercipta untuknya. Ini bukan takdir kami. Ini final ketiga kami secara beruntun. Kami sudah berusaha. Ini sangat sulit, ini masa-masa sulit untuk dianalisis. Di ruang ganti, saya berpikir bahwa ini sudah selesai untuk saya. Tim ini bukan untuk saya," kata Messi seperti dikutip dari akun Twitter resmi Argentina.

Keputusan pensiun Messi ini terbilang mengejutkan, karena saat ini ia baru berusia 29 tahun.  Sejak 2005 memperkuat timnas Argentina, Messi telah mengoleksi 113 caps dan menjaringkan 55 gol. Ia tercatat sebagai pencetak gol terbanyak sepanjang sejarah Argentina, mengalahkan torehan Gabriel Batistuta yang mengoleksi 54 gol.

Sahabat Messi di timnas Argentina, Sergio Aguero, menyebut Messi memang jadi pemain paling terpukul atas kekalahan ini. "Leo yang paling terpukul di antara kami semua. Dia sudah melakukan segalanya untuk menang, tapi dia tak bisa meraihnya," ucap Aguero seusai pertandingan. "Saya tidak pernah melihatnya seperti ini di ruang ganti," lanjut Aguero di akun Twitter resmi Argentina.

Aguero juga mengatakan selain Messi, beberapa pemain juga berpikir pensiun dari tim Tango. Javier Mascherano, Angel Di Maria, Ezequiel Lavezzi, Gonzalo Higuain, dan Lucas Biglia disebut-sebut akan pensiun.

Di sisi lain, pelatih Argentina, Gerardo "Tata" Martino justru menolak mundur sebagai nakhoda tim Tango. Martino mengatakan, timnya seharusnya bisa mendulang gol dalam waktu normal. "Argentina seharusnya memenangi laga ini dalam 90 menit. Namun para pemain telah bermain bagus untuk lolos ke final dan harus bisa move on. Sekarang semua terasa berat dan sulit, tetapi setiap atlet bagus pasti akan bangkit," tuturnya lagi.

Dari kubu Cile, pelatih Antonio Juan Pizzi menyebut kesuksesan timnya  kali ini karena skenario permainan berjalan dengan sempurna. "Saya sangat senang dengan hasil ini. Semua pemain bersuka cita. Amat sulit untuk menjadi juara di level ini," kata Pizzi seperti dikutip Bein Sports. Selain menjadi juara, Cile juga mendominasi penghargaan individu di turnamen kali ini. Tercatat ada tiga dari empat gelar penghargaan bagi para pemain yang direbut penggawa Chile. Ketiga penghargaan itu adalah bola emas, sepatu emas, dan sarung tangan emas.

Penghargaan bagi pemain terbaik di Copa America Centenario atau bola emas, resmi menjadi milik Alexis Sanchez yang tak pernah absen di setiap pertandingan Cile. Sementara Claudio Bravo meraih sarung tangan emas karena kepiawaiannya menjaga gawang La Roja. Dominasi Cile dilengkapi  raihan Eduardo Vargas. Penyerang Hoffenheim itu menyabet gelar pencetak gol terbanyak. Vargas sukses melesakkan enam gol ke gawang lawan-lawannya, sehingga pantas dianugerahi sepatu emas. 

Satu-satunya gelar yang luput dari genggaman Cile adalah Fair Play Award.  Penghargaan tersebut menjadi milik Argentina yang dinilai bermain bersih sepanjang turnamen. (tribunnews/dod)

Sumber: Pos Kupang 28 Juni 2016 hal 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes