KEMESRAAN tercipta di ruang kerja Ketua DPRD Kota Kupang, Victor Lerik, S.E hari Selasa 17 November 2009. Banyak orang di dalam ruangan tersebut menyaksikan kemesraan antara dua tokoh terkemuka di kota ini, Walikota Kupang, Drs. Daniel Adoe dan pendahulunya mantan Walikota, Semuel Kristian Lerik. Keduanya bertemu seusai mengikuti upacara pelantikan pimpinan definitif DPRD Kota Kupang periode 2009-2014.
Seperti diwartakan harian ini, kemesraan itu merasuk orang lain yang melihatnya ketika keluarga besar Lerik dan Adoe saling menyapa, bercanda dan berbagi cerita. Usai pelantikan pimpinan Dewan, Daniel Adoe menemui pendahulunya SK Lerik dengan mendaratkan ciuman di pipi kiri dan kanan. Adoe pun tak sungkan mengambil nampan berisi kue kemudian melayani seniornya.
Keakraban antara kedua tokoh yang pernah bersama memimpin Kota Kupang sebagai walikota dan wakil walikota tersebut sungguh menyejukkan hati. Satu contoh keteladanan yang patut diapresiasi dan mesti ditiru siapa pun. Bahwa pernah terjadi perbedaan atau semacam gesekan di masa lalu hal itu biasa. Lumrah dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Toh yang utama dan terpenting ialah gesekan yang pernah ada tidak boleh dipelihara selama-lamanya. Ada saat berbeda sikap, ada waktu untuk menganyam kembali rasa kebersamaan, tali persaudaraan dan kasih sebagaimana motto ibu kota Propinsi Nusa Tenggara Timur ini.
Di tengah maraknya perseteruan kalangan elite di berbagai tempat di wilayah ini, SK Lerik dan Daniel Adoe seolah sedang mengingatkan semua pihak bahwa "kampanye kemesraan" tidak boleh berhenti. Dan, para pemimpin masyarakat wajib mengambil peran sebagai juru kampanye (jurkam) kemesraan. Pemimpin masyarakat mutlak berperan sebagai jurkam pembawa damai, bukan jurkam perseteruan tiada akhir. Pemimpinnya damai, yang dipimpin pun senang.
Orang bijak berulangkali mengingatkan kita bahwa keutamaan pemimpin justru terletak pada kerendahan hatinya. Pada ketulusan mengakui kesalahan dan selalu berusaha memperbaiki kesalahan itu. Keutamaan pemimpin juga pemaaf. Dia selalu membuka pintu maaf selebar-lebarnya bagi siapa saja. Sebab manusia tidak sempurna. Setiap insan pasti pernah melakukan kesalahan atau kekhilafan.
Orang agaknya gundah melihat perseteruan yang masih terjadi di berbagai daerah. Misalnya di Kabupaten Kupang. Gesekan-gesekan yang terjadi di sana belum menunjukkan tanda-tanda segera mereda. Kita tiada henti mengajak para pemimpin masyarakat di sana agar meluangkan waktu bertemu, menyapa, membuka diri untuk saling memaafkan manakala terjadi kesalahpahaman atau keliru tindak. Perseteruan berlarut-larut kontra produktif. Menghabiskan banyak energi sehingga fokus melayani masyarakat akan terbaikan.
Tahun depan ada delapan kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur yang bakal menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung. Setiap event politik semacam itu pasti melahirkan gesekan. Masyarakat dan elite akan terkotak-kotak dalam kubu pro dan kontra. Bila tidak dikelola secara bijaksana ekses pilkada bahkan berpeluang menimbulkan konflik horisontal.
Dalam pesta demokrasi memilih pemimpin daerah, kemesraan sebagai sesama saudara hendaknya tetap dijunjung tinggi. Perbedaan pandangan, pilihan sikap politik atau perbedaan kepentingan bukan alasan untuk berperang secara terbuka dan saling melukai. Ciptakan pilkada yang damai di NTT! Demikianlah yang tiada henti kita ingatkan. Sekali lagi aura kedamaian itu hendaknya berpancar mulai dari dalam diri para pemimpin.*
Pos Kupang 18 November 2009 halaman 4