ilustrasi |
Dua pekan sudah Bundesliga bergulir dengan hasil sesuai harapan seorang ibu yang mengambil keputusan bersejarah.
Pertandingan berjalan lancar. Para penggemar si kulit bundar menikmati lagi liukan dan goyangan seniman lapangan hijau menciptakan gol-gol indah.
Kendati tanpa penonton seorang pun di dalam stadion, sepak bola tak kehilangan pesonanya melalui layar kaca virtual.
Paling menggembirakan hati berputarnya roda kompetisi sepak bola level tertinggi di Jerman tidak melahirkan klaster baru Covid-19.
Itu berarti pelatih, pemain dan segenap perangkat pertandingan disiplin menjalankan protokol kesehatan yang telah dipatok bersama.
Disiplin memang keutamaan bangsa Jerman sejak dahulu kala sehingga mereka sukses dan unggul dalam banyak lapangan hidup termasuk di jagat sepak bola.
Delapan kali mencicipi babak final Piala Dunia, empat di antaranya meraih trofi merupakan bukti tak terbantah.
Jumlah trofi cuma selisih sebiji dengan Brasil yang lima kali.
Jerman hampir selalu berjaya di level kompetisi sepak bola terbaik dunia.
Piala Eropa atau Piala Dunia. Pun di ajang antarklub. Tim spesial juara.
Bintang legendaris Inggris Gary Lineker pernah berujar demikian.
“Sepakbola adalah permainan sederhana: 22 orang mengejar bola selama 90 menit dan di akhir cerita, Jermanlah pemenangnya.”
Jerman kini sedang merangkai catatan sejarah baru bagi bangsanya.
Mereka akan memenangi “perang” melawan Covid-19.
Pintu masuknya sepak bola. Maka keputusan seorang ibu bernama Angela Dorothea Merkel (66) mendapatkan momentum yang tepat.
Bolehlah dunia belajar darinya.
Kodrat ibu adalah memelihara kehidupan. Sejak dari rahimnya.
Tiga pekan silam tatkala memerintahkan operator Bundesliga melanjutkan kompetisi musim 2019-2020, Merkel pastilah menggunakan insting keibuannya.
Mengizinkan kompetisi berputar lagi di tengah kecemasan dunia akan pagebluk yang sedang berkecamuk hebat, Merkel tak mungkin mempertaruhkan nyawa anak-anaknya sendiri di lapangan bola.
Saat mengambil keputusan itu, dia bertindak sebagai seorang ibu yang sangat menghargai kehidupan.
Syaratnya berat. Bundesliga harus mematuhi sekurangnya enam item panduan.
Disiplin dan konsisten merupakan kaca kunci.
Setelah dua pekan berlangsung, semuanya baik-baik saja.
Saat banyak pemimpin di dunia masih berwacana merajut apa yang disebut sebagai kehidupan normal baru atau new normal, Angela Merkel malah sudah mempratikkannya.
Dia memilih jalan masuk melalui lapangan bola.
Dan, sejauh ini berhasil sehingga memberi inspirasi bagi bangsa lain di dunia untuk mulai keluar dari kerangkeng Covid-19.
Bahwa beradaptasi dengan karakter si virus merupakan pilihan bijak karena tidak mungkin selamanya berdiam diri di rumah saja.
Kehidupan harus berlanjut dan perubahan pola dan gaya hidup merupakan keniscayaan karena hari-hari ini umat manusia berdampingan dengan Coronavirus Disease 2019 alias Covid-19.
Kalau sebelumnya hanya virus penyebab flu dan batuk kini bertambah lagi koleksi virus yang menimbulkan penyakit kerumuman bernama corona.
Manusia mesti menata ulang cara hidupnya, mulai dari hal-hal sederhana semisal etika batuk dan bersin baik di ruang privat maupun publik.
Coronavirus mengingatkan sungguh bahwa perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) itu mestinya dari dulu menjadi gaya hidupmu.
Bukan sekadar jargon atau slogan pepesan kosong.
Penjaga Keluarga yang Tangguh
Kembali ke laptop. Survei yang diselenggarakan tim sebuah korporasi terkemuka di Indonesia baru-baru ini menunjukkan hasil menarik.
Ibu merupakan penjaga keluarga yang tangguh selama pandemi Covid-19.
Ibu menjadi tokoh sentral di rumah. Bukan ayah.
Hampir semua keputusan penting ada di tangannya.
Ibu yang memutuskan seluruh anggota keluarga makan apa dan minum hari ini. Boleh keluar rumah untuk suatu urusan atau tidak.
Survei pada bulan April 2020 itu menunjukkan, mayoritas ibu lebih memilih masak sendiri di rumah dibandingkan pesan makan online atau beli di luar.
Ibu tak mau suami dan anak-anaknya terpapar virus corona karena makan di luar rumah yang belum tentu terjamin aspek higienitasnya.
Ibu pula yang berperan sebagai guru saat mengendalikan anak-anak belajar dari rumah. Ibu yang mengingatkan jadwal ibadah, berolahraga dan aktivitas lainnya di rumah selama pandemi Covid-19.
Pada level negara dan bangsa, kiranya ibu jualah penjaga yang tangguh itu.
Saat krisis perempuan lebih sensitif dan akan berusaha habis-habisan untuk melindungi keluarganya.
Melindungi keluarga berarti melindungi bangsa bukan?
Dari 200-an negara di dunia hanya segelintir yang dipimpin oleh perempuan.
Selain Jerman, sebut misalnya Denmark (Mette Frederiksen), Norwegia (Erna Solberg), Finlandia (Sanna Marin), Islandia (Katrín Jakobsdóttir), Taiwan (Tsai Ing-wen) dan Selandia Baru yang dipimpin Jacinda Ardern.
Mengagumkan melihat cara mereka melindungi warganya dari amukan pandemi Covid-19. Negara-negara itu tergolong rendah angka kematiannya.
Coba tuan dan puan periksa fakta dan datanya sekarang.
Jerman dan Merkel sudah saya ceritakan sebagian di atas. Cara Presiden Tsai Ing-wen di Taiwan mengundang decak kagum.
Awal Januari 2020, baru beberapa hari setelah virus corona merebak di Wuhan, Presiden Tsai Ing-wen langsung menginstruksikan 124 langkah untuk memblokir penyebaran. Mereka menjalankan secara disiplin.
CNN menjuluki dia sebagai pemimpin yang memiliki respons terbaik dalam menangani Covid-19.
Jacinda Kate Laurell Ardern di Selandia Baru paling cepat melakukan karantina wilayah atau lockdown dibandingkan dengan negara lainnya.
Instruksi cepat untuk isolasi diri membuahkan hasil manis. Negeri kiwi ini minim ratap dan tangis karena corona.
Mari kita jalan-jalan ke Norwegia. Perdana Menteri Erna Solberg menerapkan strategi berbasis rasa kasih. Kasih seorang ibu terhadap anaknya.
Erna Solberg memilih pola komunikasi interaktif yang unik melalui telekonferensi.
Dia berkomunikasi dengan anak anak.
PM Solberg meluangkan waktu menjawab pertanyaan dari anak anak seluruh negeri.
Anak anak biasanya bicara jujur, polos, apa adanya. Lugu dan kritis.
Tujuannya membangun rasa percaya diri anak-anak.
Wajar seseorang takut dan cemas terhadap Covid-19. Namun, dengan sikap waspada dan patuh mengikuti protokol kesehatan niscaya kecemasan itu akan sirna.
Sekeping aksi yang mengharukan dan tak banyak mata berlinang di Norwegia karena terenggut Covid-19.
Mereka, entah Angela Merkel, Tsai Ing-wen, Jacinda Ardern, Erna Solberg sungguh memperlihatkan bahwa Ibu adalah Tiang Negara.
Pandemi Covid-19 menebarkan cemas dan ketidapastian.
Namun, dalam rangkulan kasih ibu semua terlindungi dan merasa nyaman.
Ibu adalah rahim dan pemelihara nadi kehidupan.
Terima kasih kaum ibu di manapun kalian berada, mengabdi dalam rupa dan cara beragam. (dion db putra)
Sumber: Tribun Bali