Penyair Umbu Landu Paranggi Berpulang


Umbu Landu Paranggi

Penyair di Bali sebagian besar lahir dari tangan Umbu Landu Paranggi. Mereka terasah dengan gemblengan Presiden Malioboro ini. 

Penyair Umbu Landu Paranggi meninggal di RS Bali Mandara, Denpasar, Selasa 6 April 2021. 

Dengan kepergian sosok guru, dunia sastra pun berduka. Kenanganan akan kebaikan dan keramahan Umbu pun melekat di hati sastrawan Warih Wisatsana.

“Bukan hanya dalam puisi, Umbu mengajak seseorang untuk menghayati kehidupan. Saat hujan beliau mengajak kita, ayo basah-basahan agar kuyup hidupmu, sehingga kamu bisa memiliki daya haru terhadap suatu momentum,” kata Warih.

Warih mengaku berkenalan dengan Umbu tahun 1984, saat ia masih menjadi seorang wartawan muda. 

Saat itu, Umbu memegang 2 halaman lembar kebudayaan di harian Bali Post. Dia membuka ruang kepada siapapun untuk menulis di halaman tersebut. 

Dalam pemuatan puisi, ia menggunakan pola kompetisi metafor sepak bola, mulai dari pola pawai, kompetisi hingga pos budaya.

“Jadi penulis yang masuk ada tahapannya sejalan dengan capaian estetika dan tematik serta kematangan serta kepribadian dalam menghadapi kehidupan. Sehingga tidak segan Umbu bisa memuat karya satu penulis dalam satu halaman penuh,” tutur Warih.

Pola ini juga Umbu terapkan saat masih di Jogja lewat kolom Sabana dan melahirkan banyak penulis besar di Indonesia sebuat saja Emha Ainun Nadjib, Korrie Layun Rampan, Linus Suryadi AG hingga beberapa nama lainnya. Warih juga menuturkan, sejak 5 bulan lalu, ia juga mengasuh halaman puisi di NusaBali.

“Seluruh Indonesia mengirim naskah selama lima bulan tiap minggu. Walaupun penulis tidak mendapat honor, namun karena Umbu melakukan penciptaan sebagai ibadah, dengan sukacita banyak penulis nasional yang ikut berpartisipasi,” tuturnya.

Warih mengatakan, ada nasehat dari Umbu yang paling diingat yakni guyubkan dirimu dengan hidup dan kehidupan. “Umbu mengatakan pergilah ke tempat jelata, pasar tradisional, di sana mendalami pengalaman,” kenangnya.

Selain itu, hal yang menarik lainnya, Umbu memiliki teman dari berbagai daerah di Bali, dimana setiap rumah yang dikunjunginya selalu ada satu kamar untuk Umbu. 

“Kalau sudah ditempati Umbu, kamar itu tak akan ditempati oleh pemiliknya. Dan seolah-olah kamar itu khusus disiapkan untuk Umbu, walaupun Umbu akan datang lima atau enam bulan sekali,” katanya.

Setelahnya sahabat Umbu yakni Hendra Gunawan memberikannya rumah khusus di Lembah Pujian Denpasar. 

Awalnya Umbu sempat tidak terbuka dan menyepi. Akan tetapi setelah sempat sakit, Umbu mulai kembali terbuka. Bahkan dalam sebuah pembacaan puisi yang digelar Balai Pustaka, Umbu meminta agar ia membaca puisi di Pura Andakasa.

“Umbu mau membaca puisi asalkan membaca puisi di Pura Andakasa. Beliau sangat menyadari keberadaan ruang dan waktu,” katanya.

Warih juga menambahkan, penghargaan yang diterima oleh Umbu pun sangat lengkap dan paripurna. Di Bali ia meraih penghargaan Bali Jani Nugara dan Penghargaan Wijaya Kusma, penghargaan dari Universitas Indonesia, Kementerian Pendidikan, Dirjen Kebudayaan hingga Badan Bahasa. 

Sempat tersiar kabar bahwa Umbu meninggal akibat Covid-19. Akan tetapi, Warih meluruskan informasi tersebut. Umbu diketahui meninggal karena gagal ginjal.

“Pelurusan informasi, informasi dari penyair Mira MM Astra bahwa Pak Umbu Landu Paranggi wafat bukan karena Covid, melainkan gagal ginjal, dan prosedur di Rumah sakit, dalam masa pandemi ini, memang untuk sakit jenis apapun ditangani dengan prosedur Covid, hanya prosedurnya, namun Pak Umbu tidak menderita Covid, hasil test negatif. Itu percakapan Mbak Mira dengan dokternya langsung,” kata Warih.

Pria kelahiran Sumba, 10 Agustus 1943 ini berpulang pukul 03.55 Wita. Warih menuturkan, beberapa hari sebelum meninggal, Umbu secara tersirat menyampaikan keinginannya pulang ke Sumba. 

"Beberapa hari sebelum ini, sudah menyampaikan secara tersirat keinginannya untuk pulang ke Sumba," kata Warih saat ditemui di RS Bali Mandara.

Warih mengatakan, jenazah akan dipulangkan ke Sumba setelah dijemput oleh pihak keluarga. 

"Bu Putri (Putri Suastini) akan memberikan atensinya secara penuh untuk mengantar jenazah pulang ke Sumba. Tadi sudah dihubungi oleh teman," katanya.

Sabtu pagi 3 April 2021, Warih sempat menelepon Umbu. Dalam percakapan tersebut, Warih menyadari bahwa kondisi Umbu sedang tidak baik. Bahkan percakapan terakhir melalui sambungan telepon itu pun ia rekam.

"Saya rekam percakapan itu. Umbu bilang, apakah sudah cukup tiga hari atau lima hari. Lalu menyebut surga, dan saya menyadari ada sesuatu," kata Warih menuturkan dengan mata berkaca-kaca. Sorenya Umbu pun langsung diajak ke rumah sakit. Warih mengaku meskipun sedih namun tetap mengikhlaskan kepergian Umbu.

Sementara itu, penyair Wayan Jengki Sunarta, mengatakan banyak sastrawan maupun penyair yang datang ke RS. Meski tak bisa menemani di dalam kamar saat perawatan mereka tetap menunggu di lobby rumah sakit. 

Sebelum meninggal, dari pihak rumah sakit sempat mengabarkan dilakukan penanganan pompa jantung untuk Umbu. Namun usaha itu gagal. Hingga akhirnya ia mendengar kabar Umbu telah tiada. 

"Memang sudah jalannya dan kami mengikhlaskan. Pihak rumah sakit sudah berusaha semaksimal mungkin," katanya. (i putu supartika)

Sumber: Tribun Bali 7 April 2021 edisi print

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes