Maradona tak lagi primadona

Oleh Dion DB Putra

Diego Armando Maradona, 2 Oktober 1996 cedera otak akibat kecanduan terhadap kokain dan dikhawatirkan meninggal dunia secara tiba-tiba. Menurut salah seorang dokternya, superbintang sepakbola itu terancam mati mendadak dalam waktu dekat. Serial yang diramu dari berbagai sumber ini - berusaha menguak sepenggal jalan hidup Maradona - sejak bocah, masa emas sampai detik-detik menjelang keruntuhannya sekarang.

"SAYA tidak mengabaikan kekhawatiran bahwa Diego Maradona bisa mati mendadak di lapangan sepakbola atau sedang berjalan." Demikian kalimat yang meluncur dari mulut Dr. Ricardo Grimson, dokter pribadi Maradona seperti diberitakan harian ini edisi 4 Oktober 1996.

Tahun lalu, Grimson juga sempat membawa Maradona ke klinik rehabilitasi obat terlarang di Buenos Aires dalam keadaan koma. Saat ini, kata Grimson, Maradona bahkan tidak dapat mengenali orang-orang yang dikenalnya akrab.

Berita yang dikutip kantor berita UPI dari El Grafico, suratkabar olahraga terkemuka di Buenos Aries itu, cukup mengejutkan publik dunia yang mengenal dan mencintai Maradona. Dalam segala keterbatasannya sebagai manusia, Maradona tetaplah sumber inspirasi, salah satu pusat pergumulan sepakbola dunia selama abad ke-20 ini.

Kisah hidup Maradona adalah gambaran tentang seorang manusia yang senantiasa berwajah ganda, gelap dan terang. Ada saat Maradona dipuja melebihi dewa. Tetapi ada waktu, Diego berada pada titik nadir kenistaan tak terampunkan.

***
DIEGO Maradona pada masa lalunya, tidak berbeda dengan para bocah yang lahir dan besar di kebanyakan negara dunia ketiga. Ketika menjejak bumi tanggal 30 Oktober 1960, Maradona langsung menghirup aroma kemiskinan Argentina di bawah kekuasaan Presiden Peron.

Maradona yang tanggal 30 Oktober 1996 ini bakal merayakan hari jadinya ke-36, lahir di Lanus, sebuah kampung kumuh di pinggiran Kota Buenos Aries. Orangtua Maradona termasuk keluarga sangat miskin. Ayahnya bekerja sebagai buruh kereta api yang hanya mampu mengontrak rumah sempit di bilangan Villa Fioritto.

Hidup dalam keluarga dengan delapan orang anak, menyebabkan perhatian orangtua terhadap Maradona tak selalu menggembirakan. Apalagi tinggal dalam rumah sempit ukuran 6x8 meter persegi, membuat Maradona tidak betah. Hari-harinya lebih banyak dia habiskan di luar rumah bersama teman-teman sebaya.
Seperti kebanyakan anak Argentina, sepakbola merupakan sebuah permainan paling mengasyikkan bagi mereka. Tiada hari tanpa menendang bola. Maradona bisa berjam-jam mengocek kulit bundar, tak peduli di jalanan berdebu atau lorong-lorong sempit dalam kawasan pemukiman Villa Fiorito.

Bocah Maradona tergolong kurus dan dekil. Pakaiannya pun seadanya. Maradona juga sering menjadi bulan-bulanan karena ditonjok teman sebaya yang berbadan lebih subur dan sehat. Meski demikian bila ada permainan bola, Maradona selalu masuk dalam tim. Sejak usia 4 tahun ia sudah menunjukkan keterampilannya mengutak-atik kulit bundar yang cukup mengesankan.

Suatu hari di tahun 1969, Fransisco Cornejo dari Klub Argentinos Junior jalan-jalan ke pemukiman Villa Fioritto, Buenos Aries. Dalam kapasitasnya sebagai tim pemandu bakat, Cormejo sedang mendapat tugas mencari calon pemain muda untuk dibina oleh klub profesional itu.

