DALAM hal keseriusan memberantas praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) agaknya kita perlu belajar dari negeri Cina. Hari Awal pekan ini terjadi peristiwa menarik di negeri Tirai Bambu tersebut. Seorang mantan pejabat Cina yang korup, Zheng Xiaoyu dieksekusi mati dan menjadi berita utama berbagai media massa Cina, Rabu (11/7/2007).Zheng, mantan Kepala Badan Pangan dan Obat-Obatan Cina adalah terdakwa pelaku korupsi sebesar 6,5 juta yuan atau setara 850.000 dolar AS. Jumlah uang yang tidak kecil kalau dikonversikan ke dalam rupiah.
Menurut Harian The People milik Partai Komunis yang sedang berkuasa, hukuman mati Zheng itu untuk menghalangi tindak korupsi yang dilakukan pejabat pemerintah Cina yang lain sekaligus membuktikan kepada rakyat Cina bahwa pejabat tidak kebal hukum.Hukuman mati adalah hal yang lumrah di Cina bagi para pelaku tindak pidana, termasuk tindak pidana korupsi.
Namun, sempat muncul kritik pedas karena koruptor yang dieksekusi sebelumnya umumnya 'kelas teri'. Yang dihabisi cuma pencuri-pencuri kecil dan tak berdaya. Kali ini hukum Cina memberi jawaban tegas. Eksekusi Zheng memberi tanda, jangan main-main dengan KKN!
Hukuman itu memberikan efek jera bagi semua -- sekalipun terlalu naif bila dilukiskan akan menuntas habis praktek korupsi.Hukum kita memang tidak sama dengan Cina. Kita memiliki otonomi hukum nasional sendiri yang jelas berbeda. Tapi dalam keseriusan, penegakan hukum ala Cina memberi inspirasi.Kemarin baru saja berakhir satu kegiatan penting di Hotel Sylvia-Kupang.
Seminar dan workshop bertajuk, "Partisipasi masyarakat dalam membangun peradilan yang bersih, jujur dan profesional," yang diselenggarakan Komisi Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung Kupang (KAK) bersama Komisi Yudisial RI.Menarik apa yang dikatakan Ketua Komisi Yudisial RI, M Busyro Muqoddas. Ia menyebut lembaga peradilan di Indonesia sebagai yang terkorup dengan modus menafsirkan huruf-huruf dalam peraturan hukum seenak perut.
Hal ini perlu diinvestigasi karena banyak hakim-hakim 'nakal' masih 'memperdagangkan' perkara untuk kepentingan pribadinya.Berbicara di hadapan peserta seminar dan workshop bertajuk, "Partisipasi masyarakat dalam membangun peradilan yang bersih, jujur dan profesional Busyro mengatakan, indikasi keberadaan hakim yang memperdagangkan perkara, antara lain dengan memberikan putusan bebas terhadap para pelaku korupsi. Padahal, katanya, kasus korupsi adalah kasus yang luar biasa dan harus ditangani secara luar biasa pula.
Inspirasi dari Cina hendaknya memberi pencerahan terhadap aparat penegak hukum kita di Indonesia. Aparat penegak hukum yang nakal patut diberi efek jera dengan tindakan yang setimpal. Salam Pos Kupang 14 Juli 2007. (dion db putra)