TALENTA dan cinta yang terpendam itu tidak pernah saya sadari dalam rentang waktu yang cukup lama. Setidaknya sejak duduk di bangku SMP Negeri 2 Ende, Flores awal tahun 1980- an, saya mengagumi bunga mawar.
Kekaguman itu berlanjut hingga saya kuliah di Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Nusa Cendana Kupang (Undana) tahun 1988. Tetapi saya sebatas mengagumi. Tidak pernah berniat sungguh-sungguh untuk menanam bunga mawar yang harum wanginya itu.
Dalam tradisi Gereja Katolik, bunga mawar merupakan bunga untuk Sang Bunda Maria. Bunda Perawan yang Selalu Menolong itu.Adik sepupuku Yofin yang ketika itu kuliah di Fakultas Pertanian Undana suatu ketika menyentilku dengan kata-kata demikian. "Kalau cuma mengagumi bunga mawar ya percuma. Cobalah untuk menanam sendiri. Kakak akan lebih puas bila melihat mawar hasil tanaman sendiri mekar bunganya," kata Yofin, saudariku yang kini sudah menjadi ibu dengan satu anak.
Saya merasa tertantang dan sekitar awal tahun 1995 saya mulai menanam satu dua anakan bunga mawar di pekarangan tempat kost di Sikumana-Kupang. Kebetulan "bapak kostku" Thobias Iku yang perwira polisi asal Wolojita-Ende itu juga pencinta tanaman, sehingga dia sangat senang melihat saya mulai menanam bunga.
Namun, di mata Yofin yang akhirnya bergelar sarjana pertanian itu, cara saya menanam sungguh tidak lazim karena asal "tikam" saja ke tanah Kupang yang berkarang hitam itu.
Jika Anda pernah ke Kota Kupang atau ke Pulau Timor umumnya, Anda tentu tahu bagaimana keadaan tanah di wilayah kering ini.Dia tertawa terbahak-bahak sambil berkata dengan yakin tidak mungkin mawar yang saya tanam itu akan tumbuh.
"Stek bunga mawar itu harus ditanam dulu dalam polybag. Kalau sudah berakar baru dipindahkan ke media pot yang lebih besar. Tanah pun harus yang subur dan diberi pupuk. Ingat, mawar termasuk jenis tanaman hias yang manja bahkan kadang agak rewel sehingga butuh ketelatenan dalam merawat," kata Yofin bernada menceramahiku.
Saya mengangguk-anggukkan kepala karena adikku memang berkompeten bicara tentang tanaman. Tetapi mana sempat bagi saya untuk menyiapkan hal-hal yang dikatakan Yofin itu?
Praktis sejak bergabung dengan SKH Pos Kupang 1 Desember 1992 (sejak awal berdirinya harian pertama di NTT ini), waktu saya sebagian besar habis untuk bekerja sebagai wartawan. Maka saya tidak terlalu peduli apakah mawar yang ditanam itu bertumbuh atau tidak.
Ternyata mawar yang saya tanam seadanya di celah-celah tanah karang Kupang tumbuh baik adanya dan berbunga pada waktunya. Tidak jauh berbeda dengan bunga mawar hasil tangan Yofin di dalam pot besar dengan tanah subur.
Yofin geleng-geleng kepala seolah tidak percaya. Saya sih biasa saja, berpikir mungkin kebetulan saja mawar itu jadi. Hehe....Tahun 1998, saya pindah ke Perumahan Lopo Indah Permai, Kelurahan Kolhua-Kupang. Jaraknya kira-kira 7 km dari tempat kost saya di Kelurahan Sikumana.
Pindah ke rumah yang saya kredit sejak tahun 1996 (belum habis kreditnya.. Hehe..) Rumah kecil alias RSS yang di kalangan kami karyawan Pos Kupang diplesetkan menjadi Rumah Sulit Selingkuh. Mau selingkuh bagaimana kalau rumahnya dempet-dempetan? Kita masak apapun pasti diketahui tetangga sebelah, apalagi main selingkuh!
Di rumah yang halamannya tidak seberapa luas itu saya melanjutkan kebiasaan tanam bunga mawar. Tidak banyak jumlahnya karena lahan sempit. Sekitar 4 sampai 5 pohon saja.
Seperti di Sikumana, saya asal potong dan tancap saja ke tanah gersang dan anehnya semuanya bertumbuh dan berbunga hingga suatu ketika Yofin berkata, "Kak Dion tangan dingin. Senang sekali bisa seperti itu karena saya kalau tanam mawar harus bersusah payah. Bahkan yang saya tanam tidak semuanya jadi."
Tahun 2004 lalu karena harus membangun bak penampung air sekaligus menjadi teras rumah, lahan rumahku makin sempit sehingga sebagian mawar yang sedang mekar harus menjadi korban. Kami warga Kupang mutlak membangun bak air karena sampai detik ini krisis kekurangan air belum teratasi dengan baik walaupun pemimpin kota sudah berganti-ganti.
Saya cuma sempat menyelamatkan 1 pohon mawar. Sekian bulan berjalan saya merasa ada yang hilang, sehingga saya mengembakbiakkan lagi menjadi tiga pohon di dalam pot. Semuanya tumbuh baik dan mekar mewangi. Prinsip saya adalah tidak boleh berhenti menanam mawar.
Di rumah mungilku harus selalu ada mawar.Belakangan ini istriku pun mulai suka bunga mawar. Dia menjadi orang kesekian yang awalnya tidak percaya kalau mawar yang saya tanam bakal jadi. Setelah dia mencoba sendiri beberapa kali dan gagal, dia mengakui bahwa saya punya "talenta" dalam menanam mawar. Sekarang dia hanya mendatangkan anakan, tetapi tak pernah mau tanam sendiri. Tugas menanam adalah urusan saya.
Dua tahun yang lalu seorang sahabat memberi komentar yang mula-mula saya anggap tidak serius. Begini pernyataannya, "Teman harus menyadari bahwa teman 'tangan dingin'. Menanam mawar, bunga harum mewangi yang dikagumi banyak orang itu menandakan apa yang teman kerjakan dengan niat baik akan selalu membawa hasil. Ini talentamu. Pergunakan dengan sebaik-baiknya."
Pernyataan yang biasa itu saya coba refleksikan dengan perjalanan hidup saya sampai hari ini. Tidak semuanya keliru atau salah! Hakikatnya kita semua memiliki talenta masing-masing karena Tuhan itu baik hati dan menciptakan kita untuk bersama-sama dengan Dia memberi kebaikan kepada dunia.
Cuma kita kerapkali tidak menyadari talenta yang ada dalam diri sendiri. Kita hanya gampang mengeluh dan pasrah pada keadaan. Galilah talentamu dan kembangkan!
Saya sebenarnya masih ingin bercerita tentang mawar. Tapi rasanya cukup dulu episode kali ini. Jika Anda berminat mengetahui lebih jauh tentang mawar salah satu sumbernya bisa diakses ke http://id.wikipedia.org/wiki/Mawar dan sumber lain yang tak terbatas jumlahnya. (dion db putra)