Secara tak sengaja, ia bertemu Maradona. Feeling ball Cornejo menegaskan bahwa Diego memendam bakat besar. Ia meramalkan Maradona menjadi bintang masa depan Argentina yang bakal mendunia. Cornejo yang terpesona melihat Maradona -- langsung meminta izin kepada ayah Maradona untuk melatih bocah tersebut.

Atas persetujuan sang ayah, Maradona lalu dititipkan pada seorang kaya penggemar berat sepakbola di Buenos Aries. Polesan tangan Cornejo mematangkan keterampilan Maradona hingga masuk jajaran pemain inti Argentinos Junior tahun 1976. Walaupun tubuhnya tergolong cebol, goyangan pinggul Maradona di lapangan selalu membuat lawan-lawannya keok.

Jika bintang legendaris lainnya seperti Pele (Brasil), Johan Cruyff (Belanda) atau Beckenbauer (Jerman) masuk tim nasional di atas usia 20 tahun, Maradona sudah memakai kostum kebesaran Argentina pada umur 16 tahun. Pada usia 17 tahun, Maradona memimpin rekan-rekannya merebut Piala Coca Cola, simbol tertinggi kejuaraan sepakbola dunia yunior.

Pada tahun 1978, ia terpilih memperkuat tim Piala Dunia Argentina. Sayang, Maradona tak pernah diturunkan Pelatih Cesar Luis Menotti hingga usai putaran final yang dimenangkan negerinya. Menurut Menotti, Maradona kurang berpengalaman. Maradona harus puas menghuni bangku cadangan melihat aksi seniornya Mario Kempes dkk. Darah mudanya memanas. Sikap temperamental Maradona mulai menyata. Dia mogok bicara dengan Menotti kurang lebih enam bulan.

Empat tahun kemudian - dalam usia 22 tahun - Maradona memimpin tim Argentina ke Piala Dunia Spanyol 1982. Citra buruk dibuat Maradona pada babak perdelapan final. Ia diusir dari lapangan karena menendang pemain Brasil. Argentina kalah dan pupuslah niat mempertahankan mahkota Piala Dunia yang kemudian direbut tim Azzuri Italia.

Setelah gagal di Piala Dunia 1982, Maradona meninggalkan tanah airnya. Ia bergabung dengan klub Barcelona Spanyol dengan uang transfer 8 juta dolar AS. Di klub tersebut, Diego semakin matang hingga dibeli Napoli Italia pada 1984.

Nama Maradona kian melesat. Ia menjadi superstar baru dan anak kesayangan seluruh warga Napoli, kota di Italia selatan yang terkenal miskin. Dengan gaji jutaan dolar, Maradona mulai menikmati gaya hidup kelas atas.

Di Napoli ia tinggal bersama pacarnya Claudia yang kemudian menjadi istrinya - di seubah rumah mewah yang luas, lengkap dengan kolam renang dan sekawanan mobil mewah.

Si cebol ikut membantu orangtuanya. Maradona membangun sebuah rumah besar dan mewah bagi ayah dan ibunya di Kota Buenos Aries. "Saya tidak tega melihat merkea tetap tinggal di rumah sempit di Fioritto. Bagaimanapun peran ayah dan ibu dalam karir sepakbola saya sangat besar," kata Maradona.

Uang hasil kerjanya di klub profesional juga ia jadikan modal usaha. Pada tahun 1984-1985, Diego Maradona memiliki sejumlah perusahaan yang dikelola sahabat atau orang kepercayaannya di Spanyol, Italia dan Perancis. Lewat kepiawaiannya bermain bola, anak miskin itu telah berubah menjadi jutawan muda.
***
KEHADIRAN Maradona tahun 1984 di Napoli merupakan anugerah bagi warga kota tersebut. Secara perlahan, Maradona mendongkrak prestasi Napoli menembus jajaran papan atas liga Italia Seri A - sesuatu yang tidak pernah diraih klub itu pada tahun-tahun sebelumnya.

Selama tujuh tahun berkiprah di klub itu (1984-1991), Maradona membawa Napoli dua kali juara Liga Seri A, tahun 1987 dan 1989. Dominasi Napoli baru bisa dipatahkan AC Milan awal 1990-an. Liukan pinggul, sontekan kaki kiri maupun sundulan kepala Maradona, membuat warga Napoli jatuh cinta. Kecintaan itu mereka wujudkan lewat pemberian gelar Kaisar.

Sambil menikmati masa indah bersama Napoli dan kekasihnya Claudia - tahun 1986 Maradona memenuhi panggilan tanah air untuk membela Argentina di Piala Dunia 1986 Meksiko. Dalam usia belum genap 26 tahun, Maradona mengantar negeri tango itu memenangkan PIala Dunia untuk kedua kalinya. Tahun 1986 menjadi milik Maradona!

Pada putaran final Piala Dunia ke-13 ini, Maradona mencatatkan dirinya sebagai salah satu pemain terbesar. Dia mengukir kontroversi sekaligus kejeniusannya dalam bermain bola. Kontroversi paling heboh adalah gol "Si Tangan Tuhan" ke gawang Inggris pada babak perempatfinal.

Dalam sejarah Piala Dunia sepakbola sejak 1930 di Uruguay, hanya Diego yang menyundul bola ke gawang menggunakan tangan kidalnya dan wasit menyatakan sah sebab tidak melihat Maradona memakai tangan atau kepala. Ketika tayangan ulang video memperlihatkan Diego menyundul dengan tangan - orang-orang mencibirnya. "Itu gol Tangan Tuhan," tangkis Maradona dengan enteng.

Publik Inggris kecewa berat. Namun, orang Inggris pun akhirnya mengakui indahnya gol kedua Maradona ke gawang Peter Shilton untuk menentukan keunggulan Argentina 2-1.

Maradona mengukirnya dengan sangat menawan, melewati lima pemain sekaligus. Dari lapangan tengah, Diego memperdayai Peter Beardsley, Peter Reid dan Terry Butcher. Terry Fenwick berusaha mentekel di kotak penalti, tapi Diego lebih cepat sepersepuluh detik untuk menaklukkan Shilton.

Di babak semifinal, Maradona kembali memborong dua gol ke gawang Belgia. Pada babak final, dalam tatapan mata 110.000 penonton Stadion Azteca Mexico City serta jutaan pemirsa di seluruh dunia, Maradona mengalahkan Rummenigge dkk 3-2. Jerman menangis, Argentina larut dalam pesta.

Nama Maradona yang cuma memiliki tinggi badan 165 cm dan agak gemuk itu melambung jauh. Lebih dari 100 orangtua bayi yang lahir bulan Mei-Agustus 1986 merasa perlu memberi nama anak mereka Maradona. Maradonamania menghipnotis dunia.

Seorang gadis dari Benfleet Inggris, Jeniece Harris rela membayar 3 ribu poundsterling kepada seorang ahli hukum guna mengubah namanya menjadi Janiece Jennifer Dorothy Arsenal Maradona. Para pakar membuat penelitian khusus tentang Maradona. Hasilnya, anatomi tubuh Maradona yang paling berperan adalah pinggul. Kesimpulan lain, Maradona adalah jenius bola, skillnya merupakan gabungan lima seniman bola terbesar dalam sejarah.

Ia mampu mengutak-atik bola seperti Pele, menguasai lapangan tengah selevel Cruyff, berkelit bagaikan George Best, gerakan kakinya laksana Baggio dan umpan-umpannya amat matang seperti Beckenbauer pada masa puncaknya.

Tahun 1986 Maradona mereguk segalanya. Nama besar, harga diri, kekayaan dan seorang istri yang setia, Claudia. Di Argentina, ia menjadi anak angkat Presiden Carlos Menem, mendapat anugerah warga negara teladan. Dunia mencetak namanya dengan tinta emas. Siapapun mengakui, Maradona adalah primadona.

***
MARADONA mungkin termasuk makhluk yang kurang sependapat dengan adagium salah seorang tokoh besar dunia, Bung Karno yang pernah mengatakan: "Hidup dimulai pada usia 40 tahun". Hal ini karena Diego, secara de fakto sudah memulainya dalam usia 26 tahun.

Pada umur yang terbilang masih muda itu - Diego Armando telah mendapatkan segalanya. Popularitas, kekayaan dan masa depan cerah. Usai memimpin Argentina merebut Piala Dunia 1986, ia disanjung bak dewa. Laksana magnet, ke mana pun ia pergi orang berusaha mendekatinya, sekadar bersalaman, menyentuh atau menyapanya. Di Napoli ia dipuji sebagai orang suci, santo dari Fioritto.

Dengan uang dan daya pukaunya, Maradona memang bisa berbuat apa saja yang dia suka. Hidupnya penuh kemewahan dan prestise kelompok masyarakat kelas atas. Jika raja pers dan wartawan olahraga terkemuka Indonesia Valens Doy berpendapat – dalam kehidupan setiap pria hebat, selalu ada peran perempuan di baliknya -- hal tersebut juga mewarnai perjalanan hidup Maradona.

Nama besar Maradona membuatnya selalu dikelilingi kaum hawa. Setiap kali bermain, selusin gadis hampir pasti mendukungnya dari luar lapangan. Mereka bahkan tak segan-segan mengikuti Maradono ke mana pun ia berada.

Di antara puluhan gadis latin bermata coklat yang selalu berusaha menarik perhatian Maradona - Cristiana Sinagra merupakan satu-satunya gadis Napoli yang membuat Diego mabuk kepayang. Ana seakan tak peduli Diego sudah memiliki istri, Claudia. Setiap kali Diego bertanding, baik di Napoli maupun kota-kota lainnya di Italia, Ana pasti ada di pinggir lapangan.

Sekuat-kuatnya pertahanan iman, Maradona akhirnya hanyut dalam hangatnya pelukan Cristiana. Suatu malam di tahun 1986, insiden "main samping" tak terelakkan. Maradoan mereguk nikmatnya surga, menanam benih di rahim Ana tanpa sepengetahuan istri yang menunggunya dengan setia di rumah.

Tahun 1989, beberapa saat setelah Maradona membawa Napoli untuk kedua kalinya menjuarai Liga Seri A, Ana meluapkan suara hatinya kepada pers. "Aku telah mengandung dan melahirkan anak Diego," katanya. Dunia tersentak, publik Italia terbelalak. Anehnya, Maradona diam seribu bahasa dan sebagian besar warga Napoli menganggap Maradona suci adanya!

Sampai hari ini, Maradona belum mau mengakui bahwa anak yang dilahirkan Cristiana bernama Diego Armando Maradona Junior itu adalah titisan darah dagingnya. Diego Jr saat ini berusia 10 tahun dan tinggal bersama ibunya di Napoli.

Wajah bocah itu mirip sekali dengan Maradona, demikian pula kemampuannya dalam bermain bola. Meskipun tidak kidal seperti ayahnya, dalam usia 9 tahun Diego Jr sudah diperebutkan sejumlah klub bola anak-anak di Napoli. "Ibuku berkata, Maradona adalah ayahku. Dan aku memang selalu merindukan ayah," kata Diego Jr suatu ketika.

Sejak pengakuan Ana tahun 1989 itu, kehidupan rumah tangga Maradona mulai diterjang prahara. Ia dan Claudia sering bertengkar. Maradona pun mulai intim dengan minuman keras serta obat terlarang. Kerapkali ia pulang larut malam dalam keadaan mabuk. Tak betah tinggal di rumah dan ogah menjalani latihan bersama rekan-rekannya di Napoli.

Untung, Diego masih memiliki Claudia, istri yang tak pernah mengeluh, pendamping hidup yang lebih memilih diam demi keutuhan rumah tangga serta kebahagiaan kedua putri mereka. Di mata Claudia, Diego tetaplah bintang pujaan. Selingkuh Diego-Ana masih terlalu kecil untuk mengikis totalitas cintanya pada Maradona.

DI tengah prahara rumah tangganya, Maradona kembali memimpin Argentina ke Piala Dunia 1990 di Italia. Kalah 0-1 pada pertandingan pembukaan melawan Kamerun, Maradona justru sukses mengantar tim tango ke grand final.

Perjuangan mempertahankan gelar itu sangat berat. Di semifinal, Argentina mematahkan Italia lewat adu penalti. Masyarakat Italia membenci Maradona. Sewaktu bertanding di final melawan Jerman, penonton Italia membencinya. Hanya orang Napoli yang meneriakkan namanya dari bibir lapangan.

"Saya menangis untuk apa yang dilakukan orang Italia terhadap saya, terhadap Argentina," katanya. Maradona menangis dalam arti sesungguhnya. Ia merasa dipaksa menyerahkan Piala Dunia kepada Jerman melalui gol penalti Andreas Brehme. Diego menilai dendam orang Italia yang tersungkur di semifinal hanya tertumpah pada dirinya.

Sejak tahun 1990, prestasi El Pibo de Oro (Si Anak Emas) ini terus surut, seiring usia, problem hidup dan obat-obatan yang menggeranyangi hidupnya. Setelah gagal di Piala Dunia, Maradona harus meninggalkan Napoli 1991 bersamaan dengan kasus kokain yang menerpanya.

Maradona tertangkap basah dan dihukum selama 15 bulan. Jauh sebelum itu, dia memang sudah sering bentrok dengan Coradio Ferlanio, bos Napoli. Fernalio marah dan kecewa karena Maradona mabuk-mabukan dan kecanduan obat terlarang.

Setelah bebas dari hukuman tahun 1992, Maradona ingin kembali ke Napoli. Tetapi pintu baginya sudah terkunci. Ia lalu pergi ke Servilla Spanyol, tetapi tidak lama. Pada masa gonjang-ganjing itu - Diego memutuskan pulang ke tanah airnya dan bergabung dengan klub Newels Old Boys. Tetapi, ia masih suka berontak dan ditendang Newels. Ketika wartawan mengkonfimasi kasus ini, ia menembak dengan pistol mainan. Dua juruwarta cedera, Diego menghadapi tuntutan pengadilan.

Kisah Diego ternyata belum berakhir di sini. Tatkala Alfio Basile ngos-ngosan meloloskan Argentina ke putaran final Piala Dunia 1994, Maradona hadir bagai Ratu Adil. Ia dipanggil masuk tim dan sukses meloloskan Argentina setelah menggilas Australia dalam babak play off. Dunia terkesima, Maradona ternyata belum "mati" di lapangan bola.

Tujuh pekan menjelang putaran Piala Dunia 1994, Maradona berlatih keras dan bisa menurunkan berat badannya sampai 12 kg. Penampilan awalnya di AS sangat memukau. Walau tak sempat mencetak gol saat Argentina mencukur Yunani 4-0, Diegolah yang mengalirkan umpan-umpan matang kepada Gabriel Batistuta untuk mencetak hattrick.

Ketika Argentina mengalahkan Nigeria 2-1, umpan kaki kiri Maradona jua yang membuat Caniggia mengukir gol kemenangan. Namun, pertandingan melawan tim Super Eagle Nigeria ternyata yang terakhir bagi Diego, karena keesokan harinya FIFA mengumumkan Maradona positif doping.

Ia terbukti menengak ephedrine, obat flu yang diberikan Daniel Cerrini, ahli diet pribadinya. Meski Maradona mengaku tidak sengaja, FIFA memvonis hukuman 15 bulan. Maradona sayang, kembali dirundung malang. Tim Argentina pun terjungkal, tak sempat menuai indahnya final Piala Dunia 1994 yang dimenangkan goyang Samba. Uniknya, 90 persen dari 35 juta jiwa rakyat Argentina termasuK Presiden Carlos Menem tidak mengakui Maradona bersalah. Argentina menilai doping Diego hasil suatu rekayasa.

Sekalipun rakyat Argentina tetap mencintainya, kehidupan Maradona tidak bertambah cerah. Vonis FIFA membuatnya semakin merana. Ketergantungan pada kokain kian besar. Sambil terus menenggak obat-obat terlarang - dalam diamnya - Diego Armando seakan mengulang dan terus mengulang balada Evita Peron, Don't cry for me Argentina.
***
HUKUMAN tidak boleh bertanding selama 15 bulan yang dijatuhkan FIFA sejak bulan Agustus 1994 sampai Oktober 1995, membuat Maradona makin tenggelam dalam dunia obat-obatan. Meskipun sudah berkali-kali mendapat nasehat dari dokter pribadi serta keluarganya, Diego tak pernah jera.

Menurut pengakuannya seperti dirilis Mingguan Bola bulan Maret lalu, Maradona mengatakan dia telah, sedang dan akan terus tergantung pada narkotika. Pengakuan Maradona yang menjadi bagian dari kampanye anti oat bius bagi remaja di seluruh dunia itu, membuka tabir bahwa Diego ternyata sejak lama intim dengan kokain.

Maradona menggunakan kokain karena ia menduga akan menjadi lebih hebat, besar dan kuat. Obat bius dikira mampu menghilangkan rasa stress, frustasi dan rasa tertekan yang terus menerpanya sejak kasus "selingkuh" dengan Cristiana Sinagra, kegagalan Piala Dunia 1990 serta tragedi doping pada Piala Dunia AS 1994.

"Setiap kali menenggak obat bius, saya merasa seolah-olah telah menaklukkan dunia. Tetapi setelah itu, saya merasakan kesunyian mengerikan dan ketakutan yang mencekam. Saya mulai merasa tidak yakin dan percaya diri. Obat bius bukannya menolong, melainkan memperlemah bahkan membunuh saya," kata Maradona.

Ketergantungan Diego pada obat bius semakin diperparah oleh sikapnya yang sangat tertutup pada keluarga. Maradona selalu menenggak kokain secara diam-diam. Suatu ketika ia tertangkap basah Claudia dan putri keduanya Damilta (6). Maradona menangis dan menyesali tindakan itu. Tetapi seperti lazimnya para pecandu, penyesalan takkan lama. Diego masih terus mengulangi perbuatannya.

"Saya benar-benar gila. Untung saja keluarga saya tetap mendampingi. Claudia dan anak-anak dekat dengan saya dan banyak bercerita tentang berbagai hal. Saya bersyukur memiliki Claudia yang penuh pengertian," katanya.

Pada awal 1996 Maradona mengatakan, untuk keluar dari masalah obat bius itu ia memerlukan perawatan bertahun-tahun karena kecanduannya sudah sangat parah. "Malah perawatan itu bisa berlangsung seumur hidup saya," tegasnya.

Sambil bermain untuk klub Boca Junior sejak bebas dari hukuman November 1995, Diego menjalani aneka terapi. Agustus lalu ia pergi ke Swiss dan Paris untuk berobat. Namun, pada 2 Oktober 1996, dunia dikejutkan dengan pengakuan dokter pribadinya, Ricardo Grimson bahwa Diego terancam mati mendadak karena kecanduannya.

Kisah hidup Maradona adalah kisah tentang kemanusiaan. Ada saat untung, ada kala malang melanda. Diego seakan dilahirkan untuk sepakbola. Ia merupakan aktor bola paling brilian sekaligus paling kontroversial dalam sejarah. Ia pun anak sepakbola yang lahir dengan menanggung beban paling lengkap.

Ia pernah dipuja dan dipuji melampaui gunung tertinggi, tetapi juga dihempas ke jurang terdalam karena
kelemahannya sebagai manusia biasa. Kini kita belum dapat memastikan, apakah Maradona masih bisa tertolong. Apakah "Tangan Tuhan" masih memberikan kesempatan hidup lebih lama, sementara oleh dokter pribadinya ia dikhawatirkan mati mendadak dalam waktu dekat.

Kematian adalah sesuatu yang pasti. Lebih dari itu, setiap manusia tidak pernah luput dari hukum kenisbian, di mana seorang gladiator sekalipun, suatu waktu harus menyarungkan pedangnya. Bintang di langit pun tak selamanya terang. Ada waktu ia tertutup awan hitam.

Untuk sesaat berharaplah Maradona masih bisa merayakan ulang tahunnya ke-36 tanggal 30 Oktober mendatang. Dan semoga Claudia yang cantik, Claudia yang setia, tidak menjadi janda kembang pada usia kepala tiga! ** Diturunkan secara serial oleh Pos Kupang 10-15 Oktober 1996.

VIDEO KEHEBATAN MARADONA
 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes