Antonee Robinson memeluk Ramin Rezian |
Catatan Dion DB Putra
TRIBUNLOMBOK.COM - Iran sudah terlempar dari gelanggang Qatar 2022. Sang penakluk adalah musuh politiknya selama puluhan tahun, Amerika Serikat.
Keceriaan Amerika Serikat pun sudah usai. Langkah The Yanks berakhir di babak 16 besar. Melawan Tim Oranye Belanda, Amerika Serikat menyerah 1-3.
Iran dianggap sebagai satu dari 15 negara tempat lahirnya kebudayaan manusia. Duel Iran vs Amerika Serikat, Selasa malam 29 November 2022, meninggalkan kisah yang menyentuh kemanusiaan.
Respek seorang pemain Amerika Serikat terhadap lawan yang dia taklukkan telah membuat banyak hati terenyuh. Mereka memuji dan bersyukur bahwa kasih sayang antar sesama indah nian.
NDTV menulis, tak lama setelah memulangkan Iran dari Piala Dunia Qatar 2022, sebuah klip di Twitter menunjukkan pemain sepak bola tim Amerika Serikat, Antonee Robinson memeluk lawannya dari Iran, Ramin Rezian.
Rezian menangis setelah kekalahan timnya. Robinson yang melihat kepiluan itu mendekat lalu memeluknya erat.
Pelukan emosional Robinson dan Rezian dirayakan banyak pengguna Twitter.
"Kemanusiaan terbaik yang ditampilkan, setelah AS mengalahkan Iran di Piala Dunia, para pemain berbagi momen emosional, menunjukkan bagaimana sportivitas dapat melampaui geopolitik," kata yang lain.
Begitulah olahraga. Sportivitas mempesona dunia selama berabad-abad karena dia menyembulkan kemanusiaan hakiki hingga detik ini.
Olahraga melintasi batasan suku, agama, ras dan golongan. Melampaui permusuhan politik atau percaturan ekonomi.
Kompetisi atau rivalitas hanya berlangsung selama periode waktu tertentu yang disepakati bersama sebagai rule of the game. Tatkala duel usai di panggung arena, persaudaraan tetaplah nomor satu.
Lihatlah sikap dan aksi para pemain, pelatih, ofisial tim peserta Piala Dunia Qatar 2022. Saat bertanding menjadi yang terbaik mereka bertarung sehabis-habisnya.
Namun, pelukan hangat dan bersalaman di akhir laga tetap menyertai. Tak penting siapa kalah atau menang. Mereka saling berbagi senyum. Saling meneguhkan. Pemenang tidak jemawa. Yang kalah pun bisa menerima dengan lapang dada.
Tidak baik-baik saja
Pelukan emosional Robinson dan Rezian sungguh relevan dengan situasi dalam negeri Iran dewasa ini. Iran tidak sedang baik-baik saja.
Suhu politik di negeri yang berbatasan dengan lebih dari enam negara itu sedang panas. Ada indikasi kerenggangan sosial di negara multibudaya yang memiliki banyak kelompok suku dan bahasa tersebut.
Masih kental sikap anti pemerintah dari sebagian kelompok masyarakat sejak insiden yang menimpa perempuan Kurdi berusia 22 tahun, Mahsa Amini, bulan Sepetember 2022 lalu.
Cara mereka memprotes antara lain dengan merayakan kekalahan tim negara mereka dari Amerika Serikat di ajang FIFA World Cup 2022.
Di kampung halaman Mahsa Amini, misalnya, yang kematiannya pada 16 September 2022, memicu protes meluas di Iran, pengunjuk rasa melepaskan kembang api.
Sebuah video yang dibagikan di Twitter oleh aktivis Kurdi, Kaveh Ghoreishi menunjukkan di Kota Sanandaj, sejumlah orang bersorak sorai.
Bunyi klakson menggelegar setelah Amerika Serikat mencetak satu-satunya gol kemenangan ke gawang Iran dalam pertandingan tersebut.
Mengutip warta Kompas.com, perayaan kemenangan Amerika atas Iran menelan korban jiwa.
Seorang warga Iran ditembak mati pasukan keamanan gara-gara merayakan kekalahan tim nasionalnya dari Amerika.
Kekalahan tersebut menimbulkan tanggapan beragam dari pendukung pro dan anti-rezim Iran.
Banyak warga Iran enggan mendukung perjuangan Mehdi Taremi dkk di Qatar sebagai tanggapan atas tindakan keras pemerintah terhadap protes lebih dari dua bulan, yang dipicu kematian Mahsa Amini dalam tahanan.
Warga Iran bernama Mehran Samak ditembak mati setelah dia membunyikan klakson mobilnya di Bandar Anzali, kota di pantai Laut Kaspia barat laut Teheran.
Demikian menurut laporan kelompok hak asasi pada Rabu 30 November 2022, sebagaimana dilansir kantor berita AFP.
"Mehran Samak (27 tahun) menjadi sasaran langsung dan ditembak di kepala oleh pasukan keamanan... menyusul kekalahan tim nasional melawan Amerika", kata kelompok Hak Asasi Manusia Iran (IHR) yang berbasis di Oslo.
Pusat Hak Asasi Manusia di Iran (CHRI) yang berbasis di New York juga melaporkan Samak dibunuh pasukan keamanan saat perayaan kekalahan timnas Iran.
Tidak ada komentar segera tentang insiden tersebut dari pihak berwenang Iran. Fakta mengejutkan kemudian muncul, setelah gelandang internasional Iran Saeid Ezatolahi mengungkapkan bahwa dia mengenal Mehran Samak.
Anggota timnas Iran yang bermain melawan Amerika dan berasal dari Bandar Anzali itu mengunggah fotonya dengan korban, bersama di tim sepak bola remaja.
"Setelah kekalahan pahit tadi malam, berita meninggalnya Anda membakar hati saya," kata Ezatolahi di Instagram, yang menggambarkan Samak sebagai rekan setim masa kecil.
Dia tidak mengomentari keadaan kematian temannya tetapi berkata, "Suatu hari topeng akan jatuh, kebenaran akan terungkap."
"Ini bukan yang pantas didapatkan kaum muda kita. Ini bukan yang pantas diterima bangsa kita," tambah Saeid Ezatolah.
Ezatolahi, yang kecewa dengan hasil pertandingn terakhir timnya di Piala Dunia Qatar, dihibur rekan setimnya maupun para pemain AS setelah peluit akhir wasit berbunyi
Lagu kebangsaan
Kontroversi memang menyertai langkah timnas Iran di Piala Dunia 2022. Mereka memilih diam, tidak mau menyanyikan lagu kebangsaan saat laga perdana Grup B melawan Inggris pada 21 November 2022.
Hari itu Inggris permalukan Iran 6-2. Pascakejadian tersebut muncul laporan penguasa Iran memberikan tekanan keras kepada timnas Iran dan ofisialnya.
Akhirnya para pemain timnas Iran kembali menyanyikan lagu kebangsaan di dua pertandingan berikutnya, saat melawan Wales dan Amerika Serikat.
Kematian Mehran Samak yang dibunuh karena merayakan kekalahan timnas Iran dari Amerika Serikat, melahirkan ketegangan baru di negara yang berbatasan dengan Azerbaijan, Armenia, dan Laut Kaspia di utara tersebut.
Para pelayat terdengar meneriakkan kata-kata, "Matilah diktator" saat pemakaman Samak hari Rabu November 2022.
Seruan dalam video yang dibagikan CHRI itu ditujukan untuk pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.
IHR mengatakan pihak berwenang Iran menolak menyerahkan jenazah pria itu kepada keluarga.
BBC Persia melaporkan, pemakaman Samak di Bandar Anzali tanpa pengumuman sebelumnya, dan mendapat penjagaan ketat guna menghindari insiden besar.
Menurut IHR, pasukan keamanan Iran telah menewaskan sedikitnya 448 orang dalam tindakan keras terhadap protes dalam lebih dari dua bulan, termasuk 60 anak di bawah usia 18 tahun dan 29 wanita.
Seorang jenderal Iran mengatakan pada Senin 28 November 2022 bahwa lebih dari 300 orang tewas dalam kerusuhan itu.
Pemerintah Republik Islam Iran telah mengerahkan pasukan keamanan negara untuk melawan apa yang disebut sebagai "kerusuhan" setelah kematian Mahsa Amini pada 16 September 2022.
Mahsa Amini tewas di dalam tahanan setelah tiga hari dia ditangkap karena diduga melanggar aturan berpakaian perempuan Iran, yakni tak memakai jilbab secara sempurna.
Kelompok Hak Asasi Manusia Iran yang berbasis di Oslo mengatakan setidaknya 448 orang telah dibunuh pasukan keamanan Iran dalam tindakan keras terhadap protes selama lebih dari dua bulan. (*)
Sumber: TribunLombok.com