Bendera Setengah Tiang di Anfield

Andrea Casula sangat ceria hari itu. Dia akan menyaksikan langsung laga tim kesayangannya Juventus berusaha meraih gelar juara Liga Champions Eropa.

Namun, kegembiraan si bocah begitu lekas berlalu.

Tiba-tiba tubuh mungilnya terjepit di antara para penonton yang bergerak mundur menuju tembok pembatas.

Sepuluh menit berselang tembok renta tak sanggup menahan beban ribuan orang.

Ambruk berderai. Andrea Casula terhempas di antara jerit tangis kepanikan. Terinjak-injak kaki. Pun tertimpa material bangunan. Bocah berusia 10 tahun itu berpulang.

Tangis ibunya menyayat. Mata berlinang.

Andrea Casula meninggal dunia bersama 31 orang Italia lainnya seperti Rocco Acerra, Bruno Balli, Giancarlo Bruschera, Nino Cerrullo, Giuseppina Conti, Dionisio Fabbro dan lain-kain.

Andrea paling muda usianya. Korban lain rata-rata berumur 17 hingga 45 tahun.

Secara keseluruhan 39 orang suporter sepak bola meninggal dalam tragedi ini.

Terbanyak dari Juventus yaitu 32 orang, 4 warga negara Belgia, 2 orang Prancis serta seorang Irlandia. Sebanyak 600 orang terluka.

Kegetiran ini terjadi 35 tahun silam. Tepatnya 29 Mei 1985. Tragedi Heysel namanya.

Saat laga final memperebutkan trofi Piala Champions Eropa (kini Liga Champions) musim kompetisi 1984-1985 antara Juventus (Italia) melawan Liverpool (Inggris).

Peristiwa tersebut merupakan sejarah kelam dunia sepak bola yang paling menggetarkan hati.

Selalu diperingati saban tahun untuk mewanti-wanti agar duka yang sama tidak terulang.

Gara-gara tragedi itu tim-tim dari Inggris sempat dilarang bermain di level internasional selama 5 tahun.

Sebanyak 14 fans Liverpool masuk bui atas tindak pidana pembunuhan tak berencana.

Tragedi Heysel bermula dari fans kedua klub saling mengolok dan melecehkan di dalam stadion.

Sekitar satu jam sebelum kick off, kelompok hooligan Liverpool tiba-tiba bergerak menerabas barikade tipis polisi lalu menyerang tifosi (fans) Juventus, mendorong mereka hingga terpojok ke ujung batas Sektor Z Stadion Heysel Brussel, Belgia.

Tidak terjadi perlawanan karena yang berada di bagian tersebut bukanlah kelompok Ultras Italia.

Pendukung Juventus berusaha menjauh namun terhalang tembok pembatas stadion.

Dinding yang telah termakan usia roboh karena tidak kuasa menahan beban orang-orang yang terus merangsek dan berusaha melompati pagar.

Ratusan orang tertimpa tembok. Terinjak-injak massa. Sebanyak 39 tak tertolong dan 600 terluka berat hingga ringan.

Kendati korban jiwa berjatuhan, panitia melanjutkan pertandingan guna meredam kerusuhan yang mulai menyebar luas. Tifosi Ultras Juventus di bagian lain Stadion Heysel sempat berusaha membalas.

Mereka coba bergerak ke arah pendukung Liverpool namun dapat dicegah aparat keamanan Belgia yang sigap bertindak.

Tatkala pertandingan berlanjut, suasana panas pun bisa diredam. Saat memasuki lapangan, para pemain kedua tim bahkan sama sekali belum tahu sudah ada korban jiwa terenggut.

Mereka bermain seperti biasa. Juventus menang 1-0 berkat gol penalti si jenius asal Prancis, Michel Platini.

Tragedi Heysel membuat Italia marah, Belgia meratap dan Inggris meradang malu.

Kepolisian Inggris melakukan penyelidikan menyeluruh. Sebanyak 27 orang ditahan atas kasus penganiayaan dan pembunuhan.

Sebagian besar mereka berasal dari Merseyside yang telah berulangkali berurusan dengan hukum karena kerusuhan sepak bola.

Hukuman penjara dijatuhkan bagi 14 pendukung Liverpool. Yang tidak bersalah bebas.

Tanggal 30 Mei 1985 Badan Sepak Bola Eropa (UEFA) melalui penyidik Gunter Schneider menyatakan kesalahan sepenuhnya ada di pihak Liverpool.

Tragedi Heysel mengakibatkan kemunduran bagi sepak bola Inggris dan Liverpool.

Seluruh tim Inggris dilarang tampil di kompetisi Eropa selama lima tahun, kecuali The Reds yang menjalaninya selama 6 tahun.

Dua puluh tahun kemudian, tepatnya tanggal 29 Mei 2005, Belgia meresmikan sebuah tugu peringatan di komplek Stadion Heysel. Berbentuk jam matahari, tugu tersebut berhiaskan batu-batuan alam dari Italia dan Belgia.

Sebuah puisi Funeral Blues karya penyair Inggris WH Auden melengkapi simbolisasi kesedihan tiga negara.

39 mata lampu bersinar untuk setiap korban Heysel. Tugu peringatan ini didesain apik seniman Prancis Patrick Remoux.

Pesan Mengharukan

Hari Jumat 29 Mei 2020, Juventus dan Liverpool memperingati 35 tahun tragedi Heysel pada final Piala Champions 1984-1985 di Stadion Heysel, Brussel.

Juventus secara khusus menuliskan pesan mengharukan untuk mengenang peristiwa kelam tersebut.

“Kata Heysel adalah salah satu yang tidak akan pernah kami lupakan,” tulis Juventus di situs web resminya.

“35 tahun telah berlalu, tetapi ingatan tentang siapa yang ada di sana, tentang mereka yang menonton dari televisi di rumah, dan juga mereka yang belum dilahirkan, tetapi mengetahui fakta-fakta melalui sejarah, adalah sesuatu yang membangkitkan emosi di antara semua orang."

Berikut kutipan lengkap pesan Juventus mengenang 35 tahun tragedi tersebut.

"Heysel."

“Matahari bersinar di Brussels hari itu. Dan ketika sedang meninggalkan sinar terakhirnya di lapangan, peristiwa yang tak terpikirkan terjadi di tribun, sebelum dimulainya final Liga Champions antara Juventus dan Liverpool."

“Tragedi terjadi."

“Itu semua terjadi dalam beberapa saat, yakni penyerbuan, mencoba untuk melarikan diri, dan akhirnya tembok runtuh kemudian terjadi kepanikan. 39 orang kehilangan nyawa di Brussel, hampir semuanya orang Italia, dan yang termuda di antara mereka baru berusia 10 tahun.

“Ada dalam ingatan mereka, bahwa hari ini, seperti setiap hari, kami mendedikasikan ingatan kami, dan rasa sakit kami.

“Tahun-tahun berlalu, tapi kata itu terus membangkitkan perasaan yang sama dan tidak berubah, yakni rasa sakit."

Juventus mengakhiri pesannya dengan menulis nama 39 korban tragedi Heysel. Adapun nama mereka sebagai berikut.

Rocco Acerra, Bruno Balli, Alfons Bos, Giancarlo Bruschera, Andrea Casula, Giovanni Casula, Nino Cerullo, Willy Chielens, Dirk Daenecky, Dionisio Fabbro, Jacques François, Eugenio Gagliano, Francesco Galli, Giancarlo Alberto Guarini.

Giovacchino Landini, Roberto Lorentini, Barbara Lusci, Franco Martelli, Gianni Mastroiaco, Sergio Bastino Mazzino, Loris Messore, Luciano Rocco Papaluca, Luigi Pidone, Benito Pistolato, Patrick Radclife.

Domenico Ragazzi, Antonio Ragnanese, Claude Robert, Ron Domenico Russo, Tarcisio Salvi, Gianfranco Sarto, Giuseppe Spalaore, Mario Spanu, Tarcisio Venturin, Jean Michel Walla dan Claudio Zavaroni.

Wali Kota Turin, Chiara Appendino, menambahkan penghormatan terhadap para korban.

"Selama 35 tahun terakhir, kami tak pernah melupakan satu pun dari ke-39 korban malam horor yang mengubah sepak bola untuk selamanya.

Kepada semua keluarga mereka, saya menyampaikan peluk hangat dari seluruh Turin," tuturnya seperti dikutip dari Gazzetta Dello Sport.

