Susana Diskusi di Redaksi Pos Kupang (foto Alwi) |
KUPANG, PK --- Agenda aksi pemerintah dalam upaya penanggulangan bencana alam di NTT belum maksimal dan masih mengambang. Meski demikian, sikap tanggap darurat dari pemerintah dan masyarakat sudah ada. Yang masih dibutuhkan adalah sosialisasi peraturan daerah (perda) tentang penanggulangan bencana alam secara terus-menerus oleh pemerintah dibantu LSM dan media massa.
Demikian intisari diskusi dan sharing pengalaman antara para awak redaksi Pos Kupang dengan para peserta study tour dari Oxfam beserta mitranya dari Timor Leste yang didukung Perkumpulan Relawan CIS Timor dan PMPB, di ruang rapat Redaksi SKH Pos Kupang Jalan Kenari 1, Naikoten 1, Kupang, Rabu (22/6/2011) siang.
"Agenda aksi pemerintah dalam upaya penanggulangan bencana alam di NTT masih mengambang. Memang sudah ada aksi-aksi nyata lainnya namun belum maksimal dan bantuan terlambat sampai ke lokasi bencana dan target," tandas Dion DB Putra, Pemred SKH Pos Kupang, didampingi Redpel, Tony Kleden.
Dion mencontohkan bencana paling sederhana, yaitu bencana kebakaran. Pemerintah dan institusi yang menangani bencana kebakaran terlihat setengah hati.
"Sudah habis terbakar baru mobil pemadam tiba di lokasi. Ditanya alasannya, mereka bilang tidak ada BBM dan terpaksa mengutang eceran solar di pedagang kaki lima (PKL). Ini kan ironis," katanya.
Dalam bagian lain penjelasannya, Dion mengatakan dalam kurun waktu 10 hingga 20 tahun terakhir, ada tiga krisis yang dihadapi rakyat NTT, yaitu krisis pangan, krisis air dan krisis energi. "Bahkan dalam dua tahun terakhir, ada bencana lain lagi, yaitu gagal tanam. Ini yang sangat parah," kata Dion.
Bagaimana SKH Pos Kupang menyikapi soal ini, Dion mengatakan kebijakan redaksional mengharuskan wartawan untuk membuat tulisan yang isinya memberikan warning kepada pemerintah tentang bencana apa yang bakal terjadi.
"Selain peringatan, juga kontrol dari media massa sangat penting. Misalnya mengawasi bantuan hingga ke lokasi dan korban bencana. Sebab ada gejala orang kaya baru setelah selesai bencana. Ini harus benar- benar diawasi," tandasnya.
Tentang krisis pangan, Dion mengatakan banyak faktor penyebabnya, di antaranya anomali cuaca dan perubahan iklim. Jika tidak ada tanggapan terhadap perubahan iklim yang drastis itu dan tidak diberitakan media massa, maka pemerintah dan LSM yang bergerak di sektor pengembangan pangan juga akan kewalahan mencari strategi kebijakan untuk mengatasi bencana kelaparan yang mengancam.
"Faktor lain lagi, sistem pengembangan pertanian yang uniform, tidak menghormati potensi dan kearifan lokal. Hal ini terjadi sejak pemerintahan orde baru. Ada anggapan yang keliru bahwa pangan berarti beras. Padahal di Timor, pangan identik dengan jagung dan ubi-ubian. Akibatnya petani NTT, khususnya di Timor ramai-ramai menanam padi. Petani di Timor kehilangan orientasi. Mereka bingung karena sistim uniform ini sangat kacau dan berdampak sangat luas," kata Dion.
Dia menambahkan, media massa dan LSM memiliki tanggung jawab moril untuk melakukan pencerahan soal ini.
Menjawab pertanyaan peserta apakah ada tim khusus yang disiapkan SKH Pos Kupang dalam program tanggap darurat bencana, Dion menjelaskan masyarakat NTT sedikit lebih melek media massa dan sangat kooperatif. "Tidak ada tim khusus. Tapi bila ada bencana alam, masyarakat lebih dulu memberitahu wartawan, baru polisi dan pemerintah. Ini kondisi yang bagus dan sangat membantu," katanya. Berdasarkan informasi pertama itu, wartawan terjun langsung ke lokasi bencana dan memberitakan secara lugas dan langsung.
Sementara itu, Direktur CIS Timor, Winston Rondo, melalui stafnya, Hans Oematan, menjelaskan tujuan study tour ke Pos Kupang adalah untuk berbagi pengalaman tentang penyebaran informasi yang terkait dengan kerja kesiapsiagaan, respon darurat dan upaya pengurangan resiko bencana di NTT.
"Juga berbagi strategi Pos Kupang dalam penguatan kapasitas internal dan eksternal dalam memahami kerja kesiapsiagaan, respon darurat dan pengurangan resiko bencana dalam rangka meningkatkan kualitas informasi untuk advokasi," kata Oematan. (ade)
Pos Kupang, 23 Juni 2011 halaman 5