PANITIA Anggaran DPRD NTT mempertanyakan keputusan Ketua DPRD NTT, Drs. Melkianus Adoe, yang mengalokasikan dana APBD senilai Rp 15 miliar untuk bantuan pengembangan tiga daerah pemekaran yakni Kabupaten Nagekeo, Sumba Barat Daya dan Sumba Tengah.
Alokasi anggaran yang disepakati Adoe dengan pemerintah pusat itu dinilai tidak prosedural, karena belum dibahas panitia anggaran.Begitulah antara lain yang mengemuka dalam rapat panitia anggaran DPRD NTT di Ruang Rapat Kelimutu gedung DPRD NTT, Rabu (11/10) lalu.
Tersembul aneka pendapat namun intinya sama yaitu panitia anggaran DPRD NTT menganggap keputusan itu sepihak, tidak melalui mekanisme yang berlaku di dalam lembaga legislatif itu. Pesannya sama jua, semoga kejadian serupa tidak terulang. Yang menarik adalah hasil akhirnya.
Walau memrotes kebijakan pimpinan Dewan, panitia anggaran DPRD NTT menyetujui alokasi dana Rp 15 miliar itu untuk tiga kabupaten baru yang sudah disetujui pemerintah pusat tersebut. Masing-masing kabupaten mendapat alokasi Rp 5 miliar sebagai dana bantuan pengembangan daerah baru.
Jelas bukan sandiwara politik belaka yang dipertontonkan para wakil rakyat kita ketika membahas anggaran tersebut. Sudah sepantasnya DPRD NTT mengalokasikan dana untuk tiga daerah otonomi baru. Di sana ada rakyat NTT yang berhak mendapatkan suntikan dana guna memulai langkahnya membangun kabupaten baru.
Menarik perhatian kita adalah 'keributan' kecil di gedung wakil rakyat tersebut. Belum apa-apa kita sudah ribut tentang uang, tentang dana pembangunan, dana pengembangan atau apapun namanya yang berkaitan dengan daerah pemekaran baru.
Harus dikatakan sekali lagi di ruangan ini bahwa persetujuan pemerintah tentang pemekaran tiga daerah otonom baru di Propinsi Nusa Tenggara Timur bukan warta gembira semata. Kita pantas bahagia karena aspirasi masyarakat yang mengusulkan pemekaran wilayah sudah terkabulkan.
Namun, kebahagiaan itu perlu diimbangi oleh kesadaran bahwa pemekaran wilayah menyimpan persoalan yang tidaklah enteng.Pengalaman di berbagai tempat di tanah air termasuk di propinsi kita ini memberi pelajaran berharga. Ketika mulai membangun daerah pemekaran, banyak soal yang menghadang. Persoalan yang dihadapi pun amat beragam, baik bentuk, kadar maupun coraknya. Urusan yang harus diselesaikan berbelit dan berliku, rumit.
Bagaikan mengurai benang kusut. Kompleks!Bisa disebut beberapa sekadar contoh. Perseteruan paling sengit biasanya menyangkut pembagian aset pemerintah daerah antara kabupaten induk dengan daerah pemekaran baru.
Meskipun cukup jelas regulasinya sampai level petunjuk teknis, ternyata tidak mudah pelaksanaannya. Kabupaten induk dan daerah pemekaran umumnya bertahan habis-habisan dalam memperebutkan aset vital yang menyangkut hajat hidup banyak orang.
Katakanlah seperti urusan air minum serta aset lain yang bernilai ekonomis tinggi yang dampaknya langsung terhadap pendapatan asli daerah.Di banyak tempat, perebutan aset itu berakhir dengan kekerasan fisik yang menelan korban nyawa dan harta benda. Bahkan merusak harmonisasi kehidupan masyarakat yang sudah bertahan sangat lama.
Aksi kekerasan yang menelan korban jiwa dalam kasus pemekaran wilayah di Papua dan Sulawesi, misalnya, kiranya menjadi bahan refleksi bagi kita di sini. Pemekaran wilayah pun kerapkali terjebak dalam kepentingan politik jangka pendek. Pimpinan wilayah kabupaten induk setengah hati membantu daerah baru dalam menata dirinya. Banyak kewajiban kabupaten induk yang tidak direalisasikan sesuai amanat undang-undang tentang pembentukan daerah otonom yang baru.
Kita tidak mau kenyataan seperti itu terjadi antara Kabupaten Nagekeo dengan induknya Kabupaten Ngada. Juga antara Kabupaten Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya dengan daerah induknya Kabupaten Sumba Barat. Pemekaran wilayah Sumba merupakan pengalaman baru yang menarik kita simak pada hari-hari mendatang.
Bagaimana langkah Kabupaten Sumba Barat agar dapat bertindak adil dengan dua wilayah pemekaran yang baru? Agaknya tidak mudah menjawab pertanyaan ini. Butuh komitmen yang kuat untuk mewujudkan misi pemekaran wilayah Sumba. Kita percaya akan niat baik semua pihak yang sama-sama berjuang mewujudkan lahirnya daerah otonom baru di NTT tersebut.
Kita juga mengajak masyarakat di tiga daerah pemekaran itu untuk tidak bergembira secara berlebihan dan menjauhkan pikiran bahwa membangun daerah baru semudah membalik telapak tangan. Hadirnya kabupaten baru memiliki konsekwensi tertentu, resiko tertentu dan menuntut tanggung jawab lebih. Kehadirannya hendaknya tidak menimbulkan masalah baru yang jauh lebih rumit. Itulah ikhtiar kita bersama.**Salam Pos Kupang, 13 Oktober 2006. (dion db putra)