Presiden Federasi Sepak Bola Italia (FIGC), Gabriele Gravina juga mengungkapkan rasa belasungkawa.

"Tragedi Heysel adalah peringatan senantiasa agar sepak bola Eropa selalu membuka mata.

Setelah sekian lama, kami terus mengenang mereka agar tak ada lagi drama seperti ini," demikian Gravina.

Bendera Setengah Tiang

Pada Jumat pagi 29 Mei 2020, Liverpool meletakkan karangan bunga di samping plakat memorial Tragedi Heysel di Tribune Sir Kenny Dalglish Stadion Anfield serta mengibarkan bendera setengah tiang sepanjang hari.

Fans The Reds – julukan Liverpool pun menunjukkan solidaritas melalui media sosial.

"Hari ini kami memberi hormat kepada mereka yang kehilangan nyawa di Heysel. Sebagai klub kami mengenang dan menghormati mereka serta semua yang terpengaruh oleh tragedi ini. Mereka berada dalam ingatan kami hari ini dan tak akan pernah dilupakan," tutur Direktur Komunikasi Liverpool, Susan Black seperti dikutip Kompas.com.

Sama seperti Juventus, The Reds pun mencantumkan ke-39 nama korban tragedi Heysel di situs mereka.

Sir Kenny Dalglish merupakan satu di antara pemain Liverpool yang menjadi saksi mata tragedi Heysel. Pemain asal Skotlandia tersebut tidak bisa melupakan kejadian itu. Dia sangat terpukul.

“Kami melihat fans Italia menangis dan mereka memukul-mukul bagian luar bis ketika kami meninggalkan hotel. Ketika kami meninggalkan Brussel, sejumlah orang Italia marah-marah. Tapi saya bisa memahami itu karena mereka baru saja kehilangan 39 rekannya dalam tragedi tersebut,” kata Dalglish.

“Saya ingat betul ada seorang Italia yang wajahnya tepat di bawah jendela tempat saya duduk. Ia menangis dan marah. Anda bisa rasakan bagaimana ia kehilangan seseorang dalam kondisi seperti itu.” tambahnya.

Sejarah bola kemudian mencatat, Inggris memetik pelajaran berharga dari tragedi  Heysel. Aparat keamanan bertindak sangat keras terhadap kaum hooligan yang berulah.

Federasi Sepak Bola Inggris (FA) pun tidak lagi menolerir klub yang supoternya membuat kerusuhan di dalam maupun di luar stadion.

Tragedi Heysel mendewasakan suporter Inggris dalam menonton pertandingan sepak bola. Sebelum peristiwa kelabu di ibu kota Belgia itu, stadion-stadion di Inggris dilengkapi pagar pembatas agar para suporter tidak bisa melakukan tindakan yang mengganggu pertandingan.

Namun setelah tragedi Heysel, FA mengambil langkah berani yaitu menghilangkan pagar pembatas di stadion-stadion Inggris. FA juga menghilangkan tribune berdiri di dalam stadion.

Ide tersebut menjadi kontroversial kala itu, namun FA tetap pada pendiriannya karena menganggap dua hal tersebut menjadi biang dari arus radikalisme hooliganisme di Inggris.

Dengan hilangnya pagar pembatas dan tribune berdiri, para fans diberi kebebasan mengekspresikan segala aksi mereka. Hasilnya para suporter tim Inggris lebih dewasa dalam bertindak.

Satu dekade terakhir jagat sepak bola Inggris relatif bersih dari aksi hooliganisme. Minim kerusuhan yang menelan korban jiwa.

Liga Inggris pun berubah menjadi surga para bintang sepak bola dari berbagai belahan dunia. Mereka merasa aman, nyaman serta bangga bisa bermain di Liga Inggris.

Saat ini Liverpool merupakan juara bertahan Liga Champions Eropa.

Di liga domestik tim asuhan Juergen Klopp tinggal butuh dua kemenangan lagi untuk meraih trofi juara Liga Inggris musim 2019-2020 setelah menanti selama 30 tahun. Peluang tersebut terbuka lebar.

Harapan kian menguat setelah FA memutuskan lanjutan Liga Inggris musim ini bergulir kembali 17 Juni 2020 mendatang. (dion db putra)

Sumber: Tribun Bali
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes