DI tengah hingar-bingar pemberitaan tentang kasus korupsi yang kian meningkat, kasus salah urus di bidang pemerintahan dan pembangunan serta masalah pertambangan di NTT, terbetik berita kecil dari Manggarai Barat.
Berita itu sangat menggembirakan karena akan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan yang manfaatnya tidak hanya bagi daerah ini melainkan untuk masyarakat dunia. Ternyata di perut bumi Nusa Tenggara Timur yang terkenal kering dan gersang ada peninggalan masa lalu yang luar biasa. Dunia ilmu pengertahuan niscaya berterima kasih atas temuan tersebut.
Seperti diwartakan Pos Kupang 9 Agustus 2010 halaman 9, tim peneliti dari Unversitas Gajah Mada Yogyakarta menemukan empat tulang manusia tipe zaman modern (homo sapiens) di Desa Warloka, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar).
Menurut Ketua Tim Peneliti, Drs. Tular Sidarmali, M.A, keempat tulang homo sapiens itu terdiri dari tiga tulang manusia dewasa dan satu tulang anak kecil. Guna pengembangan penelitian, tim tersebut membawa tulang belulang itu ke Institute Gieu Body Suntronic Yogyakarta.
Tim ini melakukan penelitian selama satu bulan di tiga lokasi berbeda di wilayah Warloka yang diduga meninggalkan banyak situs bersejarah. Sesuai hasil penggalian tim UGM terdapat empat tulang manusia modern tipe homo sapiens yang telah terkubur selama beberapa ribu tahun.
Selain tulang manusia, ditemukan juga berbagai benda peninggalan lain seperti gelang, rantai perunggu, mangkok, batu nisan, tulang-tulang binatang serta alat-alat batu pada zaman pra sejarah. Tim menemukan tulang homo sapiens itu pada kedalaman dua meter. Penelitian tersebut melibatkan Mike Murwood, penemu manusia homo floriensis yang lokasinya juga di wilayah Manggarai, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Makna dan terutama manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan tidak perlu didiskusikan lagi. Temuan tersebut niscaya memperkuat temuan-temuan terdahulu. Lewat penelitian lanjutan boleh jadi hasilnya akan menguak tabir yang selama ini tersembunyi tentang teori evolusi atau tentang perkembangan manusia sampai dengan kondisi seperti saat ini.
Lalu apa makna homo sapiens dari Warloka bagi Propinsi NTT dan secara khusus buat Kabupaten Manggarai Barat? Situs homo sapiens di Warloka telah membuka mata pemerintah daerah dan masyarakat Manggarai betapa daerah itu sangat kaya. Manggarai Barat ternyata tidak hanya identik dengan biawak raksasa komodo yang namanya telah mendunia.
Namun, kekayaan yang baru ditemukan itu perlu dikelola dengan baik agar situs homo sapiens tidak sekadar lokasi yang mati seperti sifat fosil. Lokasi bersejarah tersebut mesti memberi daya hidup. Menebarkan sesuatu yang manfaatnya bisa dinikmati masyarakat.
Temuan ini otomatis menempatkan kawasan Warloka sebagai obyek wisata ilmu pengetahuan. Juga obyek wisata sosial budaya yang monumental. Di tempat tersebut manusia dari berbagai belahan dunia dapat belajar tentang masa lalu. Belajar tentang keutamaan-keutamaan yang pernah ada. Tinggal bagaimana pemerintah dan masyarakat Manggarai Barat mengemas homo sapiens dari Warloka menjadi salah satu sumber pendapatan daerah. Jadi magnet bagi banyak orang berkunjung ke sana sehingga efek ekonomisnya membuat masyarakat tersenyum.
Mari kita belajar dari daerah lain yang begitu cerdas dan apik mempromosikan kekuatan daerahnya. Seandainya homo sapiens itu ditemukan di Jawa atau Bali, kehebohan besar kiranya telah menggegerkan dunia. Di NTT dan Manggarai Barat temuan itu dianggap biasa saja. Memang begitulah cara berpikir dan sikap kita.
Di wilayah Nusa Tenggara Timur terdapat banyak situs bersejarah yang penting. Namun, situs-situs tersebut dikemas dengan semangat apa adanya. Tidak kreatif disertai kesungguhan hati. Akibatnya situs penting menjadi mubazir. Dianggap penting dan bermanfaat hanya bagi sebagian kecil orang. Sudah saatnya kita meninggalkan cara kerja lama yang tidak produktif itu.
Temuan homo floriensis serta homo sapiens dari Warloka kiranya menjadi momentum kebangkitan NTT mengemas kekayaannya dengan lebih elegan, cerdas dan menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Pemerintah sebagai dinamisator pembangunan agaknya tidak boleh tinggal diam.*
Pos Kupang 10 Agustus 2010 halaman